Berbagai permasalahan tersebut di atas, sedikit banyak turut mengganggu rasa dan karsa terhadap keadilan. Ada sebuah proses yang hilang di mana masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap kondisi Sumber Daya Alam (SDA) sekitar tidak lagi dipandang oleh para pembuat kebijakan.
Paradigma pembangunan yang mengandalkan dan mengedepankan nilai keuntungan jangka pendek, membuat para pembuat kebijakan khususnya pemerintah daerah (Kabupaten) Propinsi Riau menafikan keberadaan dan ketergantungan masyarakat setempat terhadap lingkungan mata pencahariannya. Yang terjadi kemudian adalah sebuah proses kebohongan dan pembodohan secara sistematis yang tujuannya untuk meredam gejolak-gejolak penolakan yang telah dan akan timbul dari masyarakat. Serta untuk menutupi praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) yang sedang berlangsung.
Paradigma pembangunan tersebut juga telah meluluhlantakkan sejumlah potensi sumber daya alam lainnya, seperti terumbu karang, padang lamun, dan keanekragaman hayati laut lainnya. Yang kemudian menjadi penyebab terjadinya proses percepatan abrasi pantai. Selain itu, hal yang terjadi pada bahasan diatas merupakan cerminan dari tumbuh suburnya praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) oleh penguasa di negeri kita ini. Dimana kedaulatan dan keamanan negara sudah tidak mendapat perhatian lagi dari pihak penguasa dan pihak berwenang. Yang sungguh tidak sesuai dengan ideologi Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa. Jika permasalahan di atas terus dibiarkan, bukan tidak mungkin generasi mendatang hanya mengenal Indonesia yang kaya raya hanya lewat buku sejarah mereka.
o Pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan ekologis tidak boleh hanya untuk kesejahteraan generasi sekarang, melainkan juga untuk kesejahteraan generasi mendatang. Oleh karena itu, kelestarian sumber daya alam dan lingkungan harus tetap diperhatikan.
o Perlunya segera dibentuk aturabn baru revisi UU No. 27 Tahun 1997 yang mengatur secara jelas kewenagan daerah dalam pemanfaatan SDA
o Pemerintah kabupaten jangan lagi memperpanjang penambangan yang merusak lingkungan.
o Pemerintah pusat harus berupaya membuat kebijakan yang mengatur masalah eksploitasi pasir darat. Kebijakan itu tentu tidak hanya terkait dengan perdagangan, seperti ekspor pasir darat, melainkan juga kebijakan di hulu, seperti izin penambangan dan pengawasan terhadap penambangan yang dilakukan.
o Agar dihentikannya seluruh aktivitas penambangan pasir, mengingat bahwa hingga hari ini belum ditemukan satu pun metode penambangan pasir yang ramah lingkungan dan tidak merugikan hidup dan kehidupan masyarakat nelayan tradisional setempat.
o Agar diterbitkannya kebijakan yang diikuti tindakan nyata dalam upaya merehabilitasi kerusakan lingkungan yang terjadi, proses rehabilitasi perlu dilakukan terhadap lahan-lahan bekas galian. Bagaimana mengawasi orang yang memiliki izin mengambil pasir. Bagaimana memastikan bahwa pasir yang diambil sesuai dengan volume yang diizinkan atau diperbolehkan untuk dieksploitasi. Pengawasan di tingkat lapangan akan berhasil jika aparat-aparat pemerintah daerah bersih dan tidak ikut terlibat.
o Mendorong terciptanya sebuah upaya mekanisme konsultasi publik sebagai salah satu media pengawasan publik.
o Adanya rasa kemanusiaan (sense of humanity) dari Pemerintah Daerah, Pemerintah Pusat, dan Pemerintah Singapura, dengan cara mengganti kerugian yang ditimbulkan selama ini, yang secara langsung, telah memberikan dampak bagi kesejahteraan komunitas masyarakat nelayan tradisional setempat, dengan cara-cara yang mendidik dengan meningkatkan kemampuan mereka dalam mengelola dan mengusahakan sumberdaya alam yang berkelanjutan.
o Sesegera mungkin mencari dan mengupayakan alternatif Pendapatan Asli Daerah (PAD)yang spesifik dan sesuai dengan nilai-nilai kehidupan masyarakat nelayan setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar