Kamis, 07 Januari 2010

Kondisi Geografi Kintamani

F. KINTAMANI
Objek wisata yang ada di Kintamani adalah: wisata gunung dan danau Batur. Yang berada pada koordinat 115o 21’ 859’’ dan ketinggian 900 m dpl. Lokasinya berada di Desa Batur, Kecamatan Kintamani Kabupaten Daerah Tingkat II Bangli.
Sejarah yang menyebutkan mengenai wisata Batur ini berasal dari cerita rakyat Lontar Kesmu Dewa., Lontar Usana Bali dan Lontar Raja Purana Batur. Disebutkan bahwa Pura Batur sudah ada sejak jaman Empu Kuturan yaitu abad X sampai permulaan abad XI. Luasnya areal dan banyaknya pelinggih-pelinggih maka diperkirakan bahwa Pura Batur adalah Penyiwi raja-raja yang berkuasa di Bali, sekaligus merupakan Kahyangan Jagat. Di Pura Batur yang diistanakan adalah Dewi Danu yang disebutkan dalam Lontar Usana Bali.
Nama obyek wisata kawasan Batur disesuaikan dengan potensi yang ada di wilayah teresbut yaitu Gunung Batur dan Danau Batur. Nama Pura Batur berasal dari nama Gunung Batur yang merupakan salah satu Pura Sad Kahyangan di emong oleh Warga Desa Batur. Sebelum meletusnya Gunung Batur pada tahun 1917, Pura Batur berada di kaki sebelah Barat Daya Gunung Batur. Akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh letusan Gunung Batur ini, maka Pura bersama warga desa Batur dipindahkan di tempat sekarang. Obyek Wisata Kawasan Batur berada pada ketinggian 900 m di atas permukaan laut dengan suhu udaranya berhawa sejuk pada siang ahri dan dingin pada malam hari. Untuk mencapai lokasi ini dari Ibu Kota Bangli jaraknya 23 km. Selain wilayah Kintamani, gunung Batur serta danau Batur yang menarik di wilayah Kintamani ini yaitu tradisi mayat di desa Trunyan. Desa ini terletak di sebelah danau Batur, sehingga untuk mencapai kesana harus menyeberang danau Batur. Mayat di desa Trunyan ini tidak di kubur atau dibakar, melainkan hanya diletakkan dibawah pohon besar yang diyakini mempunyai kekuatan sehingga tidak ditimbulkan bau.
a. Kondisi Geologi
Gunung berapi aktif dan sangat berpengaruh di wilayah Kintamani adalah Gunung Batur, geologi Kintamani juga sangat di pengaruhi dari geologi gunung Batur, gunung Batur pernah meletus pada tahun 1917, dimana erupsinya megakibatkan ribuan korban den merusak bangunan- bangunan terutama candi-candi yang ada di sekitarnya.
Gunung Api Batur memiliki dua kaldera, yaitu kaldera luar dan kaldera dalam. Pematang kaldera luar berbentuk bulat lonjong ke arah barat laut sampai tenggara dengan dimensi 13,8 km x 10 km. sementara itu kaldera dalam hampir menyerupai lingkaran dengan diameter 7 km. Pada bagian tenggara kaldera dalam terbentuk danau Batur yang berbentuk bulan sabit dengan ukuran panjang antara 5 - 7 km lebar maksimum 2,5 km.Gejala aktifitas Gunung Api Batur yang terkaitkan dengan keadaan magma di bawah permukaan gunung api letusan gunung api, solfatara, furmalora, mata air, dan kegempaan.
Strombolian yang terjadi secara acak baik pada kawah utama Batur I, Batur II, Batur III. Solfatara merupakan hembusan belerang. Pada umumnya disekitar solfatara terdapat endapan belerang berwarna kuning, berasa asam, dan bau yang sangat menyengat. Di gunung api Batur, hembusan solfatara dan fumalora dapat dijumpai pada kawah I, II dan III Batur.Di Gunung Api Batur mata air panas terdapat di desa Toyobungkah yang muncul dari celah-celah batuan dipinggir danau Batur. Sehubungan adanya peningkatan volume air danau, bualan mata air panas ini tidak terlihat lagi tertutup air danau. Penduduk setempat dan wisatawan mempergunakan mata air panas ini untuk berendam menghangatkan tubuh.
Kegempaan atau seismisiti merupakan salah satu metoda penelitian dan pengamatan gunung api. Pementauan kegempaan gunung api di Gunung Api Batur dilakukan secara terus-menerus di pos pengamatan Gunung Api Batur, di desa Panelokan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa geologi Kintamani termasuk kompleks gunung Batur yang telah mengalami tiga kali peletusan, yaitu: Fase teras Batur, fase teras Kintamani, fase teras Berapasir. Wilayah yang ada di gunung Batur ini merupakan daerah recharge area dengan kedalaman danaunya ± 90 m.
b. Kondisi Geomorfologi
Morfologi Kintamani dicirikan dengan adanya Volkan yang masih aktif., yaitu gunung Batur. Sehingga asosiasi lahannya adalah subur karena berada di dataran gunung api. Banyak material-material yang keluar ketika gunung Batur bererupsi. Sehingga lahannya subur dan banyak dimanfaatkan penduduk untuk lahan pertanian.
c. Kondisi Tanah
Kondisi tanah di wilayah Kintamani juga sangat dipengaruhi oleh letusan gunung Batur pada tahun 1917. Tanah yang ada di wilayah ini mempunyai karakteristik yaitu kandungan magmanya tersusun dari basa ke asam, terjadi waktu gunung batur meletus dan membentuk teras Kintamani pada letusan ketiga. Sehingga pada wilayah teras Kintamani ini tidak ditemukan vegetasi yang tumbuh. Tanah yang ada di Kintamani ini sebagian besar sangat subur dan sesuai untuk dimanfaatkan sebagi lahan pertanian dan holtikultura. Tetapi dalam pengolahan lahannya juga perlu diperhatikan karena struktur tanah di wilayah sekitar gunung Batur mempunyai struktur remah atau mudah longsor apabila terjadi hujan yang deras sehingga tanaman yan akan ditanam mempunyai akar yang bisa mengikat tanah. Misalnya tanaman-tanaman yang mempunyai akar serabut.
d. Vegetasi
Vegetasi yang ada di Kintamani sebagian besar di dominasi oleh Tusam (Pinus merkusii), Ampupu (Eucalyptus urophylla), Mahoni (Swietenia macrophylla), Sengon (Paraserienthis falcataria), Sonokeling (Dalbergia latifolia), Akasia (Acacia decurens), Segawe (Adenanthera paronina). Sedangkan vegetasi atau tanaman yang banyak ditanam penduduk adalah jenis tanaman sayur-sayuran dan pertanian.
e. Iklim
Iklim di daerah ini sangat sejuk dikarenakan pada daerah ini merupakan daerah dataran tinggi (dataran pegunungan).
f. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan di daerah ini dimanfaatkan untuk daerah observasi oleh para peneliti dan pemanfaatan sebagai objek kepariwisataan oleh pemerintah daerah setempat.
1. Kendala
• Berdasarkan klasifikasi Schmidth dan Ferguson, Taman Nasional Bali Barat mempunyai tipe D dan E dengan curah hujan yang rendah menyebabkan kawasan ini rawan terjadi kebakaran terutama pada musim kemarau.
• Aksesibilitas yang begitu terbuka baik dari darat maupun lewat perairan, menyulitkan penjagaan untuk mencegah kegiatan perusakan sumber daya alam hayati yang merupakan bagian dari potensi kawasan.
• Sumberdaya manusia yang terlibat dalam pengelolaan Taman Nasional Bali Barat masih perlu ditingkatkan untuk mampu disatukan visi dan misinya di dalam mendukung pola pengelolaan TNBB yang pada saat ini mulai merintis pola Co- Management.
• Pada saat ini pendekatan pengaman kawasan TNBB yang menekankan kepada kegiatan patroli kawasan dan penegakan peraturan serta pendekatan sentralistik dalam pengelolaan konservasi dan belum berbasis masyarakat, menyebabkan pengelolaan kawasan konservasi ini menjadi sangat mahal dari segi finansial dan social.
• Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pemeliharaan dan pengamanan potensi kawasan
• Sosial ekonomi masyarakat di beberapa daerah penyangga masih relatif rendah yang ditandai dari tingkat pendidikan serta ketergantungan pada pemanfaatan sumber daya hutan yang ada, menyebabkan masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai konservasi.
• Kawasan hutan Bali Barat yang terdiri dari Taman Nasional Bali Barat, Hutan Produksi dan Hutan Lindung merupakan satu kesatuan ekosistem. Penebangan ilegal tanaman produksi di Hutan Produksi secara signifikan mempengaruhi keseimbangan ekosistem secara keseluruhan, yang akan menyebabkan penurunan kualitas potensi sumber daya alam hayati.
• Masih lemahnya kesamaan persepsi, interpretasi pola tindak dalam mengimplementasi- kan kaidah-kaidah konservasi dalam pengelolaan Taman Nasional diantara pihak-pihak terkait akibat perbedaan kepentingan.
• Masih ditemukan kendala dalam rangka padu serasi kepentingan pengembangan pariwisata alam di zona pemanfaatan TNBB dengan kepentingan lainnya.
• Belum sepenuhnya potensi TNBB diketahui khalayak luas sehingga kegiatan pariwisata alam belum sepenuhnya dapat dikatakan berhasil (kalau indikator keberhasilan dilihat dari banyaknya jumlah kunjungan wisatawan ke TNBB yang relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kunjungan wisatawan ke obyek-obyek wisata lainnya di Pulau Bali).
2. Tantangan
Tantangan yang dihadapi merupakan konsekuensi dari pesatnya pembangunan serta perkembangan / kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beberapa hal yang perlu dijaga agar tidak memberikan ekses negatif terhadap pengelolaan TNBB secara keseluruhan
• Pengusahaan Pariwisata Alam
Berkembanganya PPA di Balai Taman Nasional Bali Barat merupakan konsekwensi dari prinsip pengelolaan terutama berkaitan dengan asas pemanfaatan yang lestari. Pengembangan pariwisata alam di dalam zona pemanfaatan harus memenuhi ketentuan yang berlaku yaitu 10% dari luas daerah konsesi pengusahaan pariwisata alam untuk dapat menekan seminimal mungkin dampak dari aktifitas yang dilakukan.
• Pada saat ini masih terdapat interpretasi yang berbeda mengenai kewenangan pemberian Ijin Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) sebagai tindak lanjut dari Undang-undang No. 22/1999 dan PP No. 25/1999 dan juga PPA yang dikembangkan di Taman Nasional umumnya yang padat modal. Komunitas masyarakat sekitar kawasan umumnya menjadi kelompok pendukung dan kurang memiliki posisi tawar menawar yang tinggi.
• Implementasi UU No. 22/1999
Masa transisi dari semangat sentralisasi menuju desentralisasi belum menemukan bentuknya yang pas di tingkat lapangan. Di era desentralisasi terdapat penyerahan sebagian kewenangan teknis Departemen Kehutanan kepada Pemerintah Daerah. Di dalam UU No. 22/1999 pasal 7 ayat 2 dan PP No. 25/2000 pasal 2 ayat 2 disebutkan bahwa konservasi masih ditangani oleh Pemerintah Pusat, sehubungan dengan hal tersebut maka implementasi pada lingkup UPT Balai TNBB diupayakan melalui padu serasi menghindari terjadinya intervensi kewenangan.
• Rencana Jembatan Jawa Bali
Rencana pembangunan jembatan Jawa Bali, walaupun sampai saat ini tidak/belum terealisasi masih harus dipertanyakan apakah hal tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah (pusat dan daerah) atau sekadar karena tidak tersedia dana untuk melanjutkan proyek tersebut. Pembangunan jembatan ini jelas akan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap upaya pelestarian Jalak Bali pada khususnya dan konservasi sumber daya alam hayati Taman Nasional Bali Barat.
• Daerah sekitar TNBB adalah daerah dengan tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang tinggi. TNBB dibelah oleh dua jalan utama lintas propinsi dan sangat dekat dengan pelabuhan penyebarangan yang padat. Walaupun secara resmi kawasan TNBB tidak mempunyai daerah kantung (enclave) penduduk, pada kenyataannya kawasan TNBB sejak lama telah memberikan mata pencaharian dan kehidupan bagi penduduk di sekitar kawasan. Selain penduduk asli Bali, tercatat penduduk menetap dari Jawa, Madura dan Bugis mendominasi penduduk sekitar TNBB. Penduduk dari daerah lainpun banyak memanfaatkan sumberdaya dan pelayanan ekologis TNBB.
• Isu kedaerahan untuk masing-masing etnis dan agama masih cukup tinggi. Banyak organisasi-organisasi yang berdiri dengan etnisitas dan agama sebagai latar belakangnya. Walaupun belum pernah ada konflik muncul ke permukaan, pergesekan-pergesekan sosial di daerah ini menjadi perhatian utama sebagai tantangan pengelolaan TNBB. Terutama karena masing-masing kelompok etnis mempunyai pendekatan yang berbeda-beda dalam menilai dan menghargai sumberdaya alam dan pelayanan ekologis dari kawasan TNBB.
• Keterbatasan sumberdaya TNBB di dalam menangani permasalahan salah satunya karena banyak permasalahan di TNBB terjadi di luar fokus utama pengelolaan TNBB. TNBB dibentuk untuk melindungi habitat burung Jalak Bali sehingga sumberdaya manusia dan lainnya yang tersedia dipusatkan untuk pengelolaan dan pengamanan Jalak Bali dan habitatnya.
3. Kekuatan
Sungguhpun kelihatannya cukup sulit didalam mengelola kawasan TNBB masih terdapat beberapa hal yang cukup memberikan harapan antara lain:
• Jumlah Pegawai BTNBB pada saat ini 131 orang yang kesemuanya dapat diberdayakan sebagai kekuatan TNBB di dalam mengelola kawasan.
• Masih banyaknya pihak-pihak yang berkepentingan ( stakeholders) yang menaruh perhatian yang sangat besar terhadap kelestarian TNBB yang terus menerus memberikan dorongan, koreksi, maupun kritikan terhadap pengelolaan TNBB.
• Dukungan pemerintah pusat terhadap pengelolaan TNBB yang berkesinambungan masih cukup kuat.
• Potensi kawasan TNBB terutama perairan yang diindikasikan dengan 80 % tujuan kunjungan wisatawan ke TNBB adalah dengan tujuan wisata bahari terutama di perairan Pulau Menjangan, menjadikan kawasan perairan Pulau Menjangan dapat dijadikan ” Tambang Uang ” untuk menggali Dana Konservasi yang sangat diperlukan di dalam pengelolaan kawasan baik darat maupun perairan.
• Masih terjalin harmonisnya jalur komunikasi, koordinasi, antara pengelola TNBB dengan pemerintahan setempat di dalam menyikapi segala permasalahan yang timbul sebagai akibat berhimpitnya ” daerah kewenangan ” pengelola TNBB maupun pemerintah setempat, yang dimungkinkan untuk suatu saat nanti kerjasama ini ” dilegalkan ” dalam bentuk pengelolaan bersama yang akan menguntungkan semua pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman