Stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun dari beberapa unit formasi dan kelompok batuan dari yang tua ke yang muda, yaitu batuan dasar (basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi Petani dan Formasi Minas.
A. Batuan Dasar (Basement)
Batuan dasar (basement) berumur Pra Tersier berfungsi sebagai landasan Cekungan Sumatra Tengah. Eubank dan Makki (1981) serta Heidrick dan Aulia (1993) menyebutkan bahwa batuan dasar Cekungan Sumatra Tengah terdiri dari batuan berumur Mesozoikum dan batuan metamorf karbonat berumur Paleozoikum-Mesozoikum. Batuan tersebut dari timur ke barat terbagi dalam 3 (tiga) satuan litologi, yaitu Mallaca Terrane, Mutus Assemblage, dan Greywacke Terrane. Ketiganya hampir paralel berarah NNW-NW.
1. Mallaca Terrane
Mallaca Terrane disebut juga Quartzite Terrane, litologinya terdiri dari kuarsit, argilit, batugamping kristalin serta intrusi pluton granodioritik dan granitik yang berumur Jura. Kelompok ini dijumpai pada Coastal Plain, yaitu pada bagian timur dan timur laut Cekungan Sumatra Tengah.
2. Mutus Assemblage
Mutus Assemblage atau Kelompok Mutus merupakan zona sutura yang memisahkan antara Mallaca Terrane dan Greywacke Terrane. Kelompok Mutus ini terletak di sebelah barat daya coastal plain. Litologinya terdiri dari baturijang radiolaria, meta-argilit, serpih merah, lapisan tipis batugamping dan batuan beku basalt serta sedimen laut dalam lainnya.
3. Greywacke Terrane
Greywacke Terrane disebut juga Deep Water Mutus Assemblage. Kelompok ini tersusun oleh litologi greywacke, pebbly mudstone dan kuarsit. Kelompok ini terletak di bagian barat dan barat daya Kelompok Mutus yang dapat dikorelasikan dengan pebbly mudstone Formasi Bahorok (Kelompok Tapanuli) yang berumur Perm - Karbon.
Secara tidak selaras diatas batuan dasar diendapkan suksesi batuan-batuan sedimen Tersier. Stratigrafi Tersier di Cekungan Sumatra Tengah dari yang tua ke yang paling muda adalah Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas (Formasi Menggala, Bangko, Bekasap, dan Duri), Formasi Telisa, Formasi Petani dan diakhiri oleh Formasi Minas.
B. Kelompok Pematang (Pematang Group)
Kelompok Pematang merupakan lapisan sedimen tertua berumur Eosen-Oligosen yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar. Sedimen Kelompok Pematang disebut sebagai Syn Rift Deposits. Kelompok ini diendapkan pada lingkungan fluvial dan danau dengan sedimen yang berasal dari tinggian sekelilingnya. Pada lingkungan fluvial litologinya terdiri dari konglomerat, batupasir kasar, dan batulempung aneka warna. Sedangkan pada lingkungan danau litologinya terdiri dari batulempung dan batupasir halus berselingan dengan serpih danau yang kaya material ornagik. Serpih organik dari Kelompok Pematang merupakan batuan induk (source rock) bagi hidrokarbon yang ada di Cekungan Sumatra Tengah Kelompok ini tersusun oleh Formasi Lower Red Bed, Formasi Brown Shale, dan Formasi Upper Red Bed.
1. Formasi Lower Red Bed
Formasi Lower Red Bed tersusun atas litologi batulumpur (mudstone), batulanau, batupasir, dan sedikit konglomerat. Formasi ini diendapkan pada lingkungan darat dengan sistem pengendapan kipas alluvial dan berubah secara lateral menjadi lingkungan fluviatil dan lakustrin.
2. Formasi Brown Shale
Formasi Brown Shale menumpang di atas Lower Red Bed namun di beberapa tempat menunjukkan adanya kesamaan lingkungan pengendapan secara lateral. Litologi penyusunnya terdiri dari serpih berlaminasi baik, kaya akan material organik, berwarna cokelat sampai hitam mengindikasikan lingkungan pengendapan dengan kondisi air tenang seperti lakustrin. Pada bagian cekungan yang lebih dalam dijumpai perselingan batupasir yang diperkirakan diendapkan oleh mekanisme arus turbidit.
3. Formasi Upper Red Bed
Formasi Upper Red Bed di beberapa tempat dijumpai ekivalen secara lateral dengan Formasi Brown Shale dan di tempat lain menunjukkan menumpang di atasnya. Litologinya terdiri atas serpih, batubara, dan sedikit batupasir yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
C. Kelompok Sihapas (Sihapas Group)
Kelompok Sihapas diendapkan di atas Kelompok Pematang, merupakan suatu seri sedimen pada saat aktifitas tektonik mulai berkurang, terjadi selama Oligosen Akhir sampai Miosen Tengah. Kompresi yang terjadi bersifat setempat yang ditandai dengan pembentukan sesar dan lipatan pada tahap inversi yang terjadi bersamaan dengan penurunan muka air laut global. Proses geologi yang terjadi pada saat itu adalah pembentukan morfologi hampir rata (peneplain) yang terjadi pada Kelompok Pematang dan basement yang tersingkap. Periode ini diikuti oleh terjadinya subsiden kembali dan transgresi ke dalam cekungan tersebut.Kelompok Sihapas ini terdiri dari Formasi Menggala, Formasi Bangko, Formasi Bekasap, Formasi Duri dan Formasi Telisa.
1. Formasi Menggala
Formasi Menggala merupakan bagian terbawah dari Kelompok Sihapas yang berhubungan secara tidak selaras dengan Kelompok Pematang yang dicirikan oleh kontak berupa hiatus. Litologinya tersusun atas batupasir konglomeratan berselang-seling dengan batupasir halus sampai sedang. Diendapkan pada saat Miosen Awal pada lingkungan Fluvial Channel dengan ketebalan pada tengah cekungan sekitar 900 kaki, sedangkan pada daerah yang tinggi ketebalannya tidak lebih dari 300 kaki. Sedimen klastik diendapkan pada Fluvial Braided Stream dan secara lateral berubah menjadi Marine Deltaic ke arah utara.
Formasi Menggala onlap terhadap basement dan struktur yang dihasilkan oleh inversi Oligosen dan jarang dijumpai pengendapan di atas tinggian. Formasi ini berubah secara lateral dan vertikal ke arah barat menjadi Marine Shale yang termasuk Formasi Bangko dan menjadi lingkungan transisi dan laut terbuka ke arah timur yang merupakan Formasi Bekasap. Batupasir formasi ini merupakan reservoir yang penting pada Cekungan Sumatra Tengah.
2. Formasi Bangko
Formasi Bangko diendapkan secara selaras di atas Formasi Menggala. Litologinya tersusun atas batulempung yang diendapkan pada lingkungan laut terbuka (Open Marine Shelf) mulai dari lingkungan paparan (shelf) sampai delta plain dan batulempung karbonatan yang berselingan dengan batupasir lanau dan berubah secara lateral menjadi batugamping pada daerah yang sedikit menerima suplai material klastik. Pengaruh lingkungan laut menyebabkan pengendapan foraminifera yang berfungsi sebagai penunjuk umur formasi ini yaitu Miosen Awal. Ketebalan formasi ini mencapai 300 kaki. Formasi ini merupakan batuan tudung (seal) bagi batupasir yang ada di bawahnya.
3. Formasi Bekasap
Formasi Bekasap disusun oleh litologi batupasir glaukonit halus sampai kasar, struktur sedimen masif, berselang-seling dengan serpih tipis, dan diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko. Kadang kala dijumpai lapisan tipis batubara dan batugamping. Formasi ini diendapkan pada Miosen Awal di lingkungan delta plain dan delta front atau laut dangkal. Ketebalan formasi ini mencapai 1300 kaki. Batupasir Formasi Bekasap adalah sedimen yang secara diacronous menutup Cekungan Sumatra Tengah yang pada akhirnya menutup semua tinggian yang terbentuk sebelumnya. Kandungan fosil foraminifera menunjukkan umur Miosen Awal.
4. Formasi Duri
Formasi Duri diendapkan secara selaras di atas Formasi Bekasap dan merupakan bagian teratas dari Kelompok Sihapas. Di beberapa tempat Formasi Duri mempunyai umur yang sama dengan Formasi Bekasap. Litologinya tersusun atas suatu seri batupasir yang terbentuk pada lingkungan inner neritic-deltaic di bagian utara dan tengah cekungan. Seri tersebut dicirikan oleh batupasir berbutir halus sampai sedang yang secara lateral menjadi batupasir laut dalam dari Formasi Telisa. Formasi ini berumur Miosen Tengah dengan ketebalan mencapai 900 kaki.
5. Formasi Telisa
Formasi Telisa berumur Miosen Awal-Miosen Tengah. Formasi ini diendapkan secara selaras di atas Formasi Bangko, memiliki hubungan menjari dengan Formasi Bekasap di sebelah barat daya dan menjari dengan Formasi Duri di sebelah timur laut (Yarmanto & Aulia, 1998). Litologinya tersusun oleh suksesi batuan sedimen yang didominasi oleh serpih dengan sisipan batu lanau yang bersifat gampingan, berwarna abu kecoklatan dan terkadang dijumpai batugamping. Lingkungan pengendapannya berupa neritic sampai non-marine (Dawson, et. al, 1997). Ketebalan formasi ini mencapai 1600 kaki. Formasi ini dikenal sebagai batuan tudung dari reservoar Kelompok Sihapas di Cekungan Sumatra Tengah.
D. Kelompok Petani (Petani Group)
Formasi Petani berumur Miosen Tengah-Pliosen. Formasi ini diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa dan Kelompok Sihapas. Formasi ini berisi sikuen monoton shale-mudstone dan berisi interkalasi batupasir minor dan lanau yang ke arah atas menunjukkan pendangkalan. Lingkungan pengendapan berubah dari laut pada bagian bawah menjadi daerah delta pada bagian atasnya.
Formasi Petani merupakan awal dari fase regresif yang menunjukkan akhir periode panjang transgresif di Cekungan Sumatra Tengah. Formasi ini diendapkan mulai dari lingkungan laut dangkal, pantai dan ke atas sampai lingkungan delta yang menunjukkan regresi laut. Litologinya terdiri dari batupasir, batulempung, batupasir glaukonitan, dan batugamping yang dijumpai pada bagian bawah, sedangkan batubara banyak dijumpai di bagian atas dan terjadi pada saat pengaruh laut semakin berkurang. Komposisi dominan batupasir adalah kuarsa, berbutir halus sampai kasar, umumnya tipis dan mengandung sedikit lempung yang secara umum mengkasar ke atas.
E. Formasi Minas (Minas Formation)
Formasi Minas merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Petani. Disusun oleh pasir dan kerikil, pasir kuarsa lepas berukuran halus sampai sedang serta limonit berwarna kuning. Formasi ini berumur Plistosen dan diendapkan pada lingkungan fluvial-alluvial. Pengendapan yang terus berlanjut sampai sekarang menghasilkan endapan alluvium yang berupa campuran kerikil, pasir dan lempung. Proses penunjaman miring di sekitar Pulau Sumatra ini mengakibatkan adanya pembagian/penyebaran vektor tegasan tektonik, yaitu slip-vector yang hampir tegak lurus dengan arah zona peminjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar anjak. Hal ini terutama berada di prisma akresi dan slip-vector yang searah dengan zona penunjaman yang diakomodasi oleh mekanisme sistem sesar besar Sumatra. Slip-vector sejajar palung ini tidak cukup diakomodasi oleh sesar Sumatra tetapi juga oleh sistem sesar geser lainnya di sepanjang Kepulauan Mentawai, sehingga disebut zona sesar Mentawai (Diament,1992)
Selanjutnya sebagai respon tektonik akibat dari bentuk melengkung ke dalam dari tepi lempeng Asia Tenggara terhadap Lempeng Indo-Australia, besarnya slip-vector ini secara geometri akan mengalami kenaikan ke arah barat laut sejalan dengan semakin kecilnya sudut konvergensi antara dua lempeng tersebut. Pertambahan slip-vector ini mengakibatkan terjadinya proses peregangan di antara sesar Sumatra dan zona penunjaman yang disebut sebagai lempeng mikro Sumatra (Suparka dkk, 1991). Oleh karena itu slip-vector komponen seiajar palung harus semakin besar ke arah barat-laut.
Sebagai konsekuensi dari kenaikan slip-vector pada daerah busur-muka ini, maka secara teoritis akan menaikkan slip-rate di sepanjang sesar Sumatra ke arah barat-laut. Pengukuran offset sesar dan penentuan radiometrik dari unsur yang terofsetkan di sepanjang sesar Sumatra membuktikan bahwa kenaikan slip-rate memang benar-benar terjadi (Natawidjaja, Sieh, 1994). Pengukuran slip-rate di daerah Danau Toba menunjukkan kecepatan gerak sebesar 27 mm/tahun, di Bukit Tinggi sebesar 12 mm/tahun, di Kepahiang sebesar 11 mm/tahun (Natawidjaja, 1994) demikian pula di selat Sunda sebesar 11 mm/tahun (Zen dkk, 1991).
thanks buat tulisannya...
BalasHapuspas banget, ni aku lg butuh...
hehehe...
kalo ada photonya perfect nih,.
BalasHapusterima kasih atas komennya, silakan klik link berikut untuk materi terkait (disertai gambar) http://one-geo.blogspot.com/2011/04/geologi-regional-cekungan-sumatra.html
BalasHapusMaaf nih, boleh mnta sumber aslix?
BalasHapusUntuk buat dftar pustaka
daftar pustakanya dari mana ya mas?
BalasHapus