a. Tekanan dan Kedalaman Laut
Tekanan air laut bertambah terhadap kedalaman. Kedalaman air laut biasanya diukur dengan menggunakan echo sounder atau CTD (Conductivity, Temperature, Depth). Kedalaman yang diukur dengan menggunakan CTD didasarkan pada harga tekanan. Tekanan didefinisikan sebagai gaya per satuan luas. Seperti telah disebutkan di atas, semakin ke dalam, tekanan air laut akan semakin besar. Hal ini disebabkan oleh semakin besarnya gaya yang bekerja pada lapisan yang lebih dalam. Satuan dari tekanan dalam cgs adalah dynes/cm2, sedangkan dalam mks adalah Newton/m2. Satu Pascal sama dengan satu Newton/m2. Dalam oseanografi, satuan tekanan yang digunakan adalah desibar (disingkat dbar), dimana 1 dbar = 10-1 bar = 105 dynes/cm2 = 104 Pascal.
Gaya akibat tekanan bekerja dari tekanan yang berbeda pada satu titik ke titik lainnya. Gaya ini bekerja dari tekanan yang lebih tinggi ke tekanan yang lebih rendah. Di laut, gaya gravitasi yang bekerja (ke arah bawah) akan diimbangi oleh gaya akibat adanya perbedaan tekanan tersebut (ke arah atas), sehingga air yang bergerak ke bawah tidak akan mengalami percepatan. Tekanan pada satu kedalaman bergantung pada massa air yang berada di atasnya. Persamaan yang digunakan untuk mengukur harga kedalaman dari harga tekanan adalah persamaan hidrostatis, yaitu dp=ρ*g*dh, dimana dp=perubahan tekanan, ρ=densitas air laut, g=percepatan gravitasi, dan dh=perubahan kedalaman. Jadi, jika tekanan berubah sebesar 100 dbar, dengan harga percepatan gravitasi g=9.8 m/det2 dan densitas air laut ρ=1025 kg/m3, maka perubahan kedalamannya adalah 99,55 meter. Variasi tekanan di laut berada pada kisaran nol (di permukaan) hingga 10.000 dbar (di kedalaman paling dalam).
b. Sifat fisis air laut
Air laut merupakan campuran dari 96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni.
1. Sifat Air Murni
Air murni jika dibandingkan dengan cairan lain (dengan komposisi yang sama), memiliki sifat
yang khas dan luar biasa (uncommon). Hal ini merupakan hasil dari struktur molekul air
(H2O), dimana atom-atom hidrogen yang membawa 1 muatan atom positif dan oksigen yang
membawa 2 muatan atom negatif membentuk sebuah molekul sedemikian rupa dimana
muatan-muatan atom tersebut tidak ternetralisir karena sudut yang terbentuk antara dua atom
hidrogen hanya sebesar 105o (kondisi netral akan terbentuk jika sudut yang terbentuk adalah
180o). Akibatnya, air murni memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1. Molekul air merupakan dipol elektrik, yang membentuk suatu kumpulan molekul (polimer) dengan rata-rata 6 molekul pada temperatur 20oC. Oleh karena itu air bereaksi lebih lambat (untuk berubah) daripada molekul-molekul individunya.
2. Air memiliki daya pisah yang luar biasa besar, akibatnya material terlarut akan memperbesar daya hantar listrik air. Air murni memiliki daya hantar listrik yang relatif rendah, tetapi air laut memiliki daya hantar antara air murni dan tembaga. Pada temperatur 20oC, daya hambat (resistensi) air laut 1,3 kilometer (dengan kandungan garam 3,5%) sebanding dengan air murni 1 milimeter.
3. Sudut 105o dekat dengan sudut tetrahedron, yaitu struktur dengan 4 lengan yang keluar
dari atom pusat dengan sudut seragam (sebesar 109o28') . Akibatnya, atom oksigen di dalam air berusaha untuk mendapatkan 4 atom hidrogen dalam suatu susunan tetrahedral. Ini disebut sebagai ikatan hidrogen (hydrogen bond) yang membutuhkan energi ikat 10 hingga 100 kali lebih kecil daripada ikatan-ikatan molekul sehingga air bersifat lebih fleksibel dalam reaksinya merubah kondisi-kondisi kimiawi.
4. Tetrahedron memiliki sifat dasar jaringan yang lebih lebar dibanding susunan kumpulan
molekuler yang terdekat. Mereka membentuk kumpulan satu, dua, empat dan delapan molekul. Pada temperatur tinggi kumpulan molekul satu dan dua lebih dominan; sementara itu dengan turunnya temperatur, tandan (cluster) yang lebih besarlah yang akan dominan. Tandan yang lebih besar mengisi ruang yang lebih kecil daripada jumlah molekul yang sama dengan tandan yang lebih kecil. Akibatnya, kerapatan (densitas) air mencapai nilai maksimumnya pada temperatur 4oC.
Ketika membeku, seluruh molekul air membentuk tetrahedron yang mengakibatkan adanya ekspansi volume secara tiba-tiba, yaitu dengan berkurangnya densitas. Oleh karena itu, air pada fasa padat jauh lebih ringan daripada air pada fasa cair, dimana hal ini merupakan sifat yang jarang kita dapati. Akibatnya:
1. Es akan mengambang. Hal ini penting untuk kehidupan di danau air tawar, karena es
berperan sebagai penyekat terhadap pelepasan energi panas (heat) sehingga pembekuan air dari permukaan hingga ke dasar tidak akan terjadi.
2. Densitas menurun secara cepat pada saat titik beku air tercapai. Ekspansi yang terjadi pada
saat membeku merupakan penyebab utama dalam pelapukan batuan.
3. Titik beku berkurang di bawah tekanan, akibatnya pencairan terjadi pada dasar glacier yang
memudahan terjadinya aliran glacier.
4. Rantai hidrogen putus di bawah tekanan, sehingga es di bawah tekanan akan menjadi plastis, akibatnya daratan es di Antartika dan Artik mengalir melepaskan gunung es di bagian terluarnya. Tanpa proses ini, maka semua air akan menjadi es di daerah kutub.
2. Salinitas
Seperti telah disebutkan di atas, air laut mengandung 3,5% garam-garaman, gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut. Keberadaan garam-garaman mempengaruhi sifat fisis air laut (densitas, kompresibilitas, titik beku, temperatur dimana densitas menjadi maksimum) beberapa tingkat tetapi tidak menentukannya. Beberapa sifat (viskositas, daya serap cahaya) tidak terpengaruh secara signifikan oleh salinitas. Dua sifat yang sangat ditentukan oleh jumlah garam di laut adalah daya hantar listrik (konduktivitas) dan tekanan osmosis. Garam-garaman utama yang terdapat dalam air laut adalah klorida (55%), natrium (31%), sulfat (8%), magnesium (4%), kalsium (1%), potasium (1%) dan sisanya (kurang dari 1%) teridiri dari bikarbonat, bromida, asam borak, strontium dan florida. Tiga sumber utama dari garam-garaman di laut adalah pelapukan batuan di darat, gas-gas vulkanik dan sirkulasi lubang-lubang hidrotermal (hydrothermal vents) di laut dalam.
Secara ideal, salinitas merupakan jumlah dari seluruh garam-garaman dalam gram pada setiap kilogram air laut. Secara praktis, untuk mengukur salinitas adalah susah, oleh karena itu penentuan harga salinitas dilakukan dengan meninjau komponen yang terpenting saja yaitu klorida (Cl). Kandungan klorida ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah dalam gram ion klorida pada satu kilogram air laut jika semua halogen digantikan oleh klorida. Penetapan ini mencerminkan proses kimiawi titrasi untuk menentukan kandungan klorida.
Salinitas ditetapkan pada tahun 1902 sebagai jumlah total dalam gram bahan-bahan terlarut dalam satu kilogram air laut jika semua karbonat dirubah menjadi oksida, semua bromida dan yodium dirubah menjadi klorida dan semua bahan-bahan organik dioksidasi. Selanjutnya hubungan antara salinitas dan klorida ditentukan melalui suatu rangkaian pengukuran dasar laboratorium berdasarkan pada sampel air laut di seluruh dunia dan dinyatakan sebagai:
S (o/oo) = 0.03 +1.805 Cl (o/oo) (1902)
Lambang o/oo (dibaca per mil) adalah bagian per seribu. Kandungan garam 3,5% sebanding dengan 35o/oo atau 35 gram garam di dalam satu kilogram air laut.
Persamaan tahun 1902 di atas akan memberikan harga salinitas sebesar 0,03o/oo jika klorinitas sama dengan nol dan hal ini sangat menarik perhatian dan menunjukkan adanya masalah dalam sampel air yang digunakan untuk pengukuran laboratorium. Oleh karena itu, pada tahun 1969 UNESCO memutuskan untuk mengulang kembali penentuan dasar hubungan antara klorinitas dan salinitas dan memperkenalkan definisi baru yang dikenal sebagai salinitas absolut dengan rumus:
S (o/oo) = 1.80655 Cl (o/oo) (1969)
Namun demikian, dari hasil pengulangan definisi ini ternyata didapatkan hasil yang sama dengan definisi sebelumnya.
Definisi salinitas ditinjau kembali ketika tekhnik untuk menentukan salinitas dari pengukuran konduktivitas, temperatur dan tekanan dikembangkan. Sejak tahun 1978, didefinisikan suatu satuan baru yaitu Practical Salinity Scale (Skala Salinitas Praktis) dengan simbol S, sebagai rasio dari konduktivitas. "Salinitas praktis dari suatu sampel air laut ditetapkan sebagai rasio dari konduktivitas listrik (K) sampel air laut pada temperatur 15oC dan tekanan satu standar atmosfer terhadap larutan kalium klorida (KCl), dimana bagian massa KCl adalah 0,0324356 pada temperatur dan tekanan yang sama. Rumus dari definisi ini adalah:
S = 0.0080 - 0.1692 K1/2 + 25.3853 K + 14.0941 K3/2 - 7.0261 K2 + 2.7081 K5/2
Sebagai catatan: dari penggunaan definisi baru ini, dimana salinitas dinyatakan sebagai rasio, maka satuan o/oo tidak lagi berlaku, nilai 35o/oo berkaitan dengan nilai 35 dalam satuan praktis. Beberapa oseanografer menggunakan satuan "psu" dalam menuliskan harga salinitas, yang merupakan singkatan dari "practical salinity unit". Karena salinitas praktis adalah rasio, maka sebenarnya ia tidak memiliki satuan, jadi penggunaan satuan "psu" sebenarnya tidak mengandung makna apapun dan tidak diperlukan. Pada kebanyakan peralatan yang ada saat ini, pengukuran harga salinitas dilakukan berdasarkan pada hasil pengukuran konduktivitas.
Salinitas di daerah subpolar (yaitu daerah di atas daerah subtropis hingga ke mendekati kutub) rendah di permukaan dan bertambah secara tetap (monotonik) terhadap kedalaman. Di daerah subtropis (atau semi tropis, yaitu daerah antara 23,5o - 40oLU atau 23,5o - 40oLS) salinitas di permukaan lebih besar daripada di kedalaman akibat besarnya evaporasi (penguapan). Di kedalaman sekitar 500 sampai 1000 meter harga salinitasnya rendah dan kembali bertambah secara monotonik terhadap kedalaman. Sementara itu, di daerah tropis salinitas di permukaan lebih rendah daripada di kedalaman akibatnya tingginya presipitasi (curah hujan) ( lihat gambar).
3. Temperatur
Dalam oseanografi dikenal dua istilah untuk menentukan temperatur air laut yaitu temperatur dan temperatur potensial. Temperatur adalah sifat termodinamis cairan karena aktivitas molekul dan atom di dalam cairan tersebut. Semakin besar aktivitas (energi), semakin tinggi pula temperaturnya. Temperatur menunjukkan kandungan energi panas. Energi panas dan temperatur dihubungkan oleh energi panas spesifik. Energi panas spesifik sendiri secara sederhana dapat diartikan sebagai jumlah energi panas yang dibutuhkan untuk menaikkan temperatur dari satu satuan massa fluida sebesar 1o. Jika kandungan energi panas nol (tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam fluida) maka temperaturnya secara absolut juga nol (dalam skala Kelvin). Jadi nol dalam skala Kelvin adalah suatu kondisi dimana sama sekali tidak ada aktivitas atom dan molekul dalam suatu fluida. Temperatur air laut di permukaan ditentukan oleh adanya pemanasan (heating) di daerah tropis dan pendinginan (cooling) di daerah lintang tinggi. Kisaran harga temperatur di laut adalah -2o s.d. 35oC.
Tekanan di dalam laut akan bertambah dengan bertambahnya kedalaman. Sebuah parsel air yang bergerak dari satu level tekanan ke level tekanan yang lain akan mengalami penekanan (kompresi) atau pengembangan (ekspansi). Jika parsel air mengalamai penekanan secara adiabatis (tanpa terjadi pertukaran energi panas), maka temperaturnya akan bertambah. Sebaliknya, jika parsel air mengalami pengembangan (juga secara adiabatis), maka temperaturnya akan berkurang. Perubahan temperatur yang terjadi akibat penekanan dan pengembangan ini bukanlah nilai yang ingin kita cari, karena di dalamnya tidak terjadi perubahan kandungan energi panas. Untuk itu, jika kita ingin membandingkan temperatur air pada suatu level tekanan dengan level tekanan lainnya, efek penekanan dan pengembangan adiabatik harus dihilangkan. Maka dari itu didefinisikanlah temperatur potensial, yaitu temperatur dimana parsel air telah dipindahkan secara adiabatis ke level tekanan yang lain. Di laut, biasanya digunakan permukaan laut sebagai tekanan referensi untuk temperatur potensial. Jadi kita membandingkan harga temperatur pada level tekanan yang berbeda jika parsel air telah dibawa, tanpa percampuran dan difusi, ke permukaan laut. Karena tekanan di atas permukaan laut adalah yang terendah (jika dibandingkan dengan tekanan di kedalaman laut yang lebih dalam), maka temperatur potensial (yang dihitung pada tekanan permukaan) akan selalu lebih rendah daripada temperatur sebenarnya.
Satuan untuk temperatur dan temperatur potensial adalah derajat Celcius. Sementara itu, jika temperatur akan digunakan untuk menghitung kandungan energi panas dan transpor energi panas, harus digunakan satuan Kelvin. 0oC = 273,16K. Perubahan 1oC sama dengan perubahan 1K. Seperti telah disebutkan di atas, temperatur menunjukkan kandungan energi panas, dimana energi panas dan temperatur dihubungkan melalui energi panas spesifik. Energi panas persatuan volume dihitung dari harga temperatur menggunakan rumus Q = densitas*energi panas specifik*temperatur (temperatur dalam satuan Kelvin). Jika tekanan tidak sama dengan nol, perhitungan energi panas di lautan harus menggunakan temperatur potensial. Satuan untuk energi panas (dalam mks) adalah Joule. Sementara itu, perubahan energi panas dinyatakan dalam Watt (Joule/detik). Aliran (fluks) energi panas dinyatakan dalam Watt/meter2 (energi per detik per satuan luas).
4. Konduktivitas
Konduktivitas air laut bergantung pada jumlah ion-ion terlarut per volumenya dan mobilitas ion-ion tersebut. Satuannya adalah mS/cm (milli-Siemens per centimeter). Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan bertambahnya salinitas sebesar 0,01, temperatur sebesar 0,01 dan kedalaman sebesar 20 meter. Secara umum, faktor yang paling dominan dalam perubahan konduktivitas di laut adalah temperatur.
5. Densitas
Densitas merupakan salah satu parameter terpenting dalam mempelajari dinamika laut. Perbedaan densitas yang kecil secara horisontal (misalnya akibat perbedaan pemanasan di permukaan) dapat menghasilkan arus laut yang sangat kuat. Oleh karena itu penentuan densitas merupakan hal yang sangat penting dalam oseanografi. Lambang yang digunakan untuk menyatakan densitas adalah
Densitas air laut bergantung pada temperatur (T), salinitas (S) dan tekanan (p). Kebergantungan ini dikenal sebagai persamaan keadaan air laut (Equation of State of Sea Water):
ρ = ρ(T,S,p)
Penentuan dasar pertama dalam membuat persamaan di atas dilakukan oleh Knudsen dan Ekman pada tahun 1902. Pada persamaan mereka, ρ dinyatakan dalam g cm-3. Penentuan dasar yang baru didasarkan pada data tekanan dan salinitas dengan kisaran yang lebih besar, menghasilkan persamaan densitas baru yang dikenal sebagai Persamaan Keadaan Internasional (The International Equation of State, 1980). Persamaan ini menggunakan temperatur dalam oC, salinitas dari Skala Salinitas Praktis dan tekanan dalam dbar (1 dbar = 10.000 pascal = 10.000 N m-2). Densitas dalam persamaan ini dinyatakan dalam kg m-3. Jadi, densitas dengan harga 1,025 g cm-3 dalam rumusan yang lama sama dengan densitas dengan harga 1025 kg m-3 dalam Persamaan Keadaan Internasional.
Densitas bertambah dengan bertambahnya salinitas dan berkurangnya temperatur, kecuali pada temperatur di bawah densitas maksimum. Densitas air laut terletak pada kisaran 1025 kg m-3 sedangkan pada air tawar 1000 kg m-3. Oseanografer biasanya menggunakan lambang σt (huruf Yunani sigma dengan subskrip t, dan dibaca sigma-t) untuk menyatakan densitas air laut. dimana σt = ρ - 1000 dan biasanya tidak menggunakan satuan (seharusnya menggunakan satuan yang sama dengan ρ). Densitas rata-rata air laut adalah σt = 25 (lihat gambar). Aturan praktis yang dapat kita gunakan untuk menentukan perubahan densitas adalah: σt berubah dengan nilai yang sama jika T berubah 1oC, S 0,1, dan p yang sebanding dengan perubahan kedalaman 50 m.
Perlu diperhatikan bahwa densitas maksimum terjadi di atas titik beku untuk salinitas di bawah 24,7 dan di bawah titik beku untuk salinitas di atas 24,7. Hal ini mengakibatkan adanya konveksi panas.
* S < 24.7: air menjadi dingin hingga dicapai densitas maksimum, kemudian jika air permukaan menjadi lebih ringan (ketika densitas maksimum telah terlewati) pendinginan terjadi hanya pada lapisan campuran akibat angin (wind mixed layer) saja, dimana akhirnya terjadi pembekuan. Di bagian kolam (basin) yang lebih dalam akan dipenuhi oleh air dengan densitas maksimum.
* S > 24.7: konveksi selalu terjadi di keseluruhan badan air. Pendinginan diperlambat akibat adanya sejumlah besar energi panas (heat) yang tersimpan di dalam badan air. Hal ini terjadi karena air mencapai titik bekunya sebelum densitas maksimum tercapai.
c. Sirkulasi Laut
Sirkulasi laut adalah pergerakan massa air di laut. Sirkulasi laut di permukaan dibangkitkan oleh stres angin yang bekerja di permukaan laut dan disebut sebagai sirkulasi laut yang dibangkitkan oleh angin (wind driven ocean circulation). Selain itu, ada juga sirkulasi yang bukan dibangkitkan oleh angin yang disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation) dan sirkulasi akibat pasang surut laut. Sirkulasi termohalin dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas air laut. Istilah termohalin sendiri berasal dari dua kata yaitu thermo yang berarti temperatur dan haline yang berarti salinitas. Penamaan ini diberikan karena densitas air laut sangat dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Sementara itu, sirkulasi laut akibat pasang surut laut disebabkan oleh adanya perbedaan distribusi tinggi muka laut akibat adanya interaksi bumi, bulan dan matahari.
Sirkulasi di permukaan membawa massa air laut yang hangat dari daerah tropis menuju ke daerah kutub. Di sepanjang perjalanannya, energi panas yang dibawa oleh massa air yang hangat tersebut akan dilepaskan ke atmosfer. Di daerah kutub, air menjadi lebih dingin pada saat musim dingin sehingga terjadi proses sinking (turunnnya massa air dengan densitas yang lebih besar ke kedalaman). Hal ini terjadi di Samudera Atlantik Utara dan sepanjang Antartika. Air laut dari kedalaman secara perlahan-lahan akan kembali ke dekat permukaan dan dibawa kembali ke daerah tropis, sehingga terbentuklah sebuah siklus pergerakan massa air yang disebut Sabuk Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt). Semakin efisien siklus yang terjadi, maka akan semakin banyak pula energi panas yang ditransfer dan iklim di bumi akan semakin hangat.
Akibat bumi yang berotasi, maka aliran massa air (arus) yang terjadi akan dibelokkan ke arah kanan di belahan bumi utara (BBU) dan ke kiri di belahan bumi selatan (BBS). Efek ini dikenal sebagai gaya semu Coriolis. Pembelokkan ini menjadikan tinggi dan rendahnya elevasi muka laut berbanding secara langsung dengan kecepatan arus permukaan. Perubahan elevasi muka laut yang diakibatkan aliran massa air ini disebut sebagai topografi laut dan saat ini dapat diamati dengan menggunakan satelit TOPEX/Poseidon. Dengan bantuan data dari satelit ini, maka para ahli dapat memetakan pola arus laut global.
Variasi yang terjadi pada sirkulasi laut mengakibatkan variasi pada transpor energi panas dan pola musim. Seperti diketahui bahwa laut memiliki peranan yang sangat penting dalam mendsitribusikan energi panas dari daerah ekuator ke daerah kutub karena kemampuan air untuk menyimpan energi panas dalam waktu yang sangat lama (bandingkan dengan tanah yang cepat menjadi dingin ketika matahari sudah tidak menyinarinya lagi). Hal ini menjadi bagian yang sangat vital dalam menentukan pola cuaca/iklim di bumi. Menurut penelitian yang dilakukan di University of Bern dengan menggunakan model iklim dengan perata-rataan ke arah zonal (zonally averaged climate model), pemanasan global yang terjadi saat ini akibat adanya efek gas rumah kaca bisa merubah dan bahkan mematikan sabuk sirkluasi laut global (Stocker and Schmittner, 1997). Pembahasan lebih rinci tentang hal ini dapat dilihat di bagian laut dan iklim.
d. Angin
Angin (wind) adalah pergerakan masa udara yang disebabkan karena adanya perbedaan tekanan dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Atau bisa dikatakan juga bahwa angin terjadi karena adanya perbedaan suhu/temperatur yaitu angin bergerak dari temperatur rendah ke temperatur tinggi.Meskipun pada kenyataan angin tidak dapat dilihat bagaimana wujudnya, namun masih dapat diketahui keberadaannya melalui efek yang ditimbulkan pada benda – benda yang mendapat hembusan angin. Seperti ketika kita melihat dahan – dahan pohon bergerak atau bendera yang berkibar kita tahu bahwa ada angin yang berhembus. Dari mana angin bertiup dan berapa kecepatannya dapat diketahui dengan menggunakan alat – alat pengukur angin. Alat–alat pengukur angin tersebut adalah :
1. Anemometer, yaitu alat yang mengukur kecepatan angin.
2. Wind vane, yaitu alat untuk mengetahui arah angin.
3. Windsock, yaitu alat untuk mengetahui arah angin dan memperkirakan besar kecepatan angin. Biasanya ditemukan di bandara – bandara.
Selain dengan menggunakan alat–alat pengukur angin, arah dan kecepatan angin juga dapat diukur/diperkirakan dengan menggunakan tabel Skala Beaufort.
e. Gelombang
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti-hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi-sepoi pada cuaca yang tenang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadai badai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar. Susunan gelombangdi laut baik bentuk maupun macamnya sangat bervariasi dan kompleks, sehingga mengakibatkan mereka ini hamper tidak dapat diuraikan. Bagian-bagian gelombang adalah:
a. Crest: titik tertinggi (puncak) gelombang
b. Trough: titik terendah (lembah) gelombang
c. Wave height: jarak vertikal antara crest dan trough
d. Panjang gelombang (wavelength): jarak berturut-turut antara dua buah crest atau dua buah trough
e. Periode gelombang (wave period): waktu yang dibutuhkan crest untuk kembali pada titik semula secara berturut-turut
f. Kemiringan gelombang (wave steepness): perbandingan antara panjang gelombang dengan tinggi gelombang.
Angin yang bertiup diatas permukaan laut merupakan pembangkit utama gelombang. Bentuk gelombang yang dihasilkan cenderung tidak tertentu dan tergantung pada bermacam-macam sifat seperti tinggi, periode dimana daerah yang yang dibentuk. Kenyataanya gelombang kebanyakan berjalan pada jarak yang luas, sehingga mereka bergerak makin jauh dari tempat aslinya dan tidak lagi dipengaruhi langsung oleh angin, maka mereka akan berbentuk lebih teratur. Bentuk ini dikenal sebagai swell.
Sifat-sifat gelombang dipengaruhi oleh tiga bentuk angin, yaitu:
a. Kecepatan angin. Umunya makin kencang angin yang bertiup maka besar gelombang yang terbentuk dan gelombang ini mempunyai kecepatan yang tinggi dan panjang gelombang yang besar. Tetapi gelombang yang terbentuk dengan cara ini puncaknya kurang curam dengan dibandingkan dengan yang dibangkitkan oleh angin yang berkecepatan lebih lemah.
b. Waktu dimana angin sedang bertiup. Tinggi, kecepatan dan panjang gelombang seluruhnya cenderung untuk meningkat sesuai dengan meningkatnya waktu pada saat angin pembangkit gelombang mulai bertiup.
c. Jarak tanpa rintangan dimana angin sedang bertiup (fetch). Pentingnya fetch dapat digambarkan dengan membandingkan gelombang yang terbentuk pada kolom air yang relative kecil.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar