Kamis, 07 Januari 2010

Thermoheline II

1. Arus Permukaan Laut di Samudera (Surface Circulation)
Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan Bumi melintasi zona-zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin.
Pola umum arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal. Interaksi berbagai variabel itu menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit.
Arus di samudera bergerak secara konstan. Arus tersebut bergerak melintasi samudera yang luas dan membentuk aliran yang berputar searah gerak jarum jam di Belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere), dan berlawanan arah gerak jarum jam di Belahan Bumi Selatan (Southern Hemisphere). Pola umum sirkulasi arus global dapat dilihat dalam Gambar 1.
Karena gerakannya yang terus menerus itu, massa air laut mempengaruhi massa udara yang ditemuinya dan merubah cuaca dan iklim di seluruh dunia.

Secara umum, arus permukaan dibangkitkan oleh angin permukaan dan bergerak searah jarum jam di belahan bumi utara (BBU) dan berlawanan arah jarum jam di belahan bumi selatan (BBS). Sementara itu arus bawah permukaan biasanya dibangkitkan oleh adanya gradien densitas dan temperatur dan biasa disebut sebagai arus termohalin.
Arus permukaan (surface circulation) tidak akan terlepas dari karakteristik atmosfir yang ada di atas permukaan laut. Kombinasi dari rotasi bumi pada porosnya dan posisi matahari yang berubah secara periodik memberikan pemanasan yang berbeda di permukaan bumi (Gambar 2).

Gambar 2
Sebaran suhu muka laut (SST) pada bulan Januari 1991 (NOAA)

Suhu muka laut di daerah lintang rendah atau daerah tropis lebih panas (ditandai dengan warna merah) dibandingkan dengan lintang rendah atau daerah-daerah mendekati kutub (ditandai dengan warna biru). Penerimaan panas yang berbeda tersebut membuat tekanan udara di atasnya juga menghasilkan tekanan udara yang berbeda pula. Tekanan udara yang lebih tinggi dijumpai pada lintang 23,5o L.U dan 23,5o L.S. , sedangkan di daerah tropis yang bersuhu panas memiliki tekanan udara rendah.
Gambar 3 menggambarkan posisi daerah-daerah bertekanan udara tinggi dan bertekanan udara rendah, serta pola umum pergerakan angin permukaan. Angin atau udara bergerak dari daerah bertekanan udara tinggi (23,5o L.U. dan L.S.) ke daerah bertekanan udara rendah (daerah tropis atau ekuator), daerah tujuan angin dari dua subtropic high di ekuator dikenal sebagai daerah intertropical convergence (doldrums).


Gambar 3
Pola umum sirkulasi udara (angin) dan pusat-pusat tekanan udara rendah dan tinggi (Open University, 1989).
Pola umum angin permukaan rata-rata untuk bulan Juli dan Januari dihitung dari sejumlah data (tahun 1980-1989). Pola angin permukaan di bagian utara dan selatan ekuator bergerak dari lintang 23,5o L.U. dan L.S. Di laut selatan sekitar lintang 60o L.S. angin permukaan tampak bergerak ke timur dengan kecepatan tinggi baik pada bulan Juli maupun pada bulan Januari (Gambar 4).


Angin permukaan rata-rata untuk bulan Juli (panel atas) dan Januari (panel bawah), dihitung dari data cuaca dari tahun 1980-1989 (Stewart, 2000). Di daerah antara lintang 23,5o dan 60o L.U. baik di Samudera Pasifik maupun Atlantik pola angin membentuk aliran melingkar atau eddys beskala besar bergerak anticyclonic yang dikenal dengan nama gyre. Di Pasifik Utara dikenal dengan sebutan North Pacific Gyre, di Atlantik Utara adalah North Atlantik Gyre. Sebaliknya juga terjadi di belahan bumi selatan yang masing-masing dikenal sebagai South Pacific Gyre dan South Atlantic Gyre (Gambar 4).

2. Pola Umum Arus Permukaan
Arus permukaan yang dibangkitkan oleh angin melalui suatu proses transfer energi dari energi angin menjadi energi gerak, proses ini terjadi dalam bentuk tegangan geser yang disebabkan oleh angin (sea surface wind stress). Besar tegangan geser ini bergantung kepada besar kecilnya kecepatan angin, kekasaran permukaan laut dan densitas udara.

Gambar 5.1
Pola umum arus permukaan laut yang terutama digerakkan oleh angin permukaan (Open University, 1989) .
Bila Gambar 5 disandingkan dengan Gambar 4 maka dapat terlihat dengan jelas bahwa pola umum arus permukaan laut hampir sama dengan pola aliran angin permukaan. Nama-nama arus permukaan yang ditulis pada peta tersebut umumnya dikaitkan dengan nama tempat dimana arus tersebut melintas atau mengalir, misalnya arus permukaan yang bergerak ke arah ekuator di pantai barat California disebut dengan California Current, arus yang bergerak ke utara menuju ekuator di sepanjang pantai barat peru disebut dengan Peru Current. Contoh-contoh arus permukaan lainya dapat dilihat pada Gambar 5.
Terdapat terdapat tiga macam bentuk arus permukaan. Perlu dijelaskan bahwa sebenarnya di laut masih terdapat banyak arus-arus lain yang lebih kecil yang terdapat di daerah-daerah tertentu. Tiga macam arus tersebut adalah :
1. Arus yang mengelilingi daerah kutub selatan (Antartic Circumpolar Current) yang terdapat pada telak lintang 600 Selatan.
2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur, tetapi dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat, baik di belahan bumi utara maupun di belahan bumi selatan.
3. Daerah subtropical ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal sebagai gyre. Aliran air yang terdapat di belahan bumi utara mengalir searah jarum jam, sedangkan yang terdapat di belahan bumi selatan mengalir berlawanan dengan arah jarum jam. Arus gyre disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang membelokkan arah arus akibat dari rotasi bumi.

Gambar 5.2 Gyre
3. Ekman Spiral
Tubrukan antar molekul udara dan tubrukan antar molekul air di lapisan permukaan laut karena angin menimbulkan gesekan di lapisan permukaan laut akhirnya menyebabkan arus permukaan. Pergerakan mass air permukaan diikuti oleh massa air yang berada di lapisan bawah akibat adanya gaya friksi bekerja. Bila angin mengalir secara konstan dan dalam waktu lama, maka gerakan massa air atau arus ini terjadi sampai di kolom air laut yang lebih dalam. Oleh karena sumber kekuatan angin semakin dalam semakin melemah, maka kekuatan arus juga melemah. Disamping kecepatan arus yang melemah, arah arus juga mengalami perubahan dengan bertambahnya kedalaman. Deviasi ini diakibatkan oleh adanya pengaruh Coriolis. Di belahan bumi utara gerakan air di permukaan dibelokkan ke kanan terhadap arah aliran angin (Gambar 6).
Penurunan kecepatan arus dengan bertambahnya kedalaman dan pembelokan arah arus dari permukaan sampai ke kolom air yang lebih dalam terjadi pegeseran dari lapisan satu ke lapisan berikutnya yang lebih dalam sehingga gerakan arus tampak seperti spiral. Pola aliran berdasarkan kedalaman yang dibangkitkan oleh angin dan dipengaruhi oleh coriolis seperti dijelaskan diatas dikenal dengan Ekman spiral. Pemberian nama ini sebagai tanda penghargaan terhadap fisikawan Skandinavia yang bernama V. Walfrid Ekman yaitu orang yang pertama kali menjelaskan fenomena ini. Kecepatan arus di kolom dimana pengaruh angin sudah tidak ada adalah 4% dari kecepatan arus di
permukaan, arahnya juga berlawanan dengan arah arus permukaan akibat dari gerakan arus yang berbentuk spiral. Kedalaman Ekman spiral ini dapat mencapai kedalaman 100 m sampai 200 m bergantung kepada kekuatan angin. Ekman juga menhitung total transport massa air yang terjadi di seluruh kolom Ekman spiral, yakni rata-rata dari seluruh kecepatan pada kolom Ekman spiral. Arah transport massa air tegak lurus ke kanan terhadap arah angin di belahan bumi utara dan tegak lurus kekiri terhadap arah angin di belahan bumi selatan.


Gambar 6
Perubahan arah dan kecepatan arus berdasarkan kedalaman atau Ekman spiral.

Transpor Ekman (Ekman Transport) merupakan fenomena penting dan menentukan berbagai tipe arus di lapisan permukaan. Sebagai contoh, bila angin berhembus ke utara sejajar garis pantai di sisi barat samudera (sisi timur benua) di belahan bumi utara, maka transport Ekman membawa massa air menjauhi pantai, sehingga massa air di lapisan bawah mengisi kekosongan massa air di permukaan atau terjadi coastal upwelling (Gambar 7a), sebaliknya akan terjadi
downwellin(Gambar 7b).


(a) (b)
Gambar 7.
Coastal upwelling sebagai contoh dari Ekman transpor, (a) upwelling dan (b)
downwelling.


Gambar 8






Menurut Gross 1972, arus merupakan gerakan horizontal atau vertikal dari massa air menuju kestabilan yang terjadi secara terus menerus. Gerakan yang terjadi merupakan hasil resultan dari berbagai macam gaya yang bekerja pada permukaan, kolom, dan dasar perairan. Hasil dari gerakan massa air adalah vector yang mempunyai besaran kecepatan dan arah. Ada dua jenis gaya yang bekerja yaitu eksternal dan internal Gaya eksternal antara lain adalah gradien densitas air laut, gradient tekanan mendatar dan gesekan lapisan air (Gross,1990)
3. Peranan Laut Dalam Perkembangan Iklim Global.
Lautan yang luasnya hampir 70 persen luas permukaan bumi sangatlah memainkan peranan penting dalam menentukan iklim dan cuaca. Pengaruh–pengaruh besar dari perubahan iklim terhadap laut dan pesisirnya termasuk kenaikan permukaan air laut yang mengakibatkan sering terjadi banjir dan memperburuk erosi di pesisir pantai dan membawa dampak negatif terhadap habitat pesisir, pelabuhan, perkapalan, bangunan di tepi pantai dan juga ancaman terhadap kelangsungan hidup manusia. Akibat lainnya dari perubahan iklim akan sangat besar pengaruhnya terhadap jasa komersil yang disediakan oleh laut. Perikanan dan peternakan ikan juga akan ikut terpengaruh dengan perubahan suhu dan persediaan plankton.
Sudah lama dikenal bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan, luas negara lebih besar lautnya dibanding daratan. Posisi Indonesia yang berada di persimpangan Samudra Hindia dan Pasifik menjadikan posisi yang sangat penting dari segi kelautan. Karena laut Indonesia merupakan tempat alur pertukaran masa air dari kedua samudra tersebut.

Gambar 9
Peranan arus lintas Indonesia (ARLINDO) atau “Indonesian Through Flow” menempati peran yang penting dalam perkembangan iklim dunia. hal ini dikarenakan perairan nusantara merupakan pintu perlintasan pertukaran massa air dari samudera Pasifik menuju samudera Hindia. Siklus yang terjadi sebagai bagian dari “Great Ocean Conveyor Belt” yaitu siklus global pergerakan lautan dunia. Arti penting siklus global perairan laut adalah peranannya terhadap perkembangan dan perubahan iklim dunia.

Gambar 10
Dengan mengamati diagram disamping, tampak perputaran massa air antara 3 samudera (Pasifik, Hindia, dan Atlantik). Selama proses siklus tersebut, ’sabuk’ raksasa tersebut terbagi atas 2 perbedaan mendasar yaitu shallow current (arus atas) dan deep current (arus bawah).
Disini jelas terlihat bahwa salah satu faktor penggerak siklus global tersebut adalah gradien temperatur. Dalam hal ini arus permukaan (shallow current) membawa panas menuju daerah kutub untuk kemudian panas ini akan dilepaskan dengan cara interaksinya dengan perairan kutub ataupun terjadi pelepasan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Setelah massa air yang jumlahnya maha besar tersebut telah berhasil ‘didinginkan’ melalui mekanisme Thermohaline Ventilation, maka selanjutnya akan bergerak turun ke kedalaman menuju dasar laut untuk kemudian akan berputar kembali ke arah Pasifik merayap di dasar lautan sehingga disebut arus bawah (deep current). Massa air ini akan terpecah menjadi 2 jalur, sebagian bergerak muncul kembali ke permukaan di samudera Hindia dan sebagian bergerak menuju Pasifik melalui Australia. Kemunculan massa air tersebut karena terjadi penurunan densitas akibat temperaturnya meningkat.

Gambar 11
Ketika air dari Pasifik berhasil mencapai Atlantik, maka di daerah ambang (ridge) yang terletak antara Greenland dan Skotlandia akan terjadi penurunan tinggi permukaan laut akibat meningkatnya densitas dan salinitas. Sehingga hal ini akan menggerakkan aliran massa air menuju Mediterania dengan dibantu oleh tekanan (Barotropic pressure gradient).

Gambar 12
Setelah berada di wilayah Mediterania, maka akan terjadi proses pendinginan dan brine rejection atau semacam penurunan kadar garam. Proses yang berlangsung merupakan stratifikasi massa air mulai dari salinitas, temperatur, dan densitasnya, disebut ‘thermohaline ventilation‘. Setelah melewati tahap ini maka massa air akan bergerak turun ke kedalaman yang sesuai dengan densitasnya, biasanya digolongkan menjadi lapisan pertengahan (intermediate water, siklusnya berlangsung sekitar ratusan tahun) dan lapisan dalam (deep water, siklusnya sekitar ribuan tahun). Karena adanya tekanan akibat peningkatan densitas, maka di kedalaman terjadi tekanan untuk bergerak melewati ambang (ridge), kekuatan ini (boroclinic pressure gradient) memaksa air bergerak menyusuri ridge untuk kemudian kembali menuju pasifik.
Disini jelas terlihat bahwa salah satu faktor penggerak siklus global tersebut adalah gradien temperatur. Dalam hal ini arus permukaan (shallow current) membawa panas menuju daerah kutub untuk kemudian panas ini akan dilepaskan dengan cara interaksinya dengan perairan kutub ataupun terjadi pelepasan ke atmosfer dalam bentuk uap air. Setelah massa air yang jumlahnya maha besar tersebut telah berhasil ‘didinginkan’ melalui mekanisme Thermohaline Ventilation, maka selanjutnya akan bergerak turun ke kedalaman menuju dasar laut untuk kemudian akan berputar kembali ke arah Pasifik merayap di dasar lautan sehingga disebut arus bawah (deep current). Massa air ini akan terpecah menjadi 2 jalur, sebagian bergerak muncul kembali ke permukaan di samudera Hindia dan sebagian bergerak menuju Pasifik melalui Australia. Kemunculan massa air tersebut karena terjadi penurunan densitas akibat temperaturnya meningkat.
Maka dapat dipahami bahwa lautan memegang peranan kunci dalam pemahaman perubahan iklim global. Laut berperan dalam membentuk keseimbangan temperatur global dunia. Ketika temperatur bumi makin meningkat tentu hal ini akan memberikan berbagai akibat (multiple effect) bagi kelangsungan siklus global laut, karena temperatur merupakan faktor utama penggerak siklus ini.
Great Ocean Conveyor Belt sejatinya merupakan Thermohaline Circulation (THC), yaitu merujuk pada faktor penggerak yang membentuk siklus global tersebut. THC terjadi karena dorongan perbedaan densitas air laut secara global sebagai akibat panas perbedaan temperatur permukaan (surface heat) dan masukan airtawar (freshwater fluxes) sehingga mempengaruhi kadar garam air laut.
Lapisan permukaan merupakan daerah yang sering terkena sinar matahari, sehingga temperaturnya akan lebih tinggi dibanding lapisan dibawahnya. Di sekitar perairan tropis, intensitasa cahaya matahari yang cukup intens membuat lapisan permukaan lautnya menjadi panas, dengan kadar garam yang relatif lebih tinggi dan dukungan dari pergerakan angin, maka terjadi pergerakan aliran massa air dari samudera Pasifik melewati samudera Hindia menuju Greenland melalui selatan Atlantik. Selama pergerakannya, massa air ini berada di lapisan atas karena densitasnya lebih rendah. Setelah mencapai daerah Atlantik, massa air tersebut akan menurun ke kedalaman dikarenakan temperaturnya menurun yang mengakibatkan densitasnya meningkat
• Iklim laut
Iklim laut sebagian besar ditentukan oleh temperaturnya, kadar garam, sirkulasi laut, dan juga pertukaran panas, air, dan gas (termasuk karbon dioksida) dengan atmosfir. Berfungsinya ekosistem laut sangatlah bergantung kepada perubahan dari iklim laut dan asidifikasi. Dengan sangat berhubungannya ekosistem laut melalui hubungan predator-mangsa dimana dampak langsung dari perubahan iklim laut akan berpengaruh kumulatif lewat rantai makanan. Sebagai contoh, kondisi suhu sekarang yang semakin memanas dan perubahan yang berhubungan dengan berkelimpahannya plankton dan distribusi geografi telah mengakibatkan berkurangnya persediaan mangsa ikan bagi beberapa “seabirds” (jenis burung yang hidup di daerah laut) sehingga seabirds telah terdaftar di U.S. National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) sebagai salah satu spesies laut yang terancam punah, begitu pula dengan seaturtles (kura–kura laut) salah satu makhluk tertua di bumi yang terancam punah akibat dari pemanasan global.
• Meningkatnya permukaan air laut
Menurut riset yang ada, pemanasan global dari efek rumah kaca dapat menaikan permukaan air laut hingga 5–200 cm untuk abad selanjutnya. Ketinggian air laut memang selalu berfluktuasi dengan perubahan dari temperatur global. Ketika zaman es dimana temperatur global sebesar 5 derajat Celsius lebih rendah dari sekarang, kebanyakan dari air laut terikat dalam gletser dan ketinggian permukaan air lautnya sekitar 100 meter lebih rendah dari sekarang. Tetapi, saat periode terakhir “interglacial” (100,000 tahun yang lalu), permukaan air laut lebih tinggi 6 meter dari sekarang dan temperaturnya berkisar 1 derajat Celsius lebih hangat dari sekarang.
Tren permukaan air laut global telah diestimasi dengan cara mengkombinasikan tren–tren dari “tidal stations” di seluruh dunia. Rekor-rekor ini memperlihatkan bahwa selama abad terakhir ini, permukaan air laut di seluruh dunia telah naik hingga 10–25 cm yang sebagian besar diakibatkan oleh pemanasan global dari abad terakhir.
Kenaikan permukaan air laut akan membanjiri rawa-rawa dan dataran rendah, mempercepat erosi dan memperburuk banjir di pesisir pantai, mengancam bangunan–bangunan di daerah pesisir, kehilangan kawasan wisata pantai yang indah dan juga meningkatkan salinitas (pencemaran kadar garam) di daerah sungai, teluk, dan air di dalam tanah (aquifers).
• Karbon dioksida (CO2) membuat “laut asam” (acid seas)
Hasil–hasil riset dari dekade terakhir telah membawa keprihatinan akan meningkatnya konsentrasi karbon dioksida di atmosfir yang akan mengakibatkan perubahan–perubahan pada sistem karbonat kimia di laut, dan perubahan–perubahan tersebut akan mempengaruhi beberapa proses biologi dan geokimia yang paling fundamental di laut. Laut tidak dapat lagi dihindari akan menjadi rusak. Yang belum dipahami masyarakat adalah, proses yang dikarenakan oleh meningkatnya pengeluaran karbon dioksida ini akan sangat besar pengaruhnya, bahkan sebelum akhir abad ini. Dalam 20 tahun ke depan, asidifikasi dari wilayah–wilayah laut yang luas pada belahan bumi selatan akan memprovokasi hilangnya organisme–organisme plankton tertentu. Fenomena yang lebih mengkhawatirkan dalam hal ini adalah terimbasnya flora dan fauna termasuk mata rantai pertama dalam rantai makanan di laut. Organisme laut yang kecil bisa sangat sensitif terhadap modifikasi–modifikasi pada lingkungannya. Migrasi yang terjadi sekarang ini dari beberapa plankton ke utara disebabkan oleh variasi suhu yang kurang dari 0.5 derajat Celcius pada permukaan air laut. Perpindahan dari plankton yang dicari ikan-ikan ini menjelaskan sebagian alasan akan berkurangnya persediaan dari jenis ikan tertentu yang dikonsumsi oleh manusia terutama ikan cod. Asidifikasi air laut dapat meningkatkan perpindahan–perpindahan plankton yang telah terjadi ini akan sangat berpengaruh terhadap ekonomi perikanan.
• Bencana besar bagi Terumbu Karang (Coral Reef)
Terumbu karang bergantung kepada alga bernama zooxanthellae untuk memberikan nutrisi dan warna yang cemerlang, tetapi jika terjadi perubahan suhu 1-2 derajat saja maka karang akan stres dan rawan terhadap penyakit, menyebabkan karang–karang tersebut memudar/memutih warnanya (bleaching) dan akhirnya mati.
Pada 2006, untuk pertama kalinya Bush Administration mengakui bahwa pemanasan global dapat membunuh terumbu karang sehingga dibuatlah kebijakan untuk menurunkan polusi yang disebabkan oleh perubahan iklim. Lembaga Perikanan di AS (The US National Marine Fisheries Service-NMFS) akhirnya mengeluarkan perintah bahwa dua jenis terumbu karang – elkhorn dan staghorn di Caribbean dan Teluk Florida harus didaftarkan sebagai “terancam” (endangered) di bawah undang–undang ESA (US Endangered Species Act) karena populasinya berkurang drastis sampai 80-98% yang disebabkan oleh naiknya suhu air laut dan ini adalah spesies pertama yang didaftarkan sebagai akibat dari pemanasan global.
Indonesia merupakan negara yang kaya akan terumbu karang -memiliki 500 spesies terumbu karang bahkan beberapa jenis terumbu karang tersebut adalah yang terkaya di dunia. Dengan garis pantai sepanjang 58,000 km, Indonesia memiliki setidaknya 2.6 juta Ha terumbu karang, atau sebesar 8% dari terumbu karang di dunia. Para ilmuwan mengkhawatirkan telah banyak terumbu karang di Indonesia yang rusak akibat penangkapan ikan secara besar-besaran dan juga polusi tetapi ancaman yang lebih mematikan sekarang ini yaitu: pemanasan global yang mana telah mengakibatkan “coral bleaching” (terumbu karang yang memudar, warnanya memutih) pada beberapa terumbu karang yang paling spektakuler di Sulawesi dan Bali – rumah bagi beberapa ikan eksotis seperti ikan badut (yang lebih dikenal dengan sebutan “Nemo”) dan juga “scorpion fish”.
Para pakar lingkungan mengatakan bahwa jika aktivitas industri tetap terus memproduksi gas-gas rumah kaca seperti saat ini dan tidak ada langkah-langkah yang cepat diambil untuk menghentikan kerusakan ini maka semua organisme–plankton, kerang laut dan terumbu-terumbu karang di dunia termasuk terumbu karang yang terbentang di sepanjang Nusantara sekitar 17,500 pulau dapat terancam punah dalam beberapa dekade ke depan. Ini adalah beberapa isu penting tentang perubahan iklim yang terjadi di laut yang disebabkan oleh polusi gas–gas rumah kaca, terutama karbon dioksida.
Maka dapat dipahami bahwa lautan memegang peranan kunci dalam pemahaman perubahan iklim global. Laut berperan dalam membentuk keseimbangan temperatur global dunia. Ketika temperatur bumi makin meningkat tentu hal ini akan memberikan berbagai akibat (multiple effect) bagi kelangsungan siklus global laut, karena temperatur merupakan faktor utama penggerak siklus ini.Laut Indonesia memiliki peran yang penting dalam pemahaman iklim global, karena letaknya berada pada jalur perlintasan siklus laut global tersebut. Maka ARLINDO (arus lintas Indonesia) menjadi penting untuk dipahami lebih jauh.
4. Sirkulasi Thermohalin
Sirkulasi laut adalah pergerakan massa air di laut. Sirkulasi laut di permukaan dibangkitkan oleh stres angin yang bekerja di permukaan laut dan disebut sebagai sirkulasi laut yang dibangkitkan oleh angin (wind driven ocean circulation). Selain itu, ada juga sirkulasi yang bukan dibangkitkan oleh angin yang disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation) dan sirkulasi akibat pasang surut laut. Sirkulasi termohalin dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas air laut. Istilah termohalin sendiri berasal dari dua kata yaitu thermo yang berarti temperatur dan haline yang berarti salinitas. Penamaan ini diberikan karena densitas air laut sangat dipengaruhi oleh temperatur dan salinitas. Sementara itu, sirkulasi laut akibat pasang surut laut disebabkan oleh adanya perbedaan distribusi tinggi muka laut akibat adanya interaksi bumi, bulan dan matahari.
Sirkulasi di permukaan membawa massa air laut yang hangat dari daerah tropis menuju ke daerah kutub. Di sepanjang perjalanannya, energi panas yang dibawa oleh massa air yang hangat tersebut akan dilepaskan ke atmosfer. Di daerah kutub, air menjadi lebih dingin pada saat musim dingin sehingga terjadi proses sinking (turunnnya massa air dengan densitas yang lebih besar ke kedalaman). Hal ini terjadi di Samudera Atlantik Utara dan sepanjang Antartika. Air laut dari kedalaman secara perlahan-lahan akan kembali ke dekat permukaan dan dibawa kembali ke daerah tropis, sehingga terbentuklah sebuah siklus pergerakan massa air yang disebut Sabuk Sirkulasi Laut Global (Global Conveyor Belt). Semakin efisien siklus yang terjadi, maka akan semakin banyak pula energi panas yang ditransfer dan iklim di bumi akan semakin hangat.
Akibat bumi yang berotasi, maka aliran massa air (arus) yang terjadi akan dibelokkan ke arah kanan di belahan bumi utara (BBU) dan ke kiri di belahan bumi selatan (BBS). Efek ini dikenal sebagai gaya semu Coriolis. Pembelokkan ini menjadikan tinggi dan rendahnya elevasi muka laut berbanding secara langsung dengan kecepatan arus permukaan. Perubahan elevasi muka laut yang diakibatkan aliran massa air ini disebut sebagai topografi laut dan saat ini dapat diamati dengan menggunakan satelit TOPEX/Poseidon. Dengan bantuan data dari satelit ini, maka para ahli dapat memetakan pola arus laut global.
Variasi yang terjadi pada sirkulasi laut mengakibatkan variasi pada transpor energi panas dan pola musim. Seperti diketahui bahwa laut memiliki peranan yang sangat penting dalam mendsitribusikan energi panas dari daerah ekuator ke daerah kutub karena kemampuan air untuk menyimpan energi panas dalam waktu yang sangat lama (bandingkan dengan tanah yang cepat menjadi dingin ketika matahari sudah tidak menyinarinya lagi). Hal ini menjadi bagian yang sangat vital dalam menentukan pola cuaca/iklim di bumi. Menurut penelitian yang dilakukan di University of Bern dengan menggunakan model iklim dengan perata-rataan ke arah zonal (zonally averaged climate model), pemanasan global yang terjadi saat ini akibat adanya efek gas rumah kaca bisa merubah dan bahkan mematikan sabuk sirkluasi laut global (Stocker and Schmittner, 1997). Pembahasan lebih rinci tentang hal ini dapat dilihat di bagian laut dan iklim.
Di lapisan permukaan pergerakan massa air terutama dibangkitkan oleh angina. Di perairan dalam walaupun tidak dipengaruhi oleh angin, akan tetapi massa air di perairan dalam ini juga bergerak, gerakan massa air tersebut disebut sebagai sirkulasi termohalin (thermohaline circulation). Sirkulasi termohalin adalah gerak massa air yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas yang dikontrol oleh adanya variasi suhu (thermo atau thermal) dan salinitas (haline). Perubahan densitas timbul karena adanya perubahan suhu dan salinitas anatara 2 massa air yang densitasnya tinggi akan tenggelam dan menyebar dibawah permukaan air sebagai arus dalam dan sirkulasinya.
Untuk memahami fenomena ini sangat sederhana, ketika dua massa air berbeda (misalnya air tawar dan air laut) ditaruh dalam suatu wadah, mula-mula dipisahkan dengan suatu pembatas, kemudian pembatas tersebut ditarik atau dikeluarkan secara perlahan, maka kedua massa air yang berbeda tersebut bergerak. Massa air tawar yang lebih ringan bergerak ke arah massa air di lapisan permukaan, sedangkan massa air laut yang lebih berat bergerak ke arah air tawar di lapisan bawah.
Salah satu contoh yang terkenal dari sirkulasi termohalin di dalam bidang oseanografi adalah sirkulasi global atau the Great Conveyor Belt (Gambar 13). Di daerah kutub dekat dengan Greenland massa air hangat yang berasal dari daerah lintang rendah atau daerah tropis tenggelam, kemudian arus dalam bergerak di dekat dasar menelusuri basin laut dalam ke arah ekuator sampai ke laut selatan berbelok ke timur, sebagian bergerak menuju Samudera India, sebagian lagi menuju Samudera Pasifik. Di Samudera Pasifik massa air bergerak ke lapisan permukaan sehingga massa air tersebut menjadi lebih hangat.
Massa air hangat yang berada di lapisan permukaan kemudian bergerak menuju ke Samudera India melewati perairan Indonesia. Massa air laut yang bergerak dari Samudera Pasifik ke Samudera India melalui perairan Indonesia dikenal sebagai ARLINDO atau ITF (Arus Lintas Indonesia atau Indonesian Through Flow).
Massa air hangat di lapisan permukaan dari Samudera Pasifik bertemu dengan massa air yang bergerak ke permukaan di Samudera India. Kedua mass air tersebut bergerak menuju daerah lintang tinggi atau kutub melalui Samudera Atlantik. Secara skematik sirkulasi laut global yang dibangkitkan oleh adanya perbedaan densitas sebagai konsekuensi dari adanya variabilitas suhu dan salinitas digambarkan pada Gambar 7.

Gambar 13.
Sirkulasi massa air laut secara global atau The Global Conveyor Belt merupakan salah satu contoh sirkulasi termohalin
Beberapa bukti ilmiah telah ditemukan oleh para pakar Oseanografi yang mendukung kebenaran teori atau fenomena sirkulasi termohalin, salah satu diantaranya adalah berupa bukti hidrografi atau hydrographic evidence (Gambar 14). Gambar 14 merupakan sebaran menegak salinitas di Samudera Atlantik mulai dari lintang 50o L.S. di belahan bumi selatan sampai 60o L.U. di belahan bumi utara. Di lapisan dekat permukaan pada kedalaman 1000 m massa air terlihat bergerak dari belahan bumi selatan ke belahan bumi utara melalui ekuator (tanda panah berwarna ungu), disisi yang lain massa air yang lebih berat (>35,2 psu) tenggelam di sekitar lintang 40-50 o L.U., kemudian bergerak ke arah belahan bumi utara melalui ekuator pada kedalaman >2000 m (Gambar 14).

Gambar 14.
Bukti adanya sirkulasi termohalin di laut dalam berupa sebaran menegak salinitas di Samudera Atlantik dari Lintang 50o L.S. sampai 60o L.U.
Arus densitas merupakan arus yang timbul akibat adanya gradien densitas dalam arah horizontal. Gradien densitas horizontal terbentuk oleh variasi salinitas, suhu atau kandungan sedimen. Arus densitas ini umumnya terjadi didaerah pantai dan estuari dimana terdapat fluks air tawar ke arah laut. Fluks air tawar ini akan mengakibatkan adanya variasi atau gradien densitas dalam arah horizontal yang bertambah besar ke arah laut.
Gradien densitas horizontal ini mengakibatkan gradien tekanan horizonal yang akhirnya menimbulkan arus densitas. Didalam arus densitas di estuari terjadi keseimbangan antara gradien tekanan dan gesekan internal (gesekan viskos), sementara didalam arus densitas di daerah pantai terjadi keseimbangan antara gradien tekanan, gesekan internal, dan gaya coriolis atau hanya keseimbangan antara gradien tekanan dan coriolis (gesekan internal diabaikan).
BAB III PENUTUP
1. Kesimpulan.
Arus laut adalah gerakan massa air laut yang berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Arus di permukaan laut terutama disebabkan oleh tiupan angin, sedang arus di kedalaman laut disebabkan oleh perbedaan densitas massa air laut. Selain itu, arus di permukan laut dapat juga disebabkan oleh gerakan pasang surut air laut atau gelombang. Arus laut dapat terjadi di samudera luas yang bergerak melintasi samudera (ocean currents), maupun terjadi di perairan pesisir (coastal currents). Terjadinya arus di lautan disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal seperti perbedaan densitas air laut, gradien tekanan mendatar dan gesekan lapisan air. Sedangkan faktor eksternal seperti gaya tarik matahari dan bulan yang dipengaruhi oleh tahanan dasar laut dan gaya coriolis, perbedaan tekanan udara, gaya gravitasi, gaya tektonik dan angin
Penyebab utama arus permukaan laut di samudera adalah tiupan angin yang bertiup melintasi permukaan Bumi melintasi zona-zona lintang yang berbeda. Ketika angin melintasi permukaan samudera, maka massa air laut tertekan sesuai dengan arah angin.
Pola umum arus permukaan samudera dimodifikasi oleh faktor-faktor fisik dan berbagai variabel seperti friksi, gravitasi, gerak rotasi Bumi, konfigurasi benua, topografi dasar laut, dan angin lokal. Interaksi berbagai variabel itu menghasilkan arus permukaan samudera yang rumit.

Terdapat terdapat tiga macam bentuk arus permukaan. Perlu dijelaskan bahwa sebenarnya di laut masih terdapat banyak arus-arus lain yang lebih kecil yang terdapat di daerah-daerah tertentu. Tiga macam arus tersebut adalah :
1. Arus yang mengelilingi daerah kutub selatan (Antartic Circumpolar Current) yang terdapat pada telak lintang 600 Selatan.
2. Aliran air di daerah ekuator yang mengalir dari arah barat ke timur, tetapi dibatasi oleh arus-arus sejajar yang mengalir dari timur ke barat, baik di belahan bumi utara maupun di belahan bumi selatan.
3. Daerah subtropical ditandai oleh adanya arus-arus berputar yang dikenal sebagai gyre. Aliran air yang terdapat di belahan bumi utara mengalir searah jarum jam, sedangkan yang terdapat di belahan bumi selatan mengalir berlawanan dengan arah jarum jam. Arus gyre disebabkan oleh adanya gaya coriolis yaitu gaya yang membelokkan arah arus akibat dari rotasi bumi.
Penurunan kecepatan arus dengan bertambahnya kedalaman dan pembelokan arah arus dari permukaan sampai ke kolom air yang lebih dalam terjadi pegeseran dari lapisan satu ke lapisan berikutnya yang lebih dalam sehingga gerakan arus tampak seperti spiral. Pola aliran berdasarkan kedalaman yang dibangkitkan oleh angin dan dipengaruhi oleh coriolis seperti dijelaskan diatas dikenal dengan Ekman spiral.
Peranan arus lintas Indonesia (ARLINDO) atau “Indonesian Through Flow” menempati peran yang penting dalam perkembangan iklim dunia. hal ini dikarenakan perairan nusantara merupakan pintu perlintasan pertukaran massa air dari samudera Pasifik menuju samudera Hindia. Siklus yang terjadi sebagai bagian dari “Great Ocean Conveyor Belt” yaitu siklus global pergerakan lautan dunia. Arti penting siklus global perairan laut adalah peranannya terhadap perkembangan dan perubahan iklim dunia.

1 komentar:

  1. The belt makes use of gel pads postioned more than the center abdominals and the outside obliques.


    Visit my web-site: flex belt review

    BalasHapus

Halaman