Selasa, 02 Februari 2010

RTRW Kota Malang (Rencana Pengaturan Zoning Kawasan)

Adanya perkembangan Kota Malang yang sangat pesat sudah tentu akan membawa konsekuensi pada peningkatan akan permintaan tanah untuk berbagai kegiatan usaha maupun untuk permukiman. Pengembangan permukiman umumnya menggunakan tanah yang belum terbangun, baik berupa sawah, tegalan maupun tanah kering lainnya. Pada kawasan lainnya yakni pada kawasan terbangun justru tampak gejala perkembangan yang berbeda, yakni pada sekitar lokasi yang strategis terjadi perubahan guna tanah dari kegiatan yang kurang produktif menjadi kegiatan yang lebih produktif, misalnya dari perumahan menjadi pertokoan, dari pertokoan menjadi bangunan super blok (plaza, supermarket, departement store), bahkan peningkatan kegiatan melalui intensifikasi yang tinggi dimana kegiatan ini dapat dilihat dari keberadaan bangunan plaza di pusat kota seperti Mitra, Gajahmada Plaza, Malang Plaza, Mitra II, Kayu Tangan Cineplex, Sarinah Plaza, Dieng Plaza dan sebagainya.
Pada sisi lainnya terdapat kondisi dimana kompleks perumahan baru yang sedang dibangun juga mendirikan ruko pada pusat permukimannya (misalnya di Griya Shanta dan Sawojajar). Kegiatan ini juga dapat berkembang secara penetratif ke kegiatan yang ada di sekitarnya sehubungan dengan meningkatnya kegiatan ekonomi perkotaan. Dengan demikian maka diperoleh gambaran bahwa kegiatan yang mempunyai orientasi ekonomi akan cenderung mencari lokasi yang tingkat aksesibilitasnya tinggi dan mempunyai lokasi yang sentris terhadap konsumen. Pola ini mengakibatkan pada kawasan strategis (misalnya pusat kota dan pada jalur utama kota) akan menjadi ajang persaingan penggunaan untuk kegiatan yang mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi.
Apabila kegiatan ini terus berlangsung maka pola penggunaan lahan dan intensitasnya akan sukar untuk dikendalikan dan arahan pengembangan kota menjadi kurang sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Lebih lanjut dapat dikatakan bahwa pengendalian pembangunan pada berbagai kawasan haruslah dikendalikan secara terpadu dalam arti ada wilayah yang harus dikendalikan secara ketat, secara fleksibel dan adaptif terhadap kebutuhan perkembangan Kota Malang.
Berdasarkan hal tersebut diatas maka arahan pengendalian zoning kawasan adalah sebagai berikut :
a. Pada kawasan pusat kota, kegiatan utama yang direkomendasikan adalah kegiatan komersial dan pelayanan umum yang mempunyai skala pelayanan kota dan wilayah. Perubahan penggunaan lahan untuk kegiatan yang memiliki intensitas yang lebih tinggi pada kawasan pusat kota ini diijinkan selama kegiatan yang dikembangkan dapat menyediakan tempat parkir sendiri yang memadau dan dapat menjaga kelestarian lingkungan serta keindahan pada kawasan ini. Keberadaan fasilitas umum yang memiliki skala pelayanan lokal (misalnya SD dan bengkel kecil), sebaiknya tidak berlokasi pada kawasan ini dan dapat digantikan dengan kegiatan lain yang memiliki intensitas yang lebih tinggi misalnya jasa komersial, perkantoran, bank dan sejenisnya. Kawasan seperti ini juga harus dilengkapi dengan tempat parkir sendiri dan ruang terbuka hijau yang cukup. Kawasan pusat kota ini harus dikendalikan secara ketat untuk jenis penggunaan tanahnya, yakni diprioritaskan untuk kegiatan pelayanan umum dan komersial (perdagangan-jasa-perkantoran) yang memiliki skala pelayanan kota dan regional, sedangkan kegiatan yang memiliki sifat pengolahan (industri) sebaiknya dibatasi bahkan direlokasi. Penggunaan tanah untuk kawasan perumahan dan fasilitas pelengkapnya tetap diijinkan, apabila terjadi pengalihfungsian kawasan perumahan menjadi kegiatan lain diijinkan selama dalam peralihan hak dan mekanisme ganti ruginya sudah tercapai kata mufakat.
b. Pada lokasi pengembangan industri, dimana pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai lokasi pengembangan industri baik yang telah ada maupun yang akan dikembangkan maka pada sekitar lokasi industri tersebut harus dikendalikan secara intensif penggunaannya. Pengembangan lokasi industri harus sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan, sedangkan penggunaan sekitarnya adalah kawasan permukiman dengan intensitas sedang/rendah serta diberi ruang terbuka hijau yang cukup. Untuk industri kecil (home industri) selama tidak menimbulkan masalah pencemaran pada lingkungan di sekitarnya tetap menggunakan tanah yang ada tetapi dalam pengembangannya harus disediakan lokasi sentra industri kecil yang sejenis. Apabila industri kecil ini berkembang di lingkungan permukiman dan tetap tidak menimbulkan masalah lingkungan hidup, maka batasan pengembangannya diijinkan sampai 50% dari kawasan yang digunakan. Artinya pada areal tersebut antara kegiatan industri dan perumahan maksimum mempunyai luasan yang sama. Jika kegiatan industrinya melebihi luas tanahnya maka disarankan untuk membentuk suatu sentra industri. Untuk industri kecil yang mempunyai dampak terhadap lingkungan sekitarnya (misalnya industri keramik di Dinoyo) sebaiknya lokasi industri keramik ini dipindahkan, sedangkan pada lokasi yang baru, kegiatan penunjangnya juga harus dibatasi khusus untuk penunjang industri tersebut saja. Pada kawasan sekitarnya harus disediakan ruang terbuka hijau yang cukup sehingga pencemaran yang ditimbulkan dapat ditekan seminimum mungkin. Apabila tidak dapat dilakukan pemindahan, maka disarankan lokasi pembuatan bahan bakunya sebelum diolah (misalnya dibakar) tetap dapat menggunakan lokasi yang ada saat ini, akan tetapi untuk proses pembakarannya dilakukan di tempat lain dan untuk penjualannya menggunakan lokasi yang ada saat ini. Dengan demikian maka keberadaan lokasi industri yang menimbulkan pencemaran dapat dihindari dan tetap dapat melakukan kegiatan pembuatan dan penjualan hasil produknya. Pada kondisi ini maka kawasan sekitar lokasi industri ini harus dikendalikan secara ketat dan perubahan penggunaan tanah hanya dapat dilakukan dengan pertimbangan yang sangat khusus dengan nilai prosentase maksimum 10% saja.
c. Sepanjang jalan utama kota. Sesuai dengan pola perkembangan Kota Malang maka untuk kegiatan perumahan banyak yang berlokasi pada tepi jalan utama kota dan kawasan ini memiliki nilai ekonomis tanah yang sangat tinggi sehingga peruban penggunaan tanahnya untuk kegiatan yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dapat dilakukan selama memenuhi ketentuan untuk jenis penggunaannya. Perubahan penggunaan tanah yang disarankan adalah untuk fasilitas umum dan jasa perkantoran dengan intensitas sedang misalnya bank, biro jasa, show room, biro perjalanan dan tourist information, sedangkan untuk kegiatan komersial yang menimbulkan pergerakan yang tinggi diarahkan pada kawasan pusat kota atau pusat BWK dan unit lingkungan.
d. Kawasan permukiman, dimana secara umum kawasan permukiman harus dilengkapi dengan fasilitas pelayanan umum. Pola lokasi yang baik adalah apabila terdapat pemusatan fasilitas pelayanan sesuai dengan hirarkhinya sehingga akan membentuk suatu pusat lingkungan. Bila tidak maka lokasi fasilitas ini akan tersebar dan kurang menampakkan struktur pelayanan yang efisien. Pada sisi lain, ada yang berkembang menjadi berbagai kegiatan lainnya, sehingga terdapat penyimpangan guna tanah. Kegiatan ini (umumnya berupa pertokoan, jasa umum dan perkantoran) cenderung mengubah kegiatan permukiman yang ada di jalan yang memiliki aksesibilitas yang tinggi. Untuk itu arahan pengaturan untuk kawasan permukiman ini adalah sebagai berikut :
 Untuk kawasan permukiman yang terletak di jalan utama (jalan arteri dan kolektor) diijinkan untuk berubah menjadi fasilitas pelayanan umum baik komersial maupun fasilitas sosial maksimum 40% dari luas yang telah ditetapkan. Hal ini dimaksudkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kota tetapi dengan mempertimbangkan pemerataan pembangunan sehingga perubahannya dibatasi sampai 40% saja. Untuk perubahan diatas 40% dari tanah yang tersedia maka diarahkan pada lokasi yang lain dengan wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan yang hampi sama terutama pada kawasan sekitar permukiman yang baru.
 Untuk permukiman yang tidak terletak pada jalan utama kota (jalan lokal dan lingkungan) hanya diijinkan untuk kegiatan perkotaan yang menpunyai skala pelayanan lokal/lingkungan saja. Untuk fleksibilitas perubahan yang diijinkan adalah (1) pada sekitar pusat pelayanan lingkungan perubahan penggunaan dari perumahan untuk fasilitas umum diijinkan sampai 20% dari tanah yang tersedia dan (2) untuk perumahan yang tidak terletak pada pusat lingkungan hanya diijinkan sampai 10% saja.
 Perubahan kawasan permukiman bukan untuk fasilitas umum yang berskala lokal hanya dapat dilakukan pada sekitar kawasan yang sebelumnya telah direncanakan untuk kegiatan tersebut.
 Untuk permukiman yang mempunyai ciri khusus dan nilai sejarah secara mutlak tidak diijinkan untuk berubah menjadi kegiatan lain. Yang termasuk dalam kawasan ini adalah permukiman di Jalan Ijen dan Jalan Raya Dieng dimana keduanya tidak diijinkan untuk berubah tetapi hanya diijinkan untuk malakukan perbaikan tanpa menghilangkan kesan dan penampilan yang sudah ada.
 Pada kawasan permukiman yang ada di sekitar Jalan Merbabu, Simpang Balapan, Panggung, Raung, TGP, Anjasmoro, Cerme dan Buring hanya diijinkan berubah untuk fasilitas pelayanan skala lokal dengan angka perubahan maksimum 10% saja dan perubahan ini disertai dengan pengendalian bangunan artinya tidak boleh melakukan perubahan penampilan bangunan. Penambahan ruang hanya diijinkan dengan KDB maksimum 50%, KLB maksimum 0,8 dan penambahan ruang ini harus menyesuaikan dengan design bangunan yang ada sebelumnya.
 Kawasan permukiman yang berada pada kawasan ruang terbuka hijau/konservasi secara mutlak tidak diijinkan melakukan perubahan untuk kegiatan lain, bahkan secara bertahap harus dipindahkan lokasinya dengan prioritas utam pada wilayah rawan banjir dan longsor sepanjang bantaran sungai.
 Kawasan permukiman yang berada di sekitar perguruan tinggi cenderung memiliki kepadatan bangunan dann penduduk yang lebih tinggi dan pada kawasan ini cenderung berkembang berbagai kegiatan penunjang seperti computer rental, warung, dan pedagang kaki lima. Pada dasarnya keberadaan kegiatan penunjang ini memang diperlukan, akan tetapi perubahan fungsi guna tanah untuk permukiman ini sebaiknya harus dikendalikan dan untuk fasilitas umum pada lokasi ini sebaiknya tidak lebih dari 20% dari kawasan permukiman semacam ini.
e. Pada kawasan yang termasuk ruang terbuka hijau maka perubahan kawasan ruang terbuka hijau ini menjadi kegiatan lain sebaiknya tidak diijinkan mengingat untuk masa yang akan datang perkembangan kota semakin pesat maka ruang terbuka hijau ini akan sulit diadakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman