Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Geografi Indonesia XI
Padang, 22 – 23 Nopember 2008
PERAN PEMERINTAH DAERAH SUMATERA BARAT
DALAM PENGURANGAN DAMPAK PERUBAHAN IKLIM
Dr. Bambang Istijono, ME
Anggota Ikatan Geografi Indonesia Cabang Sumatera Barat
Kepala Bappeda Provinsi Sumatera Barat
Pengajar Fakultas Teknik – UNAND
I. PENDAHULUAN
Provinsi Sumatera Barat mempunyai luas daerah sekitar 42.297,30 Km2 setara dengan 2,17% luas wilayah negara kesatuan Republik Indonesia, berbatasan dengan empat provinsi dan satu lautan, yaitu Provinsi Sumatera Utara di sebelah utara, Riau di sebelah timur, Jambi dan Bengkulu di sebelah selatan dan Samudera Hindia di sebelah barat.
Provinsi Sumatera Barat dapat pula dikategorikan sebagai provinsi kepulauan karena memiliki perairan laut seluas 186.580 km2 dengan perairan teritorial seluas 57.880 km2 dan panjang garis pantai 2.420 km. Dalam perairan laut terdapat 377 pulau, dimana sebagian besar berada di Kabupaten Kepulauan Mentawai berjumlah 323 pulau. (Lihat Peta)
Peta Kawasan Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat
Sebagai provinsi yang memiliki cukup banyak pulau kecil dan garis pantai yang relatif panjang, maka sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim akibat dari adanya pemanasan global. Pemanasan global yang merubah sistem iklim dapat dibuktikan dari meningkatnya suhu udara dan laut rata-rata, meluasnya pencairan salju dan es di kutub bumi dan meningkatnya ketinggian permukaan laut rata-rata (IPCC-4, 2007).
Dampak pemanasan global dan perubahan iklim yang dapat dilihat di wilayah Sumatera Barat seperti:
1. Sangat jelas adanya peningkatan permukaan air laut selain akibat adanya abrasi (Pantai Padang, Muara Putus, Ranah Sasak), ini merubah tatanan sosial ekonomi yang mengakibatkan ekonomi tinggi seperti relokasi penduduk, hilangnya lahan (pertanian, tabek) dan sarana prasarana infrastruktur;
2. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2007), bahwa Indonesia telah kehilangan dua empat pulau kecil, dua diantaranya berada Sumatera Barat, dan ini akan merubah muatan dari pelajaran geografi;
3. Berdasarkan kajian-kajian yang ada, pemanasan global mengakibatkan pengaruh buruk/negatif bagi semua penghidupan seperti:
Perubahan pola musim panas dan hujan, yang akibatkan fluktuasi ketersediaan air (kekurangan dan banjir):
Mengganggu sektor pertanian dengan menurunnya produksi petani karena berubahnya musim tanam petani, kesuburan lahan;
Menurunnya hasil tangkapan nelayan dan terganggunya budidaya ikan baik perairan umum dan laut;
Kesehatan manusia baik langsung (kanker kulit, katarak dan kekebalan tubuh) maupun tidak langsung (berkembangnya nyamuk = malaria dan deman berdarah).
Upaya penanganan dampak dari perubahan iklim dibagi dalam dua bentuk pendekatan, yaitu:
1. Kegiatan mitigasi, yang bertujuan untuk memperlambat terjadinya perubahan iklim lebih lanjut dengan cara mengurangi emisi gas rumah kaca ke atmosfer atau kegiatan yang menyerap gas rumah kaca;
2. Kegiatan adaptasi, kegiatan yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan iklim yang terjadi.
Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan salah satu isu lingkungan hidup yang sedang naik daun karena bukan isu lokal tetapi merupakan isu dunia yang dampaknya dirasakan seluruh penduduk bumi di berbagai belahan dunia. Dan menjadi momen yang sangat penting karena Indonesia dapat menyelenggarakan konvensi perserikatan bangsa-bangsa mengenai perubahan iklim yang diadakan di Bali pada tanggal 3-14 Desember 2007 serta menjadi pertemuan lanjutan bagi pihak Meeting of The Parties dari Protokol Kyoto.
Sebagai tindak lanjut hari lingkungan hidup tahun 2007 yang mengambil tema mengenai perubahan iklim dan mengamanatkan untuk menyusunan rencana aksi nasional perubahan iklim (RAN-PI), dimana pada bulan November 2007 dokumen RAN-PI tersebut telah disetujui dan harus dijadikan panduan bagi instansi terkait baik pusat maupun daerah dalam melaksanakan pembangunan.
II. DASAR KEBIJAKAN PUSAT
Indonesia mempunyai komitmen untuk menjaga iklim global dengan penandatanganan konvensi perubahan iklim dan ratifikasi protokol Kyoto serta ditindaklanjuti dengan tersusunnya RAN-PI yang merupakan bagian integral dari tujuan strategi pembangunan dalam rangka antisipasi perubahan iklim.
RAN-PI mempunyai kerangka waktu dalam pelaksanaan, yaitu:
1. Aksi Segera (2007-2009);
2. Aksi Jangka Pendek (2009-2012);
3. Aksi Jangka Menengah (2012-2025);
4. Aksi Jangka Panjang (2025-2050).
Selain dokumen RAN-PI terdapat pula peraturan perundangan per sektor yang mendukung pelaksanaan kegiatan integral pembangunan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yaitu :
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;
2. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan, yang mengamanatkan tentang pengelolaan hutan yang banyak memuat kegiatan mitigasi dalam pengurangan/penyerapan gas rumah kaca;
3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, yang mengamanatkan tentang pengelolaan kebencanaan karena kejadian ekstrim/bencana adalah salah satu dampak dari perubahan iklim;
4. Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang, yang mengamanatkan tentang pengelolaan pembangunan secara spasial terutama dalam pembangunan ruang terbuka hijau;
5. Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, yang mengamanatkan tentang pengelolaan pesisir yang memuat kegiatan mitigasi dalam bencana dan perubahan iklim;
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 Tentang Energi, yang mengamanatkan tentang pengelolaan energi khususnya dalan rangka konservasi energi.
III. DASAR KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH
Dalam pembangunan melalui proses dan tahapan yang cukup panjang mulai dari perencanaan sampai pelaksanaan, dimana setiap kegiatan pembangunan harus berpedoman pada kebijakan atau peraturan perundangan yang berlaku baik dari pusat maupun dari daerah.
Kebijakan atau peraturan perundangan yang mendukung kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta terintengralisasi dengan pembangunan daerah Provinsi Sumatera Barat:
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Sumatera barat, dengan dasar hukum PERDA Nomor 04 Tahun 2007, yang memuat program pembangunan daerah lima tahunan dengan tujuh agenda, salah satu agenda yang mendukung pengurangan dampak perubahan iklim adalah agenda membangun ekonomi yang tangguh dan berkeadilan, sub agenda pengelolaan sumberdaya alam, lingkungan hidup, bencana alam dan pembangunan berkelanjutan;
2. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Sumatera Barat belum memiliki dasar hukum, yang memuat kebijakan pembangunan jangka panjang duapuluh tahunan dan dibagi dalam empat tahapan pembangunan dengan lima arahan kebijakan pembangunan, satu arahan yang mendukung pengurangan dampak perubahan iklim adalah mewujudkan kualitas lingkungan hidup yang baik dengan pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan;
3. Dokumen Hirarki Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu Sumatera Barat belum memiliki dasar hukum, yang terdiri dari empat perencanaan yaitu rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan dan rencana aksi dari pengelolaan wilayah pesisir secara terpadu dan memuat kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim pada sektor kelautan;
4. Rencana Penanggulangan Bencana (RPB) Sumatera Barat, belum memiliki dasar hukum, lebih fokus memuat kegiatan mitigasi perubahan iklim karena lebih banyak mengulas kegiatan fase pra bencana;
5. Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS), merupakan kajian baru dan masuk tahapan sosialisasi untuk meningkatkan manfaat pembangunan dan lebih terjamin keberlanjutannya, melalui proses sistematis dan komprehensif untuk mengevaluasi dampak lingkungan, pertimbangan sosial ekonomi, prospek keberlanjutan dari usulan kebijakan, rencana atau program pembangunan.
IV. PROGRAM, KEGIATAN PEMBANGUNAN TELAH DAN AKAN DILAKUKAN
Program dan kegiatan pembangunan yang telah dan akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah Provinsi Sumatera Barat rangka mengurangi dampak perubahan iklim yang terus berjalan:
1. Menuju Indonesia Hijau,
Program menuju Indonesia hijau terus menerus digerakkan dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan tutupan vegetasi baik yang berada pada kawasan lindung maupun lahan kosong (lahan kritis, perkarangan, halaman kantor, sekolah). Untuk itu pada tanggal 4 Februari 2008 dikeluarkan Instruksi Gubernur Sumatera Barat Nomor 1 Tahun 2008 tentang peningkatan tutupan lahan, yang menjadi dasar hukum kepada Bupati/Walikota dalam mengembangkan lokasi tutupan vegetasi.
2. Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN-RHL),
Program GN-RHL dimulai pada tahun 2003 dengan sumberdana berasal dari APBN, yang langsung dilaksanakan oleh Kab./Kota dan sampai saat ini terus berlangsung yang dikoordinasikan oleh UPT Dep. Kehutanan yaitu BP-DAS Agam Kuantan.
3. Gerakan Indonesia Menanam,
Upaya pengurangan laju deforestasi dan degradasi lahan telah lama dilakukan melalui kegiatan Inpres Penghijauan dan Reboisasi dan RN-RHL. Untuk mendapat hasil yang optimal/maksimal diperlukan pemberdayaan masyarakat dan pelaksanaan yang berkesinambungan, maka Presiden RI mencanangkan aksi penanaman serentak Indonesia, yang ditindaklanjuti dengan lomba pelaksana aksi penanaman serentak Indonesia dan kontes pohon pada hari menanam nasional (28 November) dan bulan menanam nasional (Desember).
4. Kecil Menanam Dewasa Memanen (KMDM),
Dalam rangka menumbuh kembangkan minat dan keperdulian tunas bangsa terhadap lingkungan/hutan/tanaman, dilaksanakan kegiatan KMDM melalui dana APBD Provinsi mulai tahun 2006 untuk 15 sekolah per tahun, dengan fokus pada tatacara (teori dan praktek) membuat bibit, menanam, merawat dan memanen.
5. Program ADIWIYATA (Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan),
Pada tanggal 3 Juni 2005 telah ditandatangani kesepakatan bersama (MoU) antara Menteri Negara Lingkungan Hidup dengan Menteri Pendidikan Nasional, untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mengenai wawasan lingkungan hidup kepada komunitas sekolah (guru, murid dan staf sekolah) dan masyarakat. Tindak lanjut dari MoU dengan dicanangkannya Program Adiwiyata mulai tahun 2006, untuk mewujudkan kelembagaan sekolah yang peduli dan berbudaya lingkungan bagi sekolah dasar dan menengah melalui seleksi sekolah yang memenuhi persyaratan.
6. Penetapan Kawasan Konservasi (Hutan, Perairan dan Laut),
Dalam pemanfaatan sumberdaya alam (hutan dan perikanan dan laut) yang berkelanjutan dibutuhkan penetapan kawasan konservasi oleh pemerintah sesuai dengan kewenangannya, seperti:
Hutan, bila dilihat secara kewilayahan Sumatera Barat dapat dikatakan sebagai Provinsi Konservasi karena 64% wilayahnya merupakan kawasan lindung.
Perairan Umum, mengacu pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 2005, terdapat kawasan konservasi perairan (danau, sungai, ikan larangan).
Pesisir dan Laut, mengacu pada Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007, terdapat kawasan konsevasi laut daerah
7. Carbon Credit,
Pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) telah berupaya untuk mendapatkan dana dari pengurangan gas rumah kaca melalui The Carbon Trading, melalui Voluntary Carbon Market (Non Kyoto Protokol) pemerintah telah menjajaki/berkerjasama dengan Carbon Strategis Global yang merupakan sebuah company dari Australia untuk mendapatkan dana kompensasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda (2003), Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Barat, Padang;
Bappeda (2005), Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Barat, Padang;
Bappeda (2005), Rencana Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Barat, Padang;
Bappeda (2005), Rencana Aksi Wilayah Pesisir dan Laut Provinsi Sumatera Barat, Sumatera Barat, Padang;
Bappeda (2007), Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Sumatera Barat, Padang;
KLH (2008), Rencana Aksi Nasional Dalam Menghadapi Perubahan Iklim, Kementerian Negara Lingkungan, Jakarta
Departemen Kehutanan (2008), Panduan Hari Menanam Pohon Indonesia dan Blan Menanam Nasional, Departemen Kehutanan, Jakarta;
KLH (2008), Panduan ADIWIYATA (Sekolah Peduli dan Berbudaya Lingkungan), Kementerian Negara Lingkungan Hidup, Jakarta;
Mutia Naim (2008), Dampak Perubahan Iklim Terhadap Lingkungan, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar