Minggu, 12 Agustus 2012

Perjalanan Singkat Satelit Telkom-3

KOMPAS.com - Pasca-gagalnya penempatan satelit Telkom-3 di orbit, layanan telekomunikasi di Indonesia diperkirakan memburuk. Perlu waktu untuk menyiapkan satelit baru. Di sisi lain, kebutuhan terhadap jasa satelit terus meningkat.

Ketua Masyarakat Telematikan Indonesia Mas Wigrantoro Roes Setiyadi di Jakarta, Rabu (8/8), mengatakan, layanan telekomunikasi saat ini memang belum terganggu. Namun, jika masa pakai satelit Telkom-1 dan Telkom-2 habis dan belum ada satelit pengganti, hambatan telekomunikasi dipastikan terjadi.

Satelit Telkom-1 memiliki 36 transponder yang aktif hingga 2016. Adapun Telkom-2 memiliki 24 transponder dan diperkirakan aktif hingga 2020. Telkom-3 yang gagal diluncurkan dirancang dengan 42 transponder untuk 15 tahun. Namun, masa hidup satelit bisa berkurang akibat usia, beban, lalu lintas penggunaan, dan kualitas komponennya. ”Satelit dengan masa hidup 15 tahun bisa hanya berfungsi 7-8 tahun,” ujar Wigrantoro.

Di sisi lain, kata dia, peran PT Telkom dalam industri jasa satelit sangat besar. Perusahaan ini menguasai 95 persen pangsa pasar jasa satelit yang dikelola perusahaan Indonesia. Jika keterlibatan perusahaan asing dihitung, Telkom menguasai 70 persen pangsa pasar.

Indonesia perlu 220 transponder untuk menjangkau telekomunikasi di seluruh wilayah. Sejak 2007, Indonesia kekurangan 90 transponder. ”Sebagai negara kepulauan, telekomunikasi hanya efisien dengan jasa satelit,” katanya.

Roket akan jatuh

Berdasarkan data posisinya pada ketinggian 200 kilometer (km) di atas permukaan bumi, roket Proton-M akan jatuh ke bumi dalam beberapa minggu ini. Posisi jatuh berada di wilayah antara 50 derajat lintang utara dan lintang selatan. Ini berdasarkan orbit inklinasinya pada 50 derajat.

Hal ini disampaikan Thomas Djamaluddin, Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Rabu, di Jakarta.

Jatuhnya sampah antariksa ini baru dapat diperkirakan jika telah berada di ketinggian 100 km.

Menurut perkiraan Thomas, kecil kemungkinan potensi jatuh di wilayah yang berpenduduk karena sebagian besar permukaan bumi berupa lautan dan gurun. Sejak tahun 1980-an, sampah antariksa yang jatuh tercatat di Gorontalo (1981), Lampung (1988), dan Bengkulu (2003).(MZW/YUN)

1 komentar:

Halaman