Senin, 30 April 2012
Objek Misterius 'Lubangi' Cincin Luar Saturnus
Hasil terakhir dari wahana antariksa Cassini milik NASA menangkap suatu objek misterius di cincin bagian terluar Planet Saturnus. Objek yang berukuran hampir satu kilometer itu terlihat bergerak masuk ke dalam, seakan-akan melubangi cincin Saturnus. Meninggalkan ekor yang bercahaya di belakangnya.
Carl Murray dari Queen Mary University of London-Inggris, salah seorang tim pengamat citra Cassini menjelaskan, objek misterius itu sebenarnya bola es ditangkap di cincin F Planet Saturnus. Cincin F merupakan bagian terluar dari cincin Saturnus yang berjarak 3000 km dari cincin A. Cincin F ini memiliki keliling sekitar 900.000 km.
Menurut para ilmuwan perbintangan, terbentuknya bola salju tak lepas dari peranan Prometheus, bulan Saturnus yang selebar 40 km. Gravitasi Prometheus mengakibatkan pembentukan gumpalan es. Diasumsikan pula pasang surut pengaruh gravitasi telah membuat gumpalan es bisa pecah.
Diketahui bahwa objek sangat besar seperti Prometheus, selain mampu memproduksi pola reguler, juga mampu memproduksi konsentrasi material di cincin Saturnus. Tapi mereka hanya tahu sampai sebatas pembentukan bola salju ini, tidak apa yang terjadi setelahnya kemudian. Meski demikian, ada indikasi bahwa beberapa bola dapat bertahan, berkembang, lalu menyimpang dari orbit mereka sendiri, dan menabrak cincin F Saturnus.
Murray juga menerangkan, bola raksasa ini menumbuk cincin F dengan kecepatan amat rendah, yaitu sekitar 2 meter/detik. Sementara itu, bola raksasa juga menghasilkan ekor bercahaya disebut jet yang panjangnya mencapai 40-180 kilometer.
Penemuan ini agak bersifat kebetulan karena pada awalnya Murray sedang mengamati Prometheus ketika melihat ekor bercahaya yang tak mungkin berasal dari Prometheus itu sendiri. Saat membuka kembali arsip 20.000 citra, peneliti menemukan 500 citra serupa.
Studi cincin Saturnus dapat dipakai sebagai model untuk mempelajari pembentukan tata surya 4,5 miliar tahun lalu. Murray berkata, "Kami tak sabar menunggu apa lagi yang akan ditunjukkan Cassini di cincin Saturnus." Cassini mulai memasuki orbit Saturnus pada tahun 2004. Direncanakan operasi misi Cassini berakhir di tahun 2017.
(Gloria Samantha. Sumber: Wired Science)
Rabu, 25 April 2012
Mendaki Gunung dan Gagal Jantung
Duka dirasakan rakyat Indonesia ketika Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Widjajono Partowidagdo meninggal dunia, Sabtu, 21 April 2012. Lulusan Teknik Perminyakan ITB pada 1975 itu mengalami serangan jantung ketika mendaki Gunung Tambora di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat.
Pak Wid, demikian ia disapa, merupakan pendaki gunung veteran. Tercatat Gunung Kerinci, Rinjani, Semeru, Tujuh, Agung, dan Latimojo pernah ditaklukannya. Maka itu kepergian Pak Wid yang demikian tiba-tiba mengagetkan semua pihak.
Belum ada penelitian yang menyebut kaitan antara gagal jantung dengan pendakian gunung. Maka itu, sekelompok peneliti pekan lalu berangkat ke kawasan Gunung Everest untuk menyiapkan laboratorium di kaki gunung tertinggi di dunia tersebut. Mereka akan mempelajari efek ketinggian pada manusia.
Rencananya, tim yang berasal dari Mayo Clinic, Minnesota, Amerika Serikat itu akan memonitor sembilan pendaki yang berupaya untuk mendaki gunung itu. Tujuannya, jika fisiologi manusia pada ketinggian sudah diketahui, kemungkinan informasi itu bisa digunakan untuk membantu pasien yang mengalami kelainan jantung dan penyakit lain.
“Kami tertarik untuk mengetahui hubungan antara fisiologi pada ketinggian dengan fisiologi kegagalan jantung,” kata Bruce Johnson, ketua tim peneliti. “Apa yang kami lakukan di sini akan membantu upaya yang kami lakukan di laboratorium Mayo Clinic,” ucapnya.
Dari Kathmandu, Nepal, Johnson dan delapan anggota timnya akan berangkat ke Lukla, kawasan yang berada di dekat Everest. Setelah itu, mereka akan menempuh perjalanan kaki selama satu minggu untuk mencapai lokasi yang ditentukan. Sejumlah kurir akan membantu membawakan perlengkapan medis seberat 680 kilogram.
Adapun kawasan yang akan mereka jadikan markas berada di ketinggian sekitar 5.300 meter. Jika tak ada aral melintang, markas ini akan tuntas dibangun pada pertengahan Mei mendatang.
Menurut para peneliti, ketinggian ekstrem Gunung Everest membuat para pendaki berada di kondisi yang sama dengan mereka yang mengalami penyakit jantung. Selain jantung, tim peneliti juga akan mempelajari efek ketinggian pada hati, paru-paru, berkurangnya jam tidur serta massa otot.
“Tim kami fokus pada kemampatan paru-paru saat kegagalan jantung terjadi dan kemampatan paru-paru sering kali membunuh para pendaki gunung."
Ratusan pendaki dan pemandu arah mencoba menaklukkan Everest setiap tahunnya. Sejumlah orang di antaranya mengalami penyakit akibat ketinggian dan komplikasi lain akibat rendahnya level oksigen di gunung berketinggian 8.850 meter tersebut.
Bahkan, pekan lalu, seorang pemandu berpengalaman yang telah mendaki Everest setidaknya sepuluh kali tewas akibat penyakit ketinggian. Kasus ini merupakan kematian pertama di musim pendakian Everest yang puncaknya akan terjadi pada sekitar bulan Mei, saat kondisi cuaca umumnya membaik hingga mempermudah pendaki untuk mencapai puncak.
(Zika Zakiya/Abiyu Pradipa. Sumber: Associated Press)
Langganan:
Postingan (Atom)