AGIHAN VEGETASI TUMBUHAN DAN HEWAN PADA MASA BENUA LAURASIA DAN GONDWANA
Oleh:
Ichwan Dwi Pratomo
Jurusan Geografi Universitas Negeri Malang
Offering A 2007
Abstrak
Agihan flora dan fauna terbentuk karena adanya peristiwa geologis yang terjadi pada jutaan tahun yang lalu, yaitu pada masa bumi masih menjadi dua benua besar yang bernama Laurasia dan Gondwana. Kira-kira 280-225 juta tahun lalu semua benua masih tergabung dalam satu daratan yang sangat luas yang disebut dengan Pangea. Lalu sekitar 200 juta tahun yang lalu Pangea terbelah menjadi dua yakni Gondwana dan Laurasia. Gondwana kemudian terbelah membentuk benua afrika, antartika, australia, Amerika Selatan, dan sub benua India. Sedangkan Laurasia terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini terbelah-belah beberapa samudera baru muncul di sela-selanya. Terbentuknya daratan baru tersebut menyebakan flora dan fauna yang semula dapat dengan bebas bermigrasi akhirnya terhambat oleh perubahan kondisi geologis. Secara umum dapat disimpulkan bahwa persebaran flora dan fauna di muka bumi ini dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu tekanan populasi, persaingan, dan perubahan habitat.
Kata kunci: Agihan, Pangea, Laurasia, Gondwana
I. Pendahuluan
Bumi adalah sebuah bola batu yang tertutup oleh air dan dibungkus oleh lapisan gas yang tipis. Kira-kira 280-225 juta tahun lalu semua benua masih tergabung dalam satu daratan yang sangat luas yang disebut dengan Pangea. Lalu sekitar 200 juta tahun yang lalu Pangea terbelah menjadi dua yakni Gondwana dan Laurasia. Gondwana kemudian terbelah membentuk benua afrika, antartika, australia, Amerika Selatan, dan sub benua India. Sedangkan Laurasia terbelah menjadi Eurasia dan Amerika Utara. Pada saat benua ini terbelah-belah beberapa samudera baru muncul di sela-selanya.
Masa antara 505 dan 440 juta tahun lalu, dikenal dengan nama Ordovician, dinamakan dari nama suku Celtic, Ordovices. Pada masa ini area utara daerah tropis hampir seluruhnya lautan, dan daratan pada masa itu tergabung dalam sebuah superbenua bernama Gondwana. Selama Ordivician, Gondwana bergerak ke arah Kutub Selatan dan banyak dari bagian benua tenggelam ke dalam lautan.
Pada masa Ordovician, tanaman pertama muncul. Tapi proses tersebut tidak berlangsung sampai akhir masa Silurian sebelum kemudian muncul tanaman modern. Secara umum sel eukariotik diasumsikan sebagai turunan nonfotosintetik dari Archaebacteria. Teori endsymbiosis menyatakan bahwa mitokondria (dan kloroplas) berasal dari simbiotik, aerobik eubakteri, dan dipengaruhi oleh leluhur dari sel-sel eukariotik.
Masa Ordivician lebih dikenal sebagai masa bermunculannya invertebrata-invertebrata laut, termasuk graptolit, trilobit, brachiopoda,dan conodont (vertebrata awal). Di samping itu termasuk alga hijau dan alga merah, ikan primitif, cephalopoda, coral, crinoida, dan gastropoda. Ledakan evolusi tersebut kemudian terpisah menjadi tiga jenis makhluk laut dalam waktu 50 juta tahun.
Oleh karena itu penting bagi kita untuk mengetahui pola persebaran vegetasi tumbuhan maupun hewan pada masa benua Laurasia dan Gondwana dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pola persebaran (agihan) tersebut.
II. Hasil
Persebaran flora dan fauna bisa terhambat oleh adanya fenomena-fenomena geosfer, antara lain: gerakan lempeng, perubahan permukaan laut, munculnya pegunungan dan perubahan pola aliran. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghambat persebaran adalah sebagai berikut:
a. Iklim (Klimatik), keadaan iklim sangat mempengaruhi persebaran flora dan fauna. Unsur-unsur iklim yang menghambat persebaran adalah suhu, curah hujan, kelembapan uadara dan angin.
b. Keadaan Tanah (edafik), kondisi unsur hara tanah, tekstur tanah, tingkat kegemburan tanah, mineral hara, air tanah (porositas) dan kandungan udara sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan tumbuhan, sedangkan bagi binatang sangat berpengaruh pada pola makan.
c. Kondisi Geografis, dapat menjadi penghambat bagi persebaran flora dan fauna. Tinggi rendahnya permukaan bumi mempengaruhi pola penyinaran matahari. Bentang alam juga dapat menjadi penghambat berupa padang pasir, samudra, sungai dan pegunungan.
d. Faktor Biotik, yang menghambat persebaran bisa dikarenakan ulah manusia ataupun terjadinya perubahan habitat sehingga dapat menghambat kelangsungan hidup.
Untuk mengetahui persebaran flora dan fauna pada masa benua Laurasia maupun Gondwana terlebih dahulu harus kita ketahui tentang perkembangan makhluk hidup menurut periode zaman. Periode-periode evolusi makhluk hidup tersebut adalah sebagai berikut:
a. Periode Silurian (440 – 410 juta tahun yang lalu)
Periode Silurian, dinamakan sesuai dengan nama suku Celtic, Silures. Saat beberapa tumbuhan dan hewan meninggalkan air dan berkolonisasi di darat untuk pertama kalinya. Mengapa mereka meninggalkan air, masih menjadi perdebatan tapi kemungkinan besar adalah karena hasil dari persaingan ekosistem di laut, melarikan diri dari predator, dan kemampuan beradaptasi dengan daratan. Ketika binatang dan tumbuhan sudah menetap di daratan, mereka berkontribusi terhadap proses perubahan bumi secara fisik dan kimiawi, namun hidup di daratan membutuhkan strategi yang sama sekali berbeda dengan di lautan, seperti mencari nutrisi dan air, menghindari kekeringan, membawa keluar perubahan gas, dan reproduksi.
Tanaman darat disebut vaskular, dinamakan demikian karena mereka menggunakan sistem tabung dalam sirkulasi air dan nutrisi—muncul sekitar 425 juta tahun yang lalu. Kebanyakan tumbuh hanya beberapa sentimeter namun cukup tinggi untuk mencapai langit dan menangkap cahaya matahari dan melepaskan spora reproduksi ke angin. Dengan sistem akar yang lebih dalam dari tanaman awal (rhizoid) serta stem vertikal yang kokoh, mereka sekarang sudah memunyai perlengkapan untuk mengolonisasi permukaan bumi. Contoh untuk sebuah tanaman vaskular sederhana adalah Cooksonia.
b. Periode Devonian (410 – 360 juta tahun yang lalu)
Periode Devonian dinamakan dari sebuah tempat di Inggris, Devonshire, di mana batu-batu pada masa ini diteliti. Pada masa Devonian, antropoda dan vertebrata awal melanjutkan kolonisasi di daratan. Binatang-binatang ini memiliki problem yang sama dengan tanaman ketika pertama kali berkolonisasi di daratan, seperti mengurangi kehilangan air dan memaksimalkan penghirupan oksigen. Kemajuan paling evolusioner dari masalah ini tidak hanya memungkinkan binatang dapat menginvasi daratan, tapi juga menyebar ke seluruh benua.
Selama periode Devonian, bumi saat itu terdiri dari tiga benua utama besar: Amerika Utara dan Eropa tergabung menjadi satu terletak di dekat daerah equator di mana pada saat ini sebagian besar daratan ini tenggelam di dasar laut. Di sebelah utara terhampar sebagian dari Siberia modern. Dan sebuah gabungan benua Amerika Selatan, Afrika, Antartika, India dan Australia, yang lebih dikenal dengan Daratan Gondwana, mendominasi sebelah selatan belahan bumi.
Pada masa akhir periode Devonian, tanaman mulai tumbuh dengan akar dan daun, banyak dari mereka mulai tumbuh tinggi. Archaeopteris merupakan pohon besar dengan kayu yang nyata, bahkan jenis pohon tertua yang pernah diketahui, dan menghasilkan hutan dunia yang pertama. Pada masa akhir periode Devonian, pohon dengan biji muncul. Perkembangan yang deras dari kemunculan berbagai jenis pohon dan tumbuhan pada masa ini dikenal dengan “Ledakan Devonian”.
c. Periode Karboniferus (360-286 juta tahun yang lalu)
Periode Karboniferus dimulai sekitar 360 sampai 286 juta tahun yang lalu. Kata carboniferous diambil dari Inggris yang berarti “daerah yang kaya dengan kandungan karbon”. Pada masa Karboniferus, benua-benua bergabung membentuk kelompok-kelompok kecil daratan luas dengan jembatan-jembatan darat dari Eropa ke Amerika Utara, dan dari Afrika ke Amerika Selatan, Antartika, dan Australia. Tabrakan antarbenua menghasilkan sabuk Pegunungan Appalachian di sebelah timur Amerika Utara dan Pegunungan Hercynian di Inggris. Tumbukan lebih lanjut antara Siberia dan Eropa Timur membentuk Pegunungan Ural.
Pada masa ini, kondisi sangat mendukung pembentukan awal batu-bara (karbon), perkembangan biologis, geologis, dan iklim bumi. Salah satu dari penemuan evolusioner terbesar dari periode Karboniferus adalah amniotic egg di mana hal ini membuat reptil-reptil awal dari habitat air dan mengolonisasi daratan. Amniotic egg membuat leluhur burung, mamalia, dan reptil untuk bereproduksi di daratan dengan jalan mencegah embrio kekeringan dengan adanya cangkang, sehingga pada masa ini telur dapat disimpan jauh dari air.
Hylonomus dan Paleothyris merupakan Cotylosaur awal (reptil primitif). Mereka berukuran sebesar kadal dengan tulang tengkorak mirip binatang amfibi, bahu, panggul dan anggota tubuh serta gigi intermediate vertebrata. Sisanya seperti rangka reptil. Banyak dari “reptil” ini berpenampilan seperti binatang amfibi kecil lainnya di masa kini yang kadang-kadang mengembangkan bertelur di daratan secara langsung, dan hal ini bisa jadi bersamaan dengan proses perubahan tubuh yang kemudian mengecil. Pohon-pohon sisa periode Devonian di masa ini merupakan jenis tumbuhan yang paling mengubah bentuk pemandangan bumi, dengan lumut setinggi 30-40 meter, buntut kuda sampai dengan 15 meter, hampir setinggi pohon pakis. Pohon-pohon seperti Konifera masih menggunakan strategi pelepasan spora dengan melepaskan berjuta-juta polen ke udara untuk membuahi cone betinanya. Strategi tiupan angin ini membutuhkan jumlah polen yang sangat banyak untuk mendapatkan hasil, dan sistem ini lebih baik dibandingkan dengan sistem lainnya karena pohon-pohon tersebut dibuahi bersamaan tanpa banyak melakukan kompetisi.
d. Periode Permian (286-248 juta tahun yang lalu)
Pada periode Permian, benua-benua bergerak lebih mendekat dibandingkan masa Karboniferus, di mana bagian utara dan bagian selatan superbenua Laurasia dan Gondwana mulai menyatu dan membentuk sebuah benua mahaluas yang disebut Pangaea. Periode Permian merupakan periode final dari masa Paleozoikum dan diberi nama sesuai nama sebuah provinsi, Perm, di Rusia, tempat di mana batu pada periode ini dipelajari.
Lingkungan geografis periode Permian mencakup area luas daratan dan lautan. Percobaan yang dilakukan memberikan kesimpulan bahwa kemungkinan besar daerah bagian dalam daratan beriklim kering, dengan iklim yang sangat fluktuatif, karena kurangnya daerah berair di daerah ini, dan hanya sebagian daerah dari superbenua ini yang menerima curahan air hujan dalam setiap tahunnya. Daerah lautan pada masa ini sendiri masih sedikit yang diketahui seperti apa. Di bagian selatan superbenua tersebut terdapat daerah gletser yang luas, terbukti dari pengecilan/pengurusan batu glasial dari tempat-tempat yang sekarang disebut Afrika, Amerika Selatan, Antartika, dan tanah hasil penggerusan angin mengindikasikan iklim yang sangat kering. Namun, ada indikasi pada masa ini iklim di bumi berubah pada masa ini, daerah es berkurang ketika bagian dalam benua menjadi semakin kering.
Perbedaan antara masa Paleozoikum dan Mesozoikum terjadi pada periode akhir Permian yang ditandai dengan kepunahan besar-besaran yang pernah tercatat di bumi. Hal tersebut memengaruhi banyak kelompok binatang di banyak lingkungan dan ekosistem. Namun yang paling terpengaruh dari kepunahan massal tersebut dirasakan oleh komunitas laut yang menyebabkan kepunahan sampai 90-95% dari spesies laut. Di daratan kepunahan membuka jalan bagi bentuk lain untuk mendominasi, dan membawa ke dalam masa yang dikenal sebagai “Masa Dinosaurus”. Meski sebab dari kepunahan masal pada periode Permian masih diperdebatkan, beberapa kemungkinan diformulasikan untuk menjelaskan tahapan kejadian kepunahan. Peng-es-an, perubahan formasi Pangaea, dan aktivitas gunung berapi merupakan beberapa teori di samping kemungkinan teori dari luar angkasa, yaitu tumbukan meteor dan asteroid ke bumi.
e. Periode Triasik (248-213 juta tahun lalu)
Periode Triasik merupakan periode paling awal dari tiga era Mesozoikum (Triasik-Jurasik-Kretaceous). Dari berbagai sisi, masa Triasik disebut sebagai masa transisi. Daratan-daratan dunia masih tergabung dalam sebuah superbenua Pangaea, mengubah iklim global dan sirkulasi air laut. Banyak daratan gersang. Masa Triasik adalah masa yang terjadi setelah masa kepunahan terbesar dalam sejarah kehidupan (kepunahan pada akhir masa Permian), dan juga sebuah masa yang menjadi masa penyebaran dan pengolonisasian kembali organisme-organisme yang berhasil bertahan hidup. Organisme-organisme ini mengisi daerah-daerah kosong yang disebabkan kejadian di atas.
Organisme pada masa Triasik dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu: kelompok yang berhasil bertahan hidup setelah masa kepunahan di akhir masa Permian, kelompok baru yang tumbuh sebentar, dan kelompok baru yang akhirnya mendominasi masa Mesozoikum. Yang termasuk kelompok yang berhasil bertahan hidup adalah tumbuh-tumbuhan seperti lycophyte dan glossopterid, dan reptil yang mirip mamalia seperti dicyonodont. Sedangkan organisme yang akan mendominasi masa Mesozoikum adalah konifera modern, cycadeoid, dan dinosaurus.
f. Periode Jurasik (213-145 Juta tahun yang lalu)
Peride Jurasik adalah periode tengah di masa Mesozoikum, ditenggarai muncul sekitar 213 dan 145 juta tahun yang lalu. Dinamai sesuai dengan nama batuan pada masa ini ditemukan, pegunungan Jura, daerah antara Swiss dan Prancis. Diluar apa yang ditampilkan oleh Hollywood, Jurasik masih sangat penting untuk kita sampai dengan saat ini, selain banyaknya fossil yang ditemukan pada masa ini juga peranan ekonomi yang mengikutinya—ladang minyak banyak ditemukan—dibentuk pada masa ini.
Penelitian dengan menggunakan senyawa isotop oksigen, penyebaran tanaman darat, dan fosil-fosil binatang laut mengindikasikan bahwa pada masa periode Jurasik beriklim sedang, berkisar sekitar 80C lebih hangat dari iklim saat ini. Tidak ada gletser yang terbukti ada pada periode ini. Kehidupan pada periode Jurasik tidak hanya didominasi oleh cycadas, tapi juga oleh konifera, horsetail, dan fern yang berlimpah. Perlahan-lahan pada masa dedaunan ini beberapa jenis mamalia awal mulai muncul, ukurannya masih sebesar tikus. Di kawasan laut, intervetebrata air, ammonit merupakan organisme yang paling menonjol. Pada periode ini binatang-binatang yang menguasi daratan, lautan, dan udara adalah reptil. Dinosaurus, dengan jumlah dan jenis yang lebih banyak dan beragam dari periode Triasik, merupakan penguasa daratan; baya, ichtyosaurus, dan plesiosaurus menjadi raja di lautan, sementara pterosaurus menduduki kawasan udara, keluarga dinosaurus yang dapat terbang.
g. Periode Kretaceous (145-65 juta tahun yang lalu)
Episode akhir dari masa Mesozoikum adalah periode Kretaceous, berasal dari kata latin untuk kapur (creta) dari banyaknya kandungan kapur dari masa ini yang membentuk tebing sepanjang Selat Inggris antara Inggris Raya dengan Prancis. Periode ini berlangsung lebih lama dari para penerusnya, seperti yang terjadi pada era Kenozoikum. Di mana pada masa ini banyak tipikal kehidupan masa Mesozoikum, seperti ammonit, belemnite, gimnospermae, ichtyosaurus, plesiosaurus, dan dinosaurus mengalami pengurangan. Kelompok-kelompok tersebut saling menyebar dan mengalami pengayaan jenis pada masa hidupnya dan maju ke masa akhir Kretaceous, mereka menunjukkan beberapa macam pola kepunahan.
Beberapa perubahan memengaruhi bentang alam dan ekologi bumi terjadi pada saat kemunculan angiospermae atau tanaman-tanaman kembang sekitar 130 juta tahun yang lalu. Tanaman-tanaman kembang, termasuk di dalamnya pohon-pohon besar dan rerumputan, dapat dibedakan dari tanaman lainnya melalui kembang yang mereka produksi, di mana beberapa tumbuhan menggunakan mekanisme polinasi angin, warna, bau atau keduanya untuk menarik serangga (dan pengumpul polen). Nektar mungkin muncul sebagai semacam “hadiah” dalam proses ini. Binatang menyebarkan polen lebih efektif daripada angin, sehingga tanaman-tanaman yang menggunakan serangga sebagai perantara mengembangkan metode reproduksinya. Angiospermae bukan satu-satunya tanaman yang mengikutsertakan binatang dalam proses polinasinya, begitu pula dengan cycadas yang dipolinasi dengan bantuan serangga sejenis kumbang. Asal mula proses tumbuhan berkembang pada masa awal Kretaceous nampaknya memicu perkembangan besar gelombang kedua berbagai jenis serangga dan grup-grup baru seperti kupu-kupu, ngengat, semut, dan lebah. Serangga-serangga tersebut meminum nektar dari kembang dan pada kasus semut serta lebah; proses ini mengembangkan sebuah struktur kolonisasi yang rumit dan kompleks.
h. Periode Paleosen (65-55,5 juta ahun yang lalu)
Periode Paleosen merupakan masa paling awal dari masa Tertier, mengambil masa antara 65 dan 55,5 juta tahun yang lalu. Penamaan masa ini diambil dari bahasa Yunani “palaois” yang berarti tua dan “ceno” yang berarti baru, mengindikasikan kemunculan flora dan fauna jenis baru yang dihubungkan dengan jenis yang lebih tua dari masa Kretaceous. Dunia pada masa tersebut merupakan sebuah tempat yang lebih layak huni, dengan tipe cuaca tropis dan subtropis sampai ke daerah kutub. Pola curah hujan mungkin berubah secara dramatis setelah kepunahan dinosaurus, dengan tingkat curah yang lebih tinggi terjadi sepanjang tahun.
i. Periode Eosen (55,5 – 33,7 juta tahun yang lalu)
Masa setelah periode Paleosen disebut dengan Eosen. Diambil dari kata Yunani “eos” (subuh) dan “ceno” (baru), atau saat fajar dari bentuk fosil baru. Pada saat akhir periode Paleosen sampai kira-kira 50 juta tahun masa awal Eosen, iklim global tumbuh menjadi lebih hangat. Jumlah kawasan hutan tropis bertambah, menekan hutan hujan tropis ke dalam lingkaran kutub dan menciptakan hutan di daerah kutub. Banyak dari fauna pada saat ini muncul pertama kali pada masa awal Eosen, diantaranya adalah primata dan mamalia berkuku yang berjari (ungulates). Pada masa akhir Eosen, es mulai terakumulasi di Antartika, dan ini merupakan awal dari zaman es terakhir bumi. Bumi telah ada dalam periode es sejak masa glasial dan interglasial memperlihatkan pengurangan dan perluasan jumlah es, tapi bukan merupakan pengurangan es yang signifikan.
j. Periode Oligosen (33,7 – 23,8 juta tahun)
Zaman Oligosenpada awal periode Tertier, antara 33,7 sampai 23,8 juta tahun lalu, dan dinamakan sesuai dengan bahasa Yunani “oligos” (sedikit) dan “ceno” (baru), yang mengindikasikan bahwa terdapat sedikit jenis fosil baru. Zaman Oligosen relatif berjangka waktu pendek, walau beberapa bentuk perubahan terjadi selama berlangsungnya zaman ini. Fenomena tersebut di antaranya adalah munculnya gajah pertama dengan gading dan munculnya beberapa jenis tanaman belukar yang menciptakan padang rumput yang sangat luas di masa Miosen.
Transisi dari Eosen ke Oligosen membawa beberapa ciri perubahan besar: perubahan iklim global dari iklim basah dan tropis menjadi iklim yang lebih bermusim-musim, lebih kering, dan subtropis. Peristiwa itu adalah isyarat akan munculnya iklim dingin Tertier. Di Amerika Utara dan Eropa, Oligosen merupakan sebuah episode erosi, setelah peristiwa formasi munculnya pegunungan besar Eosen. Di Asia selama masa pertengahan Oligosen, lapisan tanah India bertabrakan dengan lapisan Eurasia dan formasi perputaran Himalaya dimulai. Peritiwa-peristiwa tersebut mungkin memberikan efek yang serius pada lingkungan Asia Tengah dan Timur masa Oligosen. Selandia Baru pada masa Oligosen mengalami longsong dan tenggelam, sampai pada batas 2/3 Selandia Baru modern tertutupi lautan. Pada masa itu, Antartika mulai membentuk lapisan es dalam ukuran besar yang menyebabkan iklim dingin.
Iklim yang lebih dingin dan lebih kering mempercepat evolusi dari jenis tumbuhan belukar, yang menjadi salah satu kelompok tumbuhan paling penting di muka bumi. Mereka menyebar secara ekstensif selama beberapa juta tahun dan memberi makan kumpulan hewan ternak yang memberikan perlindungan bagi hewan-hewan yang lebih kecil dan jenis burung-burungan, menstabilkan tanah dan mengurangi erosi. Tumbuhan rerumputan/belukar memiliki serat yang tinggi, rendah protein dan harus dikonsumsi dalam jumlah besar untuk mendapat nutrisi yang cukup. Namun, karena mereka mengandung pecahan-pecahan kerikil kecil yang dapat meratakan gigi hewan, pada akhirnya menyebabkan evolusi hewan-hewan ternak dengan gigi yang dapat beradaptasi dengan jenis makanan tersebut, seperti pada jenis kuda merohippus. Berbeda dengan tanaman berbunga, belukar tidak bergantung pada hewan melainkan pada angin untuk proses polinasi.
k. Periode Miosen (23,8 – 5,3 juta tahun)
Kata Miosen berasal dari bahasa Yunani yang berarti “meion” (kurang) dan “ceno” (baru). Selama periode ini ditemukan sedikit bentuk fosil baru daripada masa Pliosen. Pada zaman tersebut suhu menjadi lebih hangat dari pada zaman Oligosen atau masa Pliosen. Masa Miosen muncul di antara Antartika dan Amerika Selatan, sama seperti jalur lintasan antara Tasmania dan Antartika, menyediakan jalur masuk bagi arus air dingin circumpolar. Fenomena ini secara signifikan mengurangi percampuran antara air hangat tropis dan air dingin polar, dan menyebabkan munculnya kutub Antartika.
Tenggelamnya lautan dangkal seperti Laut Tethys yang ditutupi oleh jembatan darat alami antara Afrika dan Eurasia, membendung laut Mediterania, merupakan pengaruh lebih jauh dari perubahan iklim global dunia. Dengan lebih banyak daratan yang muncul, terdapat lebih sedikit lautan yang dapat mencegah iklim global dari suhu panas atau dingin yang ekstrim.
Kumpulan alga coklat besar yang disebut “kelp” menyangga proses evolusi kehidupan laut, seperti anjing laut, dan juga sekelompok ikan dan invertebrata. Walau kelp adalah sejenis tanaman, kelp tidak berhubungan dekat dengan saudaranya di daratan. Sel kelp menggunakan jenis pigmen yang berbeda untuk proses fotosintesis. Karena tanaman laut tidak bertahan lama, para peneliti hanya dapat menyimpulkan kalau kelt hanya bertahan sampai masa Miosen, ketika hewan-hewan yang bergantung padanya muncul namun hanya ada pada periode-periode awal.
Penelitian terhadap tanaman-tanaman zaman Miosen hanya fokus terhadap penelitian spora dan serbuk sari. Penelitian semacam itu menunjukkan bahwa pada akhir zaman Miosen 95% benih-benih familia tanaman muncul, dan tidak ada satu pun familia tanaman yang punah sejak masa pertengahan Miosen. Iklim hangat masa pertengahan Miosen yang diikuti oleh turunnya suhu, dianggap bertanggung jawab atas kemunduran ekosistem tropis, perluasan hutan konifer utara, dan bertambahnya musim. Dengan adanya perubahan ini, diversifikasi graminoid modern, terutama rerumputan dan alang-alang, pun terjadi. Pola perubahan biologis secara keseluruhan untuk masa Miosen ternasuk ke dalam jenis sistem perluasan vegetasi (seperti hutan).
l. Periode Pliosen (5,3 – 1,8 juta tahun)
Zaman terakhir dari periode Tertier disebut zaman Pliosen yang berasal dari bahasa Yunani “pleion” (lebih) dan “ceno” (baru) yang berarti bahwa pada masa itu terdapat lebih banyak bentuk fosil dari pada zaman sebelumnya. Iklim dingin yang dimulai sejak zaman Eosenterus berlangsung sampai masa Pliosen; hal ini menunjukkan tahapan akhir dari iklim dingin global yang membawa proses pembentukan glasial Quaternary. Sementara dunia Pliosen beriklim lebih hangat dari pada masa kini, sekitar 2 juta tahun lapisan es menutupi kedua kutub, dan selama masa Pleistosen glasier berulang kali bergerak maju dan mundur pada beberapa area di muka bumi. Jembatan darat Panamanian antara utara-selatan Amerika muncul selama masa Pliosen, menyebabkan migrasi dari tanaman dan hewan menuju habitat baru. Hal ini memiliki akibat substansial terhadap biota di kedua benua, seperti mamalia berplasenta yang menyebar ke selatan menyeberangi jembatan darat dan hewan marsupial yang bermigrasi ke arah utara.
m. Periode Pleistosen (1,8 juta tahun – 10.000 tahun)
Zaman Pleistosen terjadi antara 1,8 juta tahun lalu sampai dengan permulaan Holocene sekitar 10.000 tahun lalu. Pleistosen berasal dari bahasa Yunani “Pleistos” (sebagian besar) dan “ceno” (baru).
Pada permulaan Pleistosen, dunia memasuki periode yang lebih dingin karena perpindahan tahap glacial menuju ke tahap interglasial. Hemisphere Utara menunjukkan vegetasi Artik: tundra di dalam Lingkaran Artik dan taiga—hutan konifer. Tundra adalah dunia dari tanah yang membeku abadi, dengan musim tumbuh tanamanyang sangat pendek yang kebanyakan merupakan lumut, liken, dan alang-alang. Di daerah dengan ketinggian yang lebih rendah iklim yang lebih kering membawa jenis vegetasi gurun.
III. Pembahasan
Pada masa benua Laurasia dan Gondwana, persebaran tumbuhan dan hewan senantiasa dipengaruhi oleh kondisi lingkungan pada masa itu yang sangat ekstrim dan berubah-ubah dengan sangat cepat. Hal ini dikarenakan bumi belum memiliki biosfer yang kompleks seperti saat ini. Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh pada saat itu sangat mempengaruhi pola persebaran tumbuhan dan hewan, serta mempengaruhi proses evolusi yang sedang berjalan.
Persebaran flora dan fauna di muka bumi dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu :
a. Penyebab Persebaran
1. Tekanan Populasi, semakin banyak /bertambahnya populasi akan menyebabkan kebutuhan akan persediaan bahan makanan menjadi semakin sulit dipenuhi sehingga menyebabkan migrasi.
2. Persaingan, ketidakmampuan fauna dalam bersaing dalam memperebutkan wilayah kekuasaan dan bahan makanan yang dibutuhkan juga mendorong terjadinya migrasi ke daerah lain
3. Perubahan Habitat, berubahnya lingkungan tempat tinggal dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan menjadi merasa tidak cocok untuk terus menempati daerah asal.
b. Sarana Persebaran
1. Udara, dengan media udara fauna dapat bermigrasi dari kekuatan terbang sedangkan flora dapat menggunakan angin untuk bermigrasi dari berat-ringannya benih.
2. Air, kemampuan fauna dalam berenang terutama hewan-hewan air menyebabkan perpindahan mudah terjadi. Benih tumbuhan dapat terangkut dan berpindah tempat dengan menggunakan media aliran air sungai atau arus laut.
Air mempunyai peranan yang penting bagi pertumbuhan tumbuhan karena dapat melarutkan dan membawa makanan yang diperlukan bagi tumbuhan dari dalam tanah. Adanya air tergantung dari curah hujan dan curah hujan sangat tergantung dari iklim di daerah yang bersangkutan. Jenis flora di suatu wilayah sangat berpengaruh pada banyaknya curah hujan di wilayah tersebut. Flora di daerah yang kurang curah hujannya keanekaragaman tumbuhannya kurang dibandingkan dengan flora di daerah yang banyak curah hujannya. Misalnya di daerah gurun, hanya sedikit tumbuhan yang dapat hidup, contohnya adalah pohon Kaktus dan tanaman semak berdaun keras. Di daerah tropis banyak hutan lebat, pohonnya tinggi-tingi dan daunnya selalu hijau.
3. Tanah, hampir semua fauna daratan menggunakan lahan sebagai media untuk berpindah tempat. Tanah banyak mengandung unsur-unsur kimia yang diperlukan bagi pertumbuhan flora di dunia. Kadar kimiawi berpengaruh terhadap tingkat kesuburan tanah. Keadaan struktur tanah berpengaruh terhadap sirkulasi udara di dalam tanah sehingga memungkinkan akar tanaman dapat bernafas dengan baik. Keadaan tekstur tanah berpengaruh pada daya serap tanah terhadap air. Suhu tanah berpengaruh terhadap pertumbuhan akar serta kondisi air di dalam tanah. Komposisi tanah umumnya terdiri dari bahan mineral anorganik (70%-90%), bahan organik (1%-15%), udara dan air (0-9%). Hal-hal di atas menunjukkan betapa pentingnya faktor tanah bagi pertumbuhan tanaman. Perbedaan jenis tanah menyebabkan perbedaan jenis dan keanekaragaman tumbuhan yang dapat hidup di suatu wilayah. Contohnya di Nusa Tenggara jenis hutannya adalah Sabana karena tanahnya yang kurang subur. Perhatikan hutan di daerah yang subur di pegunungan dengan hutan di daerah yang tanahnya banyak mengandung kapur atau tanah liat.
4. Topografi, faktor ketinggian permukaan bumi umumnya dilihat dari ketinggiannya dari permukaan laut (elevasi). Misalnya ketinggian tempat 1500 m berarti tempat tersebut berada pada 1500 m di atas permukaan laut. Semakin tinggi suatu daerah semakin dingin suhu di daerah tersebut. Demikian juga sebaliknya bila lebih rendah berarti suhu udara di daerah tersebut lebih panas. Setiap naik 100 meter suhu udara rata-rata turun sekitar 0,5 derajat Celcius. Jadi semakin rendah suatu daerah semakin panas daerah tersebut, dan sebaliknya semakin tinggi suatu daerah semakin dingin daerah tersebut. Oleh sebab itu ketinggian permukaan bumi besar pengaruhnya terhadap jenis dan persebaran tumbuhan. Daerah yang suhu udaranya lembab, basah di daerah tropis, tanamannya lebih subur dari pada daerah yang suhunya panas dan kering.
5. Pengangkutan Manusia, baik secara sengaja ataupun tidak manusia dapat menyebabkan perpindahan flora dan fauna.
Manusia mampu mengubah lingkungan untuk memenuhi kebutuhan tertentu. Misalnya daerah hutan diubah menjadi daerah pertanian, perkebunan atau perumahan dengan melakukan penebangan, reboisasi,.atau pemupukan. Manusia dapat menyebarkan tumbuhan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Selain itu manusia juga mampu mempengaruhi kehidupan fauna di suatu tempat dengan melakukan perlindungan atau perburuan binatang. Hal ini menunjukan bahwa faktor manusia berpengaruh terhadap kehidupan flora dan fauna di dunia ini. Selain itu faktor hewan juga memiliki peranan terhadap penyebaran tumbuhan flora. Misalnya serangga dalam proses penyerbukan, kelelawar, burung, tupai membantu dalam penyebaran biji tumbuhan. Peranan faktor tumbuh-tumbuhan adalah untuk menyuburkan tanah. Tanah yang subur memungkinkan terjadi perkembangan kehidupan tumbuh-tumbuhan dan juga mempengaruhi kehidupan faunanya. Contohnya bakteri saprophit merupakan jenis tumbuhan mikro yang membantu penghancuran sampah-sampah di tanah sehingga dapat menyuburkkan tanah.
c. Hambatan (barier) Persebaran
1. Hambatan Iklim, keadaan iklim terutama yang bersifat ekstrim dapat dapat menghambat persebaran misalnya kondisi temperatur, kelembaban udara dan curah hujan. Faktor iklim termasuk di dalamnya keadaan suhu, kelembaban udara dan angin sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan setiap mahluk di dunia. Faktor suhu udara berpengaruh terhadap berlangsungnya proses pertumbuhan fisik tumbuhan. Sinar matahari sangat diperlukan bagi tumbuhan hijau untuk proses fotosintesa. Kelembaban udara berpengaruh pula terhadap pertumbuhan fisik tumbuhan. Sedangkan angin berguna untuk proses penyerbukan. Faktor iklim yang berbeda-beda pada suatu wilayah menyebabkan jenis tumbuhan maupun hewannya juga berbeda.. Tanaman di daerah tropis, banyak jenisnya, subur dan selalu hijau sepanjang tahun karena bermodalkan curah hujan yang tinggi dan cukup sinar matahari. Berbeda dengan tanaman di daerah yang beriklim sedang, ragam tumbuhannya tidak sebanyak di daerah tropis yang kaya sinar matahari, di sana banyak ditemui pohon berkayu keras dan berdaun jarum. Daerah Gurun yang beriklim panas dan kurang curah hujan, hanya sedikit tumbuhan yang dapat menyesuaikan diri, seperti misalnya pohon Kaktus dapat tumbuh subur, karena mempunyai persediaan air dalam batangnya. Kehidupan faunanya juga sangat bergantung pada pengaruh iklim yang mampu memberikan kemungkinan bagi kelangsungan hidupnya. Binatang di daerah dingin beda dengan binatang di daerah tropis, dan sulit menyesuaikan diri bila hidup di daerah tropis yang beriklim panas.
2. Hambatan Edafik (tanah), tanah sangat berpengaruh bagi tanaman/tumbuhan karena sangat memerlukan unsur-unsur penting dalam tanah yaitu unsur hara, udara, kandungan air yang cukup. Lapisan tanah yang tipis dan keras membuat hewan-hewan yang terbiasa menggali tanah dan bertempat tinggal di dalam tanah memilih mencari daerah yang lapisan tanahnya tebal dan gembur.
3. Hambatan Geografis, bentang alam muka bumi dapat menghambat persebaran flora dan fauna seperti samudera, padang pasir, sungai dan pegunungan.
4. Hambatan Biologis, kondisi lingkungan yang cocok untuk hidup serta persediaan bahan makanan yang melimpah menjadi faktor penghambat flora dan fauna dalam bermigrasi. Hal ini berkaitan dengan kecocokan dengan kondisi alam.
IV. Kesimpulan
Persebaran flora dan fauna bisa terhambat oleh adanya fenomena-fenomena geosfer, antara lain: gerakan lempeng, perubahan permukaan laut, munculnya pegunungan dan perubahan pola aliran. Pada umumnya faktor-faktor yang mempengaruhi atau menghambat persebaran adalah sebagai berikut:
a. Iklim (Klimatik), keadaan iklim sangat mempengaruhi persebaran flora dan fauna. Unsur-unsur iklim yang menghambat persebaran adalah suhu, curah hujan, kelembapan uadara dan angin.
b .Keadaan Tanah (edafik), kondisi unsur hara tanah, tekstur tanah, tingkat kegemburan tanah, mineral hara, air tanah (porositas) dan kandungan udara sangat berpengaruh terhadap perkembangbiakan tumbuhan, sedangkan bagi binatang sangat berpengaruh pada pola makan.
c. Kondisi Geografis, dapat menjadi penghambat bagi persebaran flora dan fauna. Tinggi rendahnya permukaan bumi mempengaruhi pola penyinaran matahari. Bentang alam juga dapat menjadi penghambat berupa padang pasir, samudra, sungai dan pegunungan.
d. Faktor Biotik, yang menghambat persebaran bisa dikarenakan ulah manusia ataupun terjadinya perubahan habitat sehingga dapat menghambat kelangsungan hidup.
Daftar Pustaka
Astina, I Komang, Drs,Ms dan Fatchan, Achmad, Prof.1992.Tumbuhan Perubahan dan Persebarannya.Malang:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan IKIP Malang.
www.mimeabdul.blogspot.com, diakses pada tanggal 25 November 2009.
www.cuchuz.blogspot.com, diakses pada tanggal 30 Desember 2009.
Anonymous.2006.Microsoft Encarta 2006.Washington:Microsoft, Inc.
Selasa, 16 Agustus 2011
Senin, 15 Agustus 2011
Kepekaan Tanah Terhadap Erosi
Berbagai tipe tanah mempunyai kepekaan terhadap erosi yang berbeda-beda. Kepekaan erosi tanah yaitu mudah atau tidaknya tanah tererosi adalah fungsi berbagai interaksi sifat-sifat fisik dan kimia tanah (Arsyad, 2006). Selanjutnya Asdak (2001) menyatakan bahwa empat sifat tanah yang penting dalam menentukan erodibilitas tanah (mudah atau tidaknya tanah tererosi) adalah: tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah.
Stallings (1957) mengemukakan bahwa setiap jenis tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadaperosi dapat diartikan sebagai mudah tidaknya tanah tererosi atau erodibilitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi erodibilitas yaitu sifat fisik, tofografi dan pengelolaan tanah oleh manusia.
Sifat tanah yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi adalah kapasitas infiltrasi dan erodibilitasnya. Infiltrasi adalah banyaknya air yang merembes ke dalam tanah melalui permukaan tanah yang dinyatakan dalam mm/jam, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah menginfiltrasikan air. Kapasitas infiltrasi tanah sangat menentukan banyak tidaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah sebagai aliran permukaan. (Soemarto, 1987).
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanaman.(Seta, S1987)
Tekstur adalah ukuran proporsi kelompok ukuran butir-butir primer bagian mineral tanah (Arsyad, 1987). Tanah-tanah yang bertekstur kasar (tanah-tanah berpasir) mempunyai kapasitas dan laju infiltrasi yang tinggi sehingga jika tanah tersebut dalam maka erosi dapat diabaikan, demikian pula dengan tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halus ini akan mudah sekali terangkut, Arsyad (1980) dalam Seta (1987). Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu , pasir sangat halus, Bryan (1986) dalam Arsyad (1989).
Struktur tanah adalah susunan butir-butir primer menjadi butir-butir sekunder atau agregat (Buckman and Brady, 1982). Susunan butir-butir primer sangat halus menentukan tipe struktur (Arsyad, 2006).
Tanah yang berstruktur kersai atau garanular lebih terbuka dan lebih jarang sehingga akan menyerap air lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan tanah yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya lebih rapat. (Syarief,1985)
Peranan bahan organik dalam pembentukan agregat tanah sangatlah besar. Menurut Arsyad (2006) fungsi bahan organik dalam pencegahan terjadinya erosi antara lain dapat memperbaiki daerah perakaran. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. tanah-tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 % umumnya peka terhadap erosi. (Syarief, 1985)
Sifat lapisan tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan tersebut. Permeabilitas ditentuken oleh struktur dan tekstur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya bertekstur granular dan permeabel, kurang peka erosi dubandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan oermeabilitasnya rendah (Arsyad, 1989).
Kartasapoetra dan Sutejo (1991) mengemukakan bahwa kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan menghanyutkan oleh air curah hujan disebut erodibilitas. Erodibilitas tanah tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah rendah berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah tersebut kuat, dengan kata lain tanah tanah (resisten) terhadap erosi.
Sumber: Catatan perkuliahan
Stallings (1957) mengemukakan bahwa setiap jenis tanah mempunyai kepekaan yang berbeda-beda terhadap erosi. Kepekaan tanah terhadaperosi dapat diartikan sebagai mudah tidaknya tanah tererosi atau erodibilitas. Faktor-faktor yang mempengaruhi erodibilitas yaitu sifat fisik, tofografi dan pengelolaan tanah oleh manusia.
Sifat tanah yang mempengaruhi aliran permukaan dan erosi adalah kapasitas infiltrasi dan erodibilitasnya. Infiltrasi adalah banyaknya air yang merembes ke dalam tanah melalui permukaan tanah yang dinyatakan dalam mm/jam, sedangkan kapasitas infiltrasi adalah kemampuan tanah menginfiltrasikan air. Kapasitas infiltrasi tanah sangat menentukan banyak tidaknya air yang mengalir di atas permukaan tanah sebagai aliran permukaan. (Soemarto, 1987).
Sifat-sifat tanah yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah tekstur, struktur, bahan organik, kedalaman, sifat lapisan tanah, dan tingkat kesuburan tanaman.(Seta, S1987)
Tekstur adalah ukuran proporsi kelompok ukuran butir-butir primer bagian mineral tanah (Arsyad, 1987). Tanah-tanah yang bertekstur kasar (tanah-tanah berpasir) mempunyai kapasitas dan laju infiltrasi yang tinggi sehingga jika tanah tersebut dalam maka erosi dapat diabaikan, demikian pula dengan tanah bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi tetapi jika terjadi aliran permukaan maka butir-butir halus ini akan mudah sekali terangkut, Arsyad (1980) dalam Seta (1987). Tekstur tanah yang paling peka terhadap erosi adalah debu , pasir sangat halus, Bryan (1986) dalam Arsyad (1989).
Struktur tanah adalah susunan butir-butir primer menjadi butir-butir sekunder atau agregat (Buckman and Brady, 1982). Susunan butir-butir primer sangat halus menentukan tipe struktur (Arsyad, 2006).
Tanah yang berstruktur kersai atau garanular lebih terbuka dan lebih jarang sehingga akan menyerap air lebih cepat dan lebih banyak dibandingkan tanah yang berstruktur dengan susunan butir-butir primernya lebih rapat. (Syarief,1985)
Peranan bahan organik dalam pembentukan agregat tanah sangatlah besar. Menurut Arsyad (2006) fungsi bahan organik dalam pencegahan terjadinya erosi antara lain dapat memperbaiki daerah perakaran. Selanjutnya dikatakan bahwa pengaruh bahan organik dalam mengurangi aliran permukaan, peningkatan infiltrasi dan pemantapan agregat tanah. tanah-tanah dengan kandungan bahan organik kurang dari 2 % umumnya peka terhadap erosi. (Syarief, 1985)
Sifat lapisan tanah yang menentukan kepekaan erosi tanah adalah permeabilitas lapisan tersebut. Permeabilitas ditentuken oleh struktur dan tekstur tanah. Tanah yang lapisan bawahnya bertekstur granular dan permeabel, kurang peka erosi dubandingkan dengan tanah yang lapisan bawahnya padat dan oermeabilitasnya rendah (Arsyad, 1989).
Kartasapoetra dan Sutejo (1991) mengemukakan bahwa kepekaan tanah terhadap daya menghancurkan dan menghanyutkan oleh air curah hujan disebut erodibilitas. Erodibilitas tanah tinggi berarti tanah tersebut peka atau mudah tererosi dan erodibilitas tanah rendah berarti bahwa resistensi atau daya tahan tanah tersebut kuat, dengan kata lain tanah tanah (resisten) terhadap erosi.
Sumber: Catatan perkuliahan
Langganan:
Postingan (Atom)