BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Iklim dan cuaca di Indonesia dikerakteristikkan oleh adanya musim penghujan dan musim kemarau satu kali di daerah ekuator. Variasi ini disebabkan sirkulasi angin yang berasal dari ekuatorial dan sirkulasi angin yang berasal dari lintang tengah. Pergantian sirkulasi angin ini berkaitan erat dengan gerakan posisi matahari dari utara ke selatan dan dari selatan ke utara pada periode tertentu terhadap bumi serta Benua Asia dan Australia. Sirkulasi angin inilah yang disebut dengan Angin Muson Barat dan Angin Muson Timur yang bertiup setengah tahun bergantian. Selain itu, iklim Indonesia juga dipengaruhi lautan sangat luas yang mengelilinginya, sehingga secara ringkas Indonesia dikatakan beriklim Muson Laut Tropis.
Menurut pengklasifikasiannya, Koppen membagi Indonesia menjadi tiga daerah iklim yakni: Sumatera, Kalimantan, dan Jawa Barat beriklim Af. Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagian besar beriklim Am. Nusa Tenggara, Papua dan sekitarnya beriklim Aw. Semakin ke timur semakin kering. Sedangkan Schimdt dan Ferguson membedakan iklim di Indonesia berdasarkan perbandingan antara musim kemarau dengan musim penghujan pada suatu daerah (perbandingan rata-rata bulan kering dengan rata-rata bulan basah). Sehingga didapatkan 8 pengklasifikasian iklim. Semakin ke timur, periode musim kemarau semakin panjang. Perbedaan iklim di Indonesia inilah yang dapat mempengaruhi perbedaan agihan flora dan fauna serta aktivitas sehari-hari dari penduduknya. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini, saya membuat laporan mengenai iklim di Kota Batu berdasarkan pengklasifikasian Koppen dan pengklasifikasian Schimdt dan Ferguson untuk mengetahui agihan flora dan fauna serta aktivitas penduduknya.
2. Rumusan Masalah
a. Bagaimana iklim di Kota Batu menurut pengklasifikasian Koppen?
b. Bagaimana iklim di Kota Batu menurut pengklasifikasian Schimdt dan Ferguson?
c. Bagaimana ciri-ciri daerah Kota Batu berdasarkan klasifikasi iklimnya?
d. Bagaimana agihan flora dan fauna, serta aktivitas penduduk di Kota Batu?
3. Tujuan
a. Mengidentifikasi iklim di Kota Batu menurut pengklasifikasian Koppen.
b. Mengidentifikasi iklim di Kota Batu menurut pengklasifikasian Schmidt dan Ferguson.
c. Mengidentifikasi ciri-ciri daerah Kota Batu berdasarkan klasifikasi iklimnya.
d. Mengidentifikasi agihan flora dan fauna, serta aktivitas penduduk yang ada di Kota Batu.
BAB II
DASAR TEORI
1. Klasifikasi Iklim
Cuaca dan iklim merupakan dua kondisi yang hampir sama tetapi beda pengertian khususnya terhadap kurun waktu. Cuaca merupakan bentuk awal yang dihubungkan dengan penafsiran dan pengertian akan kondisi fisik udara sesaat pada suatu lokasi dan suatu waktu, sedangkan iklim merupakan kondisi lanjutan dan merupakan kumpulan dari kondisi cuaca yang kemudian disusun dan dihitung dalam bentuk rata-rata kondisi cuaca dalam kurun waktu tertentu.
Proses terjadinya cuaca dan iklim merupakan kombinasi dari variabel-variabel atmosfer yang sama yang disebut unsur-unsur iklim, yakni:
a. Radiasi matahari
b. Suhu udara
c. Kelembaban udara
d. Curah hujan
e. Evaporasi
f. Tekanan udara
g. Angin
Unsur-unsur tersebut di atas berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang disebabkan oleh adanya pengendali-pengendali iklim. Pengendali iklim atau faktor yang dominan menentukan perbedaan iklim antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain adalah:
a. Posisi relatif terhadap garis edar matahari (posisi lintang)
b. Keberadaan lautan atau permukaan airnya
c. Pola arah angin
d. Relief permukaan bumi
e. Kerapatan dan jenis vegetasi
Secara garis besar Indonesia memiliki jenis iklim muson laut tropis, hal ini dikarenakan Indonesia dilalui angin muson yang berhembus setiap 6 bulan sekali dan selalu berhanti arah. Selain itu Indonesia terletak pada lintang nol derajat yang terletak di garis Khatulistiwa sehingga beriklilm tropis serta wilayah Indonesia yang dikelilingi oleh lautan. Namun, iklim di Indonesia dapat dijelaskan lebih terperinci lagi sebagai berikut, angin yang berhembus di Indonesia ditentukan oleh angin yang berhembus dari Asia yang dinamakan angin musin barat laut yang bertiup bulan Oktober-April. Angin ini banyak mendatangkan hujan pada sebagian besar kepulauan di Indonesia, sehingga pada bulan Desember sampai Februari kita kenal sebagai musim hujan. Selama enam bulan berikutnya (Mei-September) benua Asia mengalami musim panas karena bertekanan minimum. Angin angin musim pada periode ini berasal dari daerah gurun yang merupakan angin kering. Bagi sebagian wilayah Indonesia angin ini tidak membawa hujan, karena itu pada saat ini dinamakan musim kemarau. Dalam musim ini bertiup angin musim Tenggara (di Jawa sering disebut angin musim Timur, karena faktor relief pulau). Daerah yang cukup mendapatkan curah hujan selama musim ini adalah bagian barat Indonesia, yaitu Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat.
Berdasarkan pembagian iklim di Indonesia menurut klasifikasi yang dibuat Koppen, maka daerah-daerah Sumatera, Kalimantan dan Jawa Barat beriklim Af. Jawa Tengah dan Jawa Timur sebagian besar beriklim Am. Daerah ini mengalami musim kering selama bulan April-Oktober (Jawa Barat musim kemaraunya lebih pendek)dan makin ketimur, makin kering. Karena itu Nusa Tenggara, khususnya Nusa Tenggara Timur iklimnya makin kering. daerah-daerah ini beriklim Aw. Periode peralihan diantara kedua musim tersebut disebut pancaroba.
Iklim dapat diklasifikasikan dengan beberapa cara, diantaranya dengan menggunakan cara klasifikasi Koeppen dan Schmidt- Ferguson. Wladimir Koeppen (1846-1940) membagi iklim dunia menjadi lima kelompok. Dasar klasifikasinya menggunakan data suhu dan curah hujan rata-rata bulanan dan tahunan. Vegetasi dipandang sebagai instrumen klimatologis, sehingga batas-batas tipe iklim sesuai dengan batas-batas vegetasi. Lima kelompok tersebut ditandai dengan huruf kapital, yaitu:
a. Golongan iklim A (tropical rainy climate = iklim hujan tropis tanpa musim dingin).
b. Golongan iklim B (dry climate = iklim kering).
c. Golongan iklim C (warm temperate rainy climate = iklim hujan lintang tengah menengah dengan musim dingin ringan).
d. Golongan iklim D (cold sowy forest climateI = klim hujan lintang menengah dengan musim dingin yang berat).
e. Golongan iklim E (polarclimate = iklim kutub tanpa musim hangat).
Iklim A, C, dan D disebut sebagai iklim basah dan mempunyai sehu dan curah hujan yang sesuai dengan syarat tumbuh pepohonan. Masing-masing kelompok iklim tersebut kemudian dibagi menjadi tipe-tipe iklim berdasarkan pada distribusi curah hujan musiman atau derajat kering atau derajat dingin.
Schmidt dan Ferguson (1951) menerima metode Mohr dalam menentukan bulan-bulan kering dan bulan basah, tetapi cara perhitungannya berbeda. Schmidt dan ferguson menghitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah dari tiap-tiap tahun kemudian diambil rata-ratanya (bulan kering < 60 mm dan bulan basah > 100 mm). Untuk menentukan jenis-jenis iklimnya, Schmidt dan Ferguson menggunakan harga quotien Q yang didefinisikan sebagai:
Q=(jumlah rata-rata bulan-bulan kering)/(jumlah rata-rata bulan-bulan basah) x 100%
Tiap tahun pengamatan dihitung jumlah bulan-bulan kering dan bulan-bulan basah, kemudian baru dirata-ratakan selama periode pengamatan. Dari harga Q yang ditentukan pada persamaan diatas kemudian Schmidt dan Ferguson menentukan jenis iklimnya yang ditandai dari iklim A sampai iklim H, sebagai berikut:
A : 0 ≤ Q < 0,143 = sangat basah
B : 0,143 ≤ Q < 0,333 = basah
C : 0,333 ≤ Q < 0,600 = agak basah
D : 0,600 ≤ Q < 1,000 = sedang
E : 1,000 ≤ Q < 1,670 = agak kering
F : 1,670 ≤ Q < 3,000 = kering
G : 3,000 ≤ Q < 7,000 = sangat kering
H : 7,000 ≤ Q = luar biasa kering
Garis-garis batas antara jenis-jenis iklim tersebut terletak pada harga :
Q=(1,5 a)/(12-1,5 a)
Dimana : a = 1,2,3,......8
BAB III
PEMBAHASAN
1. Alat dan Bahan
a. Komputer/laptop
b. Ballpoint
c. Penggaris
d. Pengahapus/tipex
e. Data suhu dan curah hujan Kota Batu (1998-2007)
f. Foto lingkungan Kota Batu
g. Referensi yang relevan
2. Langkah Kerja
a. Menentukan daerah yang akan dihitung jenis iklimnya.
b. Mencari data suhu dan curah hujan daerah tersebut.
c. Menentukan jenis iklim menurut Koppen dengan menghitung curah hujan selama 10 tahun dan curah hujan bulan terkering.
d. Menentukan jenis iklim menurut Schmidt dan Fergusson dengan menghitung jumlah rata-rata bulan terkering dan jumlah rata-rata bulan basah.
e. Menggambar diagram Koppen dan menentukan jenis iklim Kota Batu.
f. Menggambar diagram Schmidt dan Fergusson kemudian menentukan jenis iklim Kota Batu.
g. Menggambar klimatograf berdasarkan curah hujan dan suhu.
h. Pengklasifikasian jenis iklim Kota Batu selesai.
3. Hasil
a. Koppen
Curah hujan selama 10 tahun = 17110
Curah hujan bulan terkering = 44
Diagram Koppen
Curah hujan tahunan (mm)
Diketahui suhu bulan terdingin= 230 C. Karena suhu bulan terdingin tersebut > 180 C, maka iklim di Kota Batu termasuk golongan iklim A. Dalam iklim A tersebut, masih dibedakan menjadi tiga kelompok, yakni Af, Aw, dan Am. Jadi ada dua kemungkinan, iklim di Kota Batu, termasuk kelompok Aw atau Am. Untuk menentukannya, digunakanlah rumus batas antara Aw dan Am, dan berdasarkan diagram Koppen diatas, maka iklim Kota Batu digolongkan ke dalam iklim Am.
b. Schmidt dan Ferguson
Diketahui bahwa rata-rata bulan kering selama 10 tahun= 44. Sedangkan rata-rata bulan basahnya= 59. Dengan rumus “Q”, maka diperoleh bahwa harga Q= 74,6%, atau 0,746. Dari perolehan angka tersebut, iklim di Kota Batu termasuk ke dalam kelompok iklim D (sedang), yakni “Q” terletak di antara 0,600 – 1,000.
Q = (jumlah rata-rata bulan-bulan kering)/(jumlah rata-rata bulan-bulan basah) x 100%
Q=44/59 x 100%
= 74,6 %
= 0,746
c. Ciri-ciri Kota Batu dilihat dari unsur-unsur iklim
Dari hasil pengklasifikasian di atas telah disebutkan bahwa Kota Batu beriklim Am (iklim muson dengan musim kering yang singkat) menurut klasifikasi Koppen serta beriklim D (sedang) menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson. Dari apa yang kita peroleh tersebut, maka kita dapat mengetahui ciri-ciri dari Kota Batu yang antara lain sbb:
1. Beriklim tropis sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun.
2. Curah hujan rata-rata lebih dari 70 mm/tahun. Curah hujan bulan terkering < 60 mm.
3. Suhu rata-rata bulanan tidak kurang dari 180 C.
4. Suhu udara rata-rata tinggi, rata-rata suhu tahunannya antara 25 - 310 C.
5. Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil, antara 1 – 50 C.
4. Pembahasan
Berdasarkan hasil dari pengklasifikasian iklim serta pengamatan langsung kota Batu, kondisi agihan flora, fauna dan mata pencaharian di sana dapat saya gambarkan sebagai berikut.
a. Agihan Flora di Kota Batu.
Flora di daerah beriklim tropis seperti daerah Kota Batu ini, sangat beragam jenisnya (heterogen). Hampir semua tumbuhan mampu hidup dan bertahan, karena daerah beriklim tropis mendapatkan penyinaran matahari dan curah hujan yang cukup sepanjang tahun. Flora yang paling mendominasi adalah tanaman-tanaman pertanian dan perkebunan, misalnya: padi, jagung, tebu, ketela pohon, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dll, karena jenis tanaman tersebut digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup penduduknya. Namun selain tanaman pertanian dan perkebunan, masih bisa pula ditemukan areal-areal hutan di sebagian wilayahnya. Misalnya hutan jati, sengon, hutan bambo, hutan pinus, dan hutan hujan tropis yang didominasi oleh tumbuhan berdaun lebar yang menghijau sepanjang tahun.
b. Agihan Fauna di Kota Batu.
Telah dijelaskan bahwa di daerah Kota Batu mempunyai flora yang sangat beragam jenisnya. Begitu pula dengan fauna yang ada, karena jenis fauna secara langsung maupun tidak langsung dipengaruhi oleh keadaan flora di daerah tersebut. Fauna yang mendominasi adalah binatang-binatang ternak dan hewan peliharaan. Masih bisa ditemukan juga fauna-fauna liar, antara lain: ayam hutan, kera ekor panjang, kelelawar, beberapa jenis burung, dsb yang mendiami area-area hutan yang ada.
c. Aktivitas Penduduk di Kota Batu
Dilihat dari jenis tanaman yang mendominasi di Kota Batu, sektor pertanian lah yang paling banyak dikembangkan di daerah tersebut. Hal tersebut didukung oleh keadaan iklim dan keadaan tanah yang cocok untuk pengembangan tanaman pertanian. Data BPS menunjukkan 51,09 % penduduk Kota Batu bekerja sebagai tani dan 27,92% bekerja sebagai buruh tani. Sebagiannya lagi bekerja sebagai PNS, pedagang, pegawai swasta, dll.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
a. Melalui perhitungan klasifikasi iklim Koppen maka kota Batu termasuk golongan iklim Am. Sedangkan dalam perhitungan klasifikasi Schmidt dan Ferguson maka kota Batu memiliki tipe curah hujan D, dengan karakteristik sedang. Pada daerah ini tanaman tropis tertentu yang peka tidak dapat tumbuh. Jadi wilayah ini merupakan kawasan tanaman magatrem yang memerlukan suhu yang tinggi secara terus-menerus dan hujan yang melimpah.
b. Ciri-ciri Kab. Kota Batu dilihat dari unsur-unsur iklim:
1.)Beriklim tropis sehingga mendapatkan sinar matahari yang cukup sepanjang tahun.
2.)Curah hujan rata-rata lebih dari 70 mm/tahun. Curah hujan bulan terkering < 60 mm.
3.)Suhu rata-rata bulanan tidak kurang dari 180 C.
4.)Suhu udara rata-rata tinggi, rata-rata suhu tahunannya antara 25 - 300 C.
5.)Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil, antara 1 – 50 C.
c. Flora yang paling mendominasi daerah Kota Batu adalah tanaman-tanaman pertanian dan perkebunan, misalnya: padi, jagung, tebu, ketela pohon, palawija, sayur-sayuran, buah-buahan, dll. Masih bisa pula ditemukan areal-areal hutan di sebagian wilayahnya. Misalnya hutan jati, hutan bambo, hutan pinus, dan hutan hujan tropis yang didominasi oleh tumbuhan berdaun lebar yang menghijau sepanjang tahun.
d. Fauna yang mendominasi daearah Kota Batu adalah binatang-binatang ternak dan hewan peliharaan. Masih bisa ditemukan juga fauna-fauna liar, antara lain: ayam hutan, kera ekor panjang, kelelawar, beberapa jenis burung, dsb yang mendiami area-area hutan yang ada.
e. Di daerah Kota Batu yang paling berkembang adalah sektor pertanian karena didukung oleh keadaan tanah dan iklimnya yang sesuai untuk pengembangan tanaman pertanian.
2.Saran
Dengan mengetahui klasifikasi iklim Kota Batu,maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa Kota Batu memiliki iklim yang sedang menurut Schmidt dan Fergusson, sedangkan beriklim agak basah menurut Koppen. Oleh karena itu setelah kita mengetahui tipe iklim yang ada di Kota Batu, selanjutnya melalui hasil praktikum ini dapat dimanfaatkan oleh berbagai pihak, khususnya pemerintah Kota Batu untuk mengembangkan berbagai potensi yang ada untuk mensejahterakan penduduk Kota Batu sesuai dengan tipe iklim yang ada di tempat tersebut. Selain itu dengan mengetahui tipe iklim yang ada di tempat tersebut, dapat dimanfaatkan sebagai sarana deteksi dini potensi yang tersimpan di Kota Batu, maupun potensi bencana yang ada di kota tersebut. Terakhir, semoga penulisan laporan penentuan iklim Kota Batu ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.
DAFTAR PUSTAKA
Slamet, Marhadi. 2005. Geografi Regional Indonesia. FMIPA UM: Malang.
Utomo, Dwiyono Hari. 2004. Bahan Ajar Meteorologi-Klimatologi Dalam Study Geografi (Buku I). FMIPA UM: Malang.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus