KOMPAS.com - Pasca-gagalnya penempatan satelit Telkom-3 di orbit, 
layanan telekomunikasi di Indonesia diperkirakan memburuk. Perlu waktu 
untuk menyiapkan satelit baru. Di sisi lain, kebutuhan terhadap jasa 
satelit terus meningkat. 
Ketua Masyarakat Telematikan Indonesia 
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi di Jakarta, Rabu (8/8), mengatakan, layanan
 telekomunikasi saat ini memang belum terganggu. Namun, jika masa pakai 
satelit Telkom-1 dan Telkom-2 habis dan belum ada satelit pengganti, 
hambatan telekomunikasi dipastikan terjadi. 
Satelit Telkom-1 
memiliki 36 transponder yang aktif hingga 2016. Adapun Telkom-2 memiliki
 24 transponder dan diperkirakan aktif hingga 2020. Telkom-3 yang gagal 
diluncurkan dirancang dengan 42 transponder untuk 15 tahun. Namun, masa 
hidup satelit bisa berkurang akibat usia, beban, lalu lintas penggunaan,
 dan kualitas komponennya. ”Satelit dengan masa hidup 15 tahun bisa 
hanya berfungsi 7-8 tahun,” ujar Wigrantoro. 
Di sisi lain, kata 
dia, peran PT Telkom dalam industri jasa satelit sangat besar. 
Perusahaan ini menguasai 95 persen pangsa pasar jasa satelit yang 
dikelola perusahaan Indonesia. Jika keterlibatan perusahaan asing 
dihitung, Telkom menguasai 70 persen pangsa pasar. 
Indonesia 
perlu 220 transponder untuk menjangkau telekomunikasi di seluruh 
wilayah. Sejak 2007, Indonesia kekurangan 90 transponder. ”Sebagai 
negara kepulauan, telekomunikasi hanya efisien dengan jasa satelit,” 
katanya. 
Roket akan jatuh 
Berdasarkan data posisinya 
pada ketinggian 200 kilometer (km) di atas permukaan bumi, roket 
Proton-M akan jatuh ke bumi dalam beberapa minggu ini. Posisi jatuh 
berada di wilayah antara 50 derajat lintang utara dan lintang selatan. 
Ini berdasarkan orbit inklinasinya pada 50 derajat. 
Hal ini 
disampaikan Thomas Djamaluddin, Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan 
Informasi Kedirgantaraan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, 
Rabu, di Jakarta. 
Jatuhnya sampah antariksa ini baru dapat 
diperkirakan jika telah berada di ketinggian 100 km. 
Menurut 
perkiraan Thomas, kecil kemungkinan potensi jatuh di wilayah yang 
berpenduduk karena sebagian besar permukaan bumi berupa lautan dan 
gurun. Sejak tahun 1980-an, sampah antariksa yang jatuh tercatat di 
Gorontalo (1981), Lampung (1988), dan Bengkulu (2003).(MZW/YUN)
SItus Terpercaya
BalasHapus