Sabtu, 04 Juni 2011

Erosi di Indonesia

Laju pengurangan lahan pertanian yang tinggi mendorong banyak petani Indonesia merambah ke lahan berlereng. Sering kali mereka tidak mengindahkan risiko lebih jauh seperti bencana longsor yang sering terjadi saat musim hujan. Lahan berlereng memiliki potensi longsor yang sangat tinggi jika dikonversi menjadi lahan pertanian.
Padahal sebagian besar lahan di Indonesia berlereng lebih dari tiga persen. Topografinya pun bervariasi dari datar agak berombak, bergelombang, berbukit, sampai bergunung, yang mencakup 77 persen dari seluruh daratan Indonesia. Sedangkan lahan yang tergolong datar, yaitu yang lerengnya kurang dari 3 persen, luasnya hanya sekitar 42,6 juta ha, kurang dari seperempat wilayah Indonesia.
Sebagian wilayah Indonesia beriklim basah dengan curah hujan tinggi, umumnya lebih dari 2.000 mm/tahun. "Kedua hal tadi, yakni kemiringan lahan dan curah hujan tinggi, merupakan faktor penting penyebab tingginya bahaya erosi," kata Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Dr Abdurrahman Adimiharja kepada Pembaruan baru-baru ini.
Erosi adalah proses penggerusan lapis tanah permukaan yang disebabkan oleh beberapa hal seperti angin, air, es, atau gravitasi. Air hujan jatuh di atas permukaan tanah akan menumbuk agregat tanah menjadi partikel-partikel tanah yang terlepas. Partikel-partikel tanah yang terlepas ini akan terbawa oleh aliran permukaan. Pada tanah-tanah berlereng, erosi menjadi persoalan yang serius, dimana kemiringan dan panjang lereng adalah dua unsure lereng yang berpengaruh terhadap aliran permukaan dan erosi. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap kecepatan aliran permukaan, sehingga memperbesar daya perusakan air. Jika kecepatan aliran meningkat dua kali, maka jumlah butir-butir tanah yang tersangkut menjadi 32 kali lipat (Arsjad, 1983). Dan bila panjang lereng menjadi dua kali lipat, maka umumnya erosi yang terjadi akan meningkat 1,5 kali (Nurhajati Hakim, 1986).
Proses erosi tanah paling dominan terjadi di Indonesia lebih banyak disebabkan air hujan. Jauh lebih besar bila dibandingkan dengan erosi oleh angin atau erosi (abrasi) pantai. Hal ini diakibatkan tingginya jumlah dan intensitas curah hujan, terutama di Indonesia bagian barat.
Laju erosi yang terlalu cepat (lebih tinggi dari batas ambang erosi) menyebabkan turunnya kesuburan tanah, mengganggu pertumbuhan tanaman, dan menurunkan hasil panen. Apabila proses erosi ini berlangsung terus, maka solum tanah akan makin menipis, sifat-sifat fisik, kimia, dan biologi tanah makin memburuk. Akibatnya tidak mampu lagi mendukung produksi pertanian yang menguntungkan, ujar Abdurrahman.
Perencanaan konservasi tanah dan air memerlukan data dan informasi, di antaranya adalah data bahaya erosi yang dapat diperoleh dengan cara melaksanakan prediksi erosi. Memang erosi tidak dapat dihentikan sama sekali, bahkan pada pertanian yang lestari atau sustainable sekalipun. Namun erosi bisa dikendalikan hingga di bawah ambang batas yang dibolehkan. Menurut Rahman laju erosi yang dibolehkan untuk berbagai macam tanah dapat diduga berdasarkan sifat tanah dan substratnya. Untuk menilai apakah erosi sudah terkendali atau belum diperlukan data laju erosi dari lahan pertanian yang bersangkutan. Mengendalikan erosi tanah berarti mengurangi pengaruh faktor-faktor erosi tersebut, sehingga prosesnya terhambat atau berkurang.
Upaya tersebut dilakukan dengan cara meredam energi hujan, meredam daya gerus aliran permukaan, dan mengurangi kuantitas aliran permukaan. Juga dengan memperlambat laju aliran permukaan, memperbaiki sifat-sifat tanah yang peka erosi, dan mencegah longsor. Teknik-teknik pengendalian erosi yang sudah dikenal merupakan gabungan beberapa upaya tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Halaman