Salah satu indikator tingkat kerusakan sumber daya air dapat diketahui dari laju erosi dan sedimentasi. Laju erosi di berbagai DAS saat ini relatif tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan besarnya indeks erosi melebihi 1, yang berarti ditinjau dari segi eros DAS tersebut dalam kondisi jelek. Sedangkan sedimentasi diukur berdasarkan nilai TSS (Total Suspended Solids) dan TDS (Total Dissolved Solids). Pada beberapa sungai di Indonesia nilai TSS dan TDS melampaui 100 mg/liter. Kedua hal tersebut menunjukkan adanya tingkat erosi di daerah hulu DAS akibat berkurangnya areal hutan (Goeritno, 2003).
Hasil sedimen tergantung pada besarnya erosi total di DAS/sub Das dan tergantung pada transpor partikel-partikel tanah yang tererosi tersebut keluar dari daerah tangkapan air DAS/Sub DAS. Produksi sedimen umumnya mengacu pada besarnya laju sedimen yang melewati satu titik pengamatan tertentu dalam sistem DAS. Tidak semua tanah yang tererosi di permkaan daerah tangkapan air akan sampai ke titik pengamatan. Sebagian tanah tererosi tersebut akan terdeposisi di cekungan-cekungan permuukaan tanah, di kaki-kaki lereng, dan bentuk-bentuk penampung sedimen lainnnya. Oleh karenannya, besarnya hasil sedimen bervariasi mengikuti karakteristik fisik DAS/Sub DAS (Asdak, 2004).
Prediksi hasil sedimen yang paling umum digunakan adalah mencari hubungan antara konsentrasi sedimen layang dengan debit terukur. Konsentrasi sedimen diperoleh dari pengambilan sampel air baik secara teratur maupun sesaat pada tempat dimana debit sungai dilakukan pengukuran. Dengan terkumpulnya serangkaian pasangan data, data debit, dan konsentrasi sedimen layang yang bersesuaian di plot pada kertas logartima, dan regresi kuadrat terkecil diterapkan untuk mendapatkan garis lurus yang paling tepat melalui titik-titik pencar. Garis yang diperoleh disebut dengan lengkung sedimen (sediment rating curve) yang memiliki bentuk umum sebagai berikut (Suripin, 2002):
C = a.Qwb
Besarnya debit sedimen harian dirumuskan sebagai berikut:
Qs = 0,0864.C.Qw
Dimana:
Qs = debit sedimen layang (ton/hari)
a.b = konstanta
C = konsentrasi sedimen layang (mg/liter)
Qw = debit aliran
Senin, 27 Desember 2010
SDR (Sediment Delivery Ratio)
Proses erosi pada tanah selanjutnya diikuti oleh proses pengangkutan dan pengendapan. Pengangkutan terjadi selama aliran permukaan masih mempunyai kemampuan mengnagkut. Sumber endapan adalah lahan pertanian, tempat penimbunan tanah, tempat pembangunan, lahan hutan terbuka, lahan kritis, tempat penambangan, saluran dan sungai.
Tanah dan bagian-bagian yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi secara umum disebut sedimen. Sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan sebagian yang lain terbawa ke luar daerah tampung aliran sungai. Nisbah jumlah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Besaran ini tergantung pada luas daerah aliran, karakteristik daerah aliran yang tercermin pada relief, panjang aliran dan rasio kekasaran lahan.
Tanah dan bagian-bagian yang terangkut dari suatu tempat yang tererosi secara umum disebut sedimen. Sebagian saja dari sedimen yang akan sampai dan masuk ke dalam sungai dan sebagian yang lain terbawa ke luar daerah tampung aliran sungai. Nisbah jumlah sedimen yang betul-betul terbawa oleh sungai dari suatu daerah terhadap jumlah tanah yang tererosi dari daerah tersebut disebut Nisbah Pelepasan Sedimen (NPS) atau Sediment Delivery Ratio (SDR). Besaran ini tergantung pada luas daerah aliran, karakteristik daerah aliran yang tercermin pada relief, panjang aliran dan rasio kekasaran lahan.
Sabtu, 25 Desember 2010
Prediksi Laju Erosi Menggunakan Model WEPP (Water Erosion Prediction Project)
Pendugaan erosi dari sebidang tanah adalah metode untuk memperkirakan laju erosi yang akan terjadi dari tanah yang dipergunakan dalam penggunaan lahan dan pengelolaan tertentu. Jika laju erosi yang akan terjadi telah dapat diperkirakan dan laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan sudah dapat ditetapkan, maka dapat ditentukan kebijaksanaan penggunaan tanah dan tindakan konservasi tanah yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah dan tanah dapat dipergunakan secara produktif dan lestari. Tindakan konservasi tanah dan penggunaan lahan yang diterapkan adalah yang dapat menekan laju erosi agar sama atau lebih kecil dari laju erosi yang masih dapat dibiarkan. Metode prediksi juga merupakan alat untuk menilai apakah suatu program atau tindakan konservasi tanah telah berhasil mengurangi erosi dari suatu bidang tanah atau suatu DAS. Pendugaan erosi adalah alat bantu untuk mengambil keputusan dalam perencanaan konservasi tanah pada suatu areal tanah (Arsyad, 2000)
WEPP (Water Erosion Prediction Project) adalah suatu model penyesuaian proses, berdasarkan pada ilmu erosi dan hidrologi modern, dirancang untuk menggantikan USLE (Universal Soil Loss Equation) untuk pendugaan secara berkala erosi tanah dengan mengatur konservasi tanah dan air serta perencanaan dan penilaian lingkungan (Morgan, 1995 dalam Yupi 2008).
Model WEPP memiliki berbagai keunggulan dibanding model USLE maupun RUSLE, antara lain bahwa nisbah kehilangan tanah dapat ditaksir secara spasial sepanjang profil (lahan) dan juga dapat menaksir besarnya sedimen yang terangkut. Selain itu limpasan permukaan dan sedimen dapat diduga tiap terjadinya hujan, sehingga bisa menghasilkan analisa sementara yang mendetail beserta penyebarannya.
WEPP dapat menghitung tidak hanya jumlah tanah yang terosi, tetapi juga kapasitas angkut dari runoff, WEPP juga dapat memprediksi jumlah dan lokasi dari sedimen yang akan dideposit ketika air mengalir perlahan dan lereng mulai rata (Favis-Mortlock dan Guerra, 2000 dalam Troeh et al, 2004). WEPP juga sudah dimodifikasi untuk memprediksi perubahan pola erosi yang akan muncul sebagai suatu solusi dari pemanasan global.
Menurut Agus et al, (1997) WEPP dibentuk untuk mengembangkan sarana prediksi erosi yang lebih mutakhir, untuk digunakan oleh lembaga yang berkecimpung di bidang konservasi tanah dan air, perencanaan dan asesmen lingkungan. Teknologi prediksi erosi WEPP merupakan teknologi yang berorientasi proses dan dikembangkan berdasarkan ilmu hidrologi dan erosi. Praktisi yang dewasa ini menggunakan USLE atau RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation) diperkirakan akan menggunakan WEPP. Di dalam pengantar RUSLE bahkan dikatakan bahwa WEPP adalah pengganti dari RUSLE. Saat ini model WEPP telah dikembangkan dalam tiga versi, yaitu:
1. Versi profil bentang lereng (hillslope profile version)
Menurut Agus et al. (1997) verisi ini memprediksi erosi dari suatu bentang lereng seperti halnya USLE/RUSLE, akan tetapi berbeda dengan USLE/RUSLE, versi bentang lereng pada WEPP dapat menghitung sebaran ruang dan waktu dari erosi dan deposisi. Dengan kata lain, model ini memprediksi kapan dan di bagian mana pada suatu bentang lereng erosi terjadi. Suripin (2002) menyatakan versi ini merupakan pengganti langsung dari USLE untuk menghitung erosi permukaan dan erosi parit pada profil aliran permukaan tertentu.WEPP-profile juga menghitung pengendapan sedimen berkaitan dengan perubahan topografi lahan atau meningkatkan kekasaran permukaan, atau juga akibat meningkatkan suplai sedimen dari ujung lereng.
2. Versi daerah tangkapan air (watershed version)
Menurut Agus et al, (1997) verisi ini memprediksi erosi dari suatu daerah tangkapan air. Untuk itu suatu daerah tangkapan dibagi atas beberapa bagian dengan penggunaan lahan yang relative sama dan setiap bagian dapat pula dibatasi oleh saluran, sungai dan lain-lain. Sedangkan Suripin (2002) menyatakan erosi yang dihitung dengan WEPP-profile ditelusuri melewati sistem saluran menuju ke keluaran (outlet) dari DAS. Keluaran dari versi ini meliputi erosi dan pengendapan di dalam sistem saluran.
3. Versi grid (grid version)
Suripin (2002) menyatakan pengiriman sedimen dihitung dari luasan yang telah dibagi-bagi menjadi bagian kecil atauelemen grid persegi. Dalam tiap-tiap elemen, versi profile bekerja, dengan versi grid mempresentasikan transportasi, erosi dan deposisi di dalam system saluran dalam area yang ditinjau.
Model WEPP diukur berdasarkan pada erosi parit dan antar parit (rill dan inter riil), pelepasan sedimen yang merupakan hasil dari penghancuran (detachment), pengangkutan (transport) dan deposisi (deposision) sedimen pada area limpasan permukaan dan aliran sungai. Erosi parit adalah pelepasan dan pengangkutan partikel tanah oleh butiran air hujan dan aliran yang sangat tipis, sedangkan aliran antar parit adalah pelepasan dan pengangkutan sedimen oleh aliran air.
WEPP (Water Erosion Prediction Project) adalah suatu model penyesuaian proses, berdasarkan pada ilmu erosi dan hidrologi modern, dirancang untuk menggantikan USLE (Universal Soil Loss Equation) untuk pendugaan secara berkala erosi tanah dengan mengatur konservasi tanah dan air serta perencanaan dan penilaian lingkungan (Morgan, 1995 dalam Yupi 2008).
Model WEPP memiliki berbagai keunggulan dibanding model USLE maupun RUSLE, antara lain bahwa nisbah kehilangan tanah dapat ditaksir secara spasial sepanjang profil (lahan) dan juga dapat menaksir besarnya sedimen yang terangkut. Selain itu limpasan permukaan dan sedimen dapat diduga tiap terjadinya hujan, sehingga bisa menghasilkan analisa sementara yang mendetail beserta penyebarannya.
WEPP dapat menghitung tidak hanya jumlah tanah yang terosi, tetapi juga kapasitas angkut dari runoff, WEPP juga dapat memprediksi jumlah dan lokasi dari sedimen yang akan dideposit ketika air mengalir perlahan dan lereng mulai rata (Favis-Mortlock dan Guerra, 2000 dalam Troeh et al, 2004). WEPP juga sudah dimodifikasi untuk memprediksi perubahan pola erosi yang akan muncul sebagai suatu solusi dari pemanasan global.
Menurut Agus et al, (1997) WEPP dibentuk untuk mengembangkan sarana prediksi erosi yang lebih mutakhir, untuk digunakan oleh lembaga yang berkecimpung di bidang konservasi tanah dan air, perencanaan dan asesmen lingkungan. Teknologi prediksi erosi WEPP merupakan teknologi yang berorientasi proses dan dikembangkan berdasarkan ilmu hidrologi dan erosi. Praktisi yang dewasa ini menggunakan USLE atau RUSLE (Revised Universal Soil Loss Equation) diperkirakan akan menggunakan WEPP. Di dalam pengantar RUSLE bahkan dikatakan bahwa WEPP adalah pengganti dari RUSLE. Saat ini model WEPP telah dikembangkan dalam tiga versi, yaitu:
1. Versi profil bentang lereng (hillslope profile version)
Menurut Agus et al. (1997) verisi ini memprediksi erosi dari suatu bentang lereng seperti halnya USLE/RUSLE, akan tetapi berbeda dengan USLE/RUSLE, versi bentang lereng pada WEPP dapat menghitung sebaran ruang dan waktu dari erosi dan deposisi. Dengan kata lain, model ini memprediksi kapan dan di bagian mana pada suatu bentang lereng erosi terjadi. Suripin (2002) menyatakan versi ini merupakan pengganti langsung dari USLE untuk menghitung erosi permukaan dan erosi parit pada profil aliran permukaan tertentu.WEPP-profile juga menghitung pengendapan sedimen berkaitan dengan perubahan topografi lahan atau meningkatkan kekasaran permukaan, atau juga akibat meningkatkan suplai sedimen dari ujung lereng.
2. Versi daerah tangkapan air (watershed version)
Menurut Agus et al, (1997) verisi ini memprediksi erosi dari suatu daerah tangkapan air. Untuk itu suatu daerah tangkapan dibagi atas beberapa bagian dengan penggunaan lahan yang relative sama dan setiap bagian dapat pula dibatasi oleh saluran, sungai dan lain-lain. Sedangkan Suripin (2002) menyatakan erosi yang dihitung dengan WEPP-profile ditelusuri melewati sistem saluran menuju ke keluaran (outlet) dari DAS. Keluaran dari versi ini meliputi erosi dan pengendapan di dalam sistem saluran.
3. Versi grid (grid version)
Suripin (2002) menyatakan pengiriman sedimen dihitung dari luasan yang telah dibagi-bagi menjadi bagian kecil atauelemen grid persegi. Dalam tiap-tiap elemen, versi profile bekerja, dengan versi grid mempresentasikan transportasi, erosi dan deposisi di dalam system saluran dalam area yang ditinjau.
Model WEPP diukur berdasarkan pada erosi parit dan antar parit (rill dan inter riil), pelepasan sedimen yang merupakan hasil dari penghancuran (detachment), pengangkutan (transport) dan deposisi (deposision) sedimen pada area limpasan permukaan dan aliran sungai. Erosi parit adalah pelepasan dan pengangkutan partikel tanah oleh butiran air hujan dan aliran yang sangat tipis, sedangkan aliran antar parit adalah pelepasan dan pengangkutan sedimen oleh aliran air.
Erosi yang Diperbolehkan
Penetapan batas tertinggi laju erosi yang masih dapat dibiarkan atau ditoleransikan adalah perlu karena tidak mungkin menekan laju erosi menjadi nol dari tanah-tanah yang diusahakan untuk pertanian terutama pada tanah-tanah yang berlereng (Arsyad, 2000).
Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad, 2000).
Erosi wajar yang mempunyai laju seimbang dengan laju pembentukan tanah justru perlu ada karena sangat berperan penting dalam peremajaan tanah, sehingga tingkat kesuburan dan produktivitas tanah tidak terganggu dan dapat dipertahankan dari waktu ke waktu.secara alami laju kehilangan tanah yang diperkenankan bergatung pada kondisi tanah. Apabila suatu tanah profilnya dalam dan tingkat kesuburannya sama pada seluruh kedalaman, maka kehilangan tanah sebesar 25 mm selama 30 tahun dampaknya tidak sama dengan kehilangan tanah yang ada pada profil dangkal.
Cara penetapan besar erosi wajar yang dilakukan sampai ssat ini hanya berdasarkan pikiran secara kualitatif. Arsyad memperkirakan kecepatan laju erosi wajar di Indonesia sebesar dua sampai tiga kali nilai di Amerika Serikat, yaitu berkisar 15-33 ton/ha/th atau 1,25-2,5 mm/th (Arsyad:1989).
Besarnya erosi diperbolehkan (EDP) dihitung dengan menggunakan metode Hammer (1981) yang berdasarkan nilai kedalaman ekuivalen tanah dan umur kelestarian tanah yang diharapkan. Kedalaman ekuivalen diperoleh dari atau dengan mengalihkan data kedalaman tanah hasil dari pengukuran dengan faktor kedalam yang besarnya untuk masing-masing jenis tanah berbeda. Kelestarian sumberdaya tanah dimaksudkan untuk menghitung harapan umur sumberdaya tanah agar tetap produktif. Hammer menyatakan bahwa 300 tahun telah relatif cukup untuk menghtung EDP guna perencanaan jangka panjang. Menentukan EDP dapat menggunakan metode yang dikemukakan oleh Hammer. Metode Hammer tersebut adalah sebagai berikut:
EDP=(kedalaman tanah ekuivalen)/(umur kelestarian tanah)
Kedalaman tanah ekuivalen merupakan perkalian antara kedalaman tanah efektif dengan faktor kedalaman. Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah sampai pada lapisan tanah penghambat pertumbuhan perakaran. Faktor kedalaman adalah indeks yang didasarkan pada resiko kerusakan tanah sebagai fungsi kedalaman.
Hasil penelitian Hardjowigeno (1987) dapat ditetapkan besarnya T maksimum untuk tanah-tanah di Indonesia adalah 2,5 mm per tahun, yaitu untuk tanah dalam dengan lapisan tanah (subsoil) yang permeable dengan substratum yang tidak terkonsolidasi (telah mengalami pelapukan). Tanah-tanah yang kedalamannya kurang atau sifat-sifat lapisan bawah yang lebih kedap air atau terletak di atas substratum yang belum melapuk, nilai T harus lebih kecil dari 2,5 mm per tahun (Arsyad, 2000).
Erosi wajar yang mempunyai laju seimbang dengan laju pembentukan tanah justru perlu ada karena sangat berperan penting dalam peremajaan tanah, sehingga tingkat kesuburan dan produktivitas tanah tidak terganggu dan dapat dipertahankan dari waktu ke waktu.secara alami laju kehilangan tanah yang diperkenankan bergatung pada kondisi tanah. Apabila suatu tanah profilnya dalam dan tingkat kesuburannya sama pada seluruh kedalaman, maka kehilangan tanah sebesar 25 mm selama 30 tahun dampaknya tidak sama dengan kehilangan tanah yang ada pada profil dangkal.
Cara penetapan besar erosi wajar yang dilakukan sampai ssat ini hanya berdasarkan pikiran secara kualitatif. Arsyad memperkirakan kecepatan laju erosi wajar di Indonesia sebesar dua sampai tiga kali nilai di Amerika Serikat, yaitu berkisar 15-33 ton/ha/th atau 1,25-2,5 mm/th (Arsyad:1989).
Besarnya erosi diperbolehkan (EDP) dihitung dengan menggunakan metode Hammer (1981) yang berdasarkan nilai kedalaman ekuivalen tanah dan umur kelestarian tanah yang diharapkan. Kedalaman ekuivalen diperoleh dari atau dengan mengalihkan data kedalaman tanah hasil dari pengukuran dengan faktor kedalam yang besarnya untuk masing-masing jenis tanah berbeda. Kelestarian sumberdaya tanah dimaksudkan untuk menghitung harapan umur sumberdaya tanah agar tetap produktif. Hammer menyatakan bahwa 300 tahun telah relatif cukup untuk menghtung EDP guna perencanaan jangka panjang. Menentukan EDP dapat menggunakan metode yang dikemukakan oleh Hammer. Metode Hammer tersebut adalah sebagai berikut:
EDP=(kedalaman tanah ekuivalen)/(umur kelestarian tanah)
Kedalaman tanah ekuivalen merupakan perkalian antara kedalaman tanah efektif dengan faktor kedalaman. Kedalaman tanah efektif adalah kedalaman tanah sampai pada lapisan tanah penghambat pertumbuhan perakaran. Faktor kedalaman adalah indeks yang didasarkan pada resiko kerusakan tanah sebagai fungsi kedalaman.
Tingkat Bahaya Erosi
Tingkat bahaya erosi merupakan tingkat ancaman kerusakan yang diakibatkan oleh erosi pada suatu lahan. Erosi tanah dapat berubah menjadi bencana apabila laju erosi lebih cepat daripada laju pembentukan tanah.sehingga berangsur-angsur akan menipiskan tanah, bahkan bisa terjadi penyingkapan bahan induk atau bahan dasar.
Untuk menentukan nilai laju erosi wajar digunakan standar yang berlaku di Indonesia menurut Arsyad (1989) memperkirakan kecepatan erosi wajar di Indonesia adalah dua sampai tiga kali nilai di Amerika Serikat, yaitu sekitar 15-33 ton/ha/th atau 1,25-2,5 mm/th. Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000) :
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) = (Laju Erosi ((ton/ha)/th))/(Erosi Wajar ((ton/ha)/th))
Nilai tingkat bahaya erosi yang telah diperoleh dari hasil perhitungan nantinya dapat diklasifikasikan sesuai dengan bahayanya.
Untuk menentukan nilai laju erosi wajar digunakan standar yang berlaku di Indonesia menurut Arsyad (1989) memperkirakan kecepatan erosi wajar di Indonesia adalah dua sampai tiga kali nilai di Amerika Serikat, yaitu sekitar 15-33 ton/ha/th atau 1,25-2,5 mm/th. Besarnya nilai bahaya erosi dinyatakan dalam Indeks Bahaya Erosi, yang didefinisikan sebagai berikut (Hammer 1981 dalam Arsyad, 2000) :
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) = (Laju Erosi ((ton/ha)/th))/(Erosi Wajar ((ton/ha)/th))
Nilai tingkat bahaya erosi yang telah diperoleh dari hasil perhitungan nantinya dapat diklasifikasikan sesuai dengan bahayanya.
Dampak Erosi
Bahaya erosi merupakan keadaan lahan yang dapat menurunkan kemampuan lahan. Dampak dari erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Erosi tanah menimbulkan bahaya langsung yang terjadi di lahan bagian atas dan tidak langsung yang terjadi di bagian bawah. Selain itu kerusakan yang ditimbulkan oleh peristiwa erosi juga terjadi di dua tempat yaitu pada tanah tempat erosi terjadi dan pada tempat tujuan akhir tanah yang terangkut (diendapkan).
Dampak erosi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung. Dampak secara langsung yang terjadi adalah hilangnya lapisan atas tanah, hilangnya unsur hara, rusaknya struktur tanah, kemerosotan produktivitas tanah, kerusakan pada bangunan, sedimen lumpur, pendangkalan air sungai dan dan waduk, tertimbunnya lahan pertanian, serta hilangnya mata air. Sedangkan dampak tidak langsung meliputi berkurangnya produksi pertanian karena penurunan tingkat kesuburan tanah.
Tanah yang tererosi oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air yang merambat atau berhenti baik di sungai, saluran irigasi, dan waduk. Endapan tersebut akan menyebabkan sungai, saluran irigasi, dan waduk mengalami pendangkalan. Meningkatnya jumlah aliran air di permukaan dan mendangkalnya sungai mengakibatkan sering terjadi banjir.
Berkurangnya infiltrasi air dalam tanah akan mengurangi pengikisan kembali air bawah tanah. Unsur-unsur hara dan bahan organik juga akan terbawa dalam peristiwa erosi dan kemudian diendapkan di dalam sungai, saluran irigasi, dan waduk yang mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan proses pengkayaan yang dipercepat badan-badan air dengan unsur hara yang nantinya akan mempercepat pertumbuhan tanaman berbagai jenis mikroba dan tumbuhan air.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi tidak hanya dirasakan oleh daerah hulu (dimana erosi terjadi) tetapi juga di daerah yang dilalui dan di daerah hilir. Daerah hulu terjadi pengikisan dan pengangkutan lapisan tanah atas sehingga akan terjadi penurunan kerusakan produktifitas tanah. Sedangkan dampak erosi yang terjadi di daerah hilir antara lain banjir dan masalah penyediaan air minum karena air yang masuk ke dalam tanah di daerah hulu berkurang sebagai akibat terbukanya tanah dan menurunnya infiltrasi dan perkolasi.
Dampak erosi dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu secara langsung maupun secara tidak langsung. Dampak secara langsung yang terjadi adalah hilangnya lapisan atas tanah, hilangnya unsur hara, rusaknya struktur tanah, kemerosotan produktivitas tanah, kerusakan pada bangunan, sedimen lumpur, pendangkalan air sungai dan dan waduk, tertimbunnya lahan pertanian, serta hilangnya mata air. Sedangkan dampak tidak langsung meliputi berkurangnya produksi pertanian karena penurunan tingkat kesuburan tanah.
Tanah yang tererosi oleh aliran permukaan akan diendapkan di tempat-tempat aliran air yang merambat atau berhenti baik di sungai, saluran irigasi, dan waduk. Endapan tersebut akan menyebabkan sungai, saluran irigasi, dan waduk mengalami pendangkalan. Meningkatnya jumlah aliran air di permukaan dan mendangkalnya sungai mengakibatkan sering terjadi banjir.
Berkurangnya infiltrasi air dalam tanah akan mengurangi pengikisan kembali air bawah tanah. Unsur-unsur hara dan bahan organik juga akan terbawa dalam peristiwa erosi dan kemudian diendapkan di dalam sungai, saluran irigasi, dan waduk yang mengakibatkan terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan proses pengkayaan yang dipercepat badan-badan air dengan unsur hara yang nantinya akan mempercepat pertumbuhan tanaman berbagai jenis mikroba dan tumbuhan air.
Kerusakan yang ditimbulkan oleh erosi tidak hanya dirasakan oleh daerah hulu (dimana erosi terjadi) tetapi juga di daerah yang dilalui dan di daerah hilir. Daerah hulu terjadi pengikisan dan pengangkutan lapisan tanah atas sehingga akan terjadi penurunan kerusakan produktifitas tanah. Sedangkan dampak erosi yang terjadi di daerah hilir antara lain banjir dan masalah penyediaan air minum karena air yang masuk ke dalam tanah di daerah hulu berkurang sebagai akibat terbukanya tanah dan menurunnya infiltrasi dan perkolasi.
Macam-macam Jenis Erosi (Asdak, 2004)
Menurut bentuknya erosi dapat dibedakan menjadi: (Asdak, 2004)
1. Erosi percikan (splash erosion): proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.
2. Erosi kulit (sheet erosion): erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
3. Erosi alur (riil erosion): pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikrl tanah oleh aliran air larian/limpasan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.
4. Erosi parit (gully erosion): membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.
a) Erosi parit terputus: dijumpai di daerah bergunung, diawali oleh adanya gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.
b) Erosi parit yang bersambungan: berawal dari terbentuknya gerusan gerusan permukaan tanah oleh air larian ke tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.
c) Erosi parit bentuk V: terjadi pada tanah yang relatif dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam.
d) Erosi bentuk U: terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan erodibilitas tanah yang lebih tinggi.
5. Erosi tebing sungai (stream bank erosion): pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh aliran air sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah adanya gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada tebing sungai.
6. Erosi internal (internal or suburface erosion): proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan. Akibat dari erosi ini adalah tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi alur.
7. Tanah longsor (land slide): erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang lebih besar.
1. Erosi percikan (splash erosion): proses terkelupasnya partikel-partikel tanah bagian atas oleh tenaga kinetik air hujan bebas atau sebagai air lolos.
2. Erosi kulit (sheet erosion): erosi yang terjadi ketika lapisan tipis permukaan tanah di daerah berlereng terkikis oleh kombinasi air hujan dan air larian (runoff).
3. Erosi alur (riil erosion): pengelupasan yang diikuti dengan pengangkutan partikel-partikrl tanah oleh aliran air larian/limpasan yang terkonsentrasi di dalam saluran-saluran air.
4. Erosi parit (gully erosion): membentuk jajaran parit yang lebih dalam dan lebar serta merupakan tingkat lanjutan dari erosi alur.
a) Erosi parit terputus: dijumpai di daerah bergunung, diawali oleh adanya gerusan yang melebar di bagian atas hamparan tanah miring yang berlangsung dalam waktu relatif singkat akibat adanya air larian yang besar.
b) Erosi parit yang bersambungan: berawal dari terbentuknya gerusan gerusan permukaan tanah oleh air larian ke tempat yang lebih tinggi dan cenderung berbentuk jari-jari tangan.
c) Erosi parit bentuk V: terjadi pada tanah yang relatif dangkal dengan tingkat erodibilitas (tingkat kerapuhan tanah) seragam.
d) Erosi bentuk U: terjadi pada tanah dengan erodibilitas rendah terletak di atas lapisan tanah dengan erodibilitas tanah yang lebih tinggi.
5. Erosi tebing sungai (stream bank erosion): pengikisan tanah pada tebing-tebing sungai dan penggerusan dasar-dasar sungai oleh aliran air sungai. Dua proses berlangsungnya erosi tebing sungai adalah adanya gerusan aliran sungai dan oleh adanya longsoran tanah pada tebing sungai.
6. Erosi internal (internal or suburface erosion): proses terangkutnya partikel-partikel tanah ke bawah masuk ke celah-celah atau pori-pori akibat adanya aliran bawah permukaan. Akibat dari erosi ini adalah tanah menjadi kedap air dan udara, sehingga menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatkan aliran permukaan atau erosi alur.
7. Tanah longsor (land slide): erosi dimana pengangkutan atau gerakan massa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang lebih besar.
Sabtu, 18 Desember 2010
Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Faktor yang Mempengaruhi Erosi
Proses terjadinya erosi secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor. Kedua faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah:
1. Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas berarti kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi dan fungsi dari sifat fisik hujan seperti curah hujan, lama hujan, infiltrasi hujan , ukuran butir hujan dan kecepatan jatuhnya hujan. Walaupun curah hujan mempunyai kemampuan menimbulkan erosi, tetapi tidak setiap kejadian hujan akan menimbulkan erosi.
Hujan akan menimbulkan erosi apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam menentukan erosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah besarnya tergantung pada diameter butir hujan, sudut datang, dan kecepatan jatuhan. Energi kinetik mencapai maksimum pada intensitas 50-100 mm/jam dan >250 mm/jam, sehingga kekuatan untuk merusak tanah juga semakin besar (Nugroho, 2002:6).
2. Erodibilitas dan Sifat Fisik Tanah (K)
Erodibilitas merupakan kemudahan suatu tanah untuk mengalami erosi. Suatu kejadian hujan dengan jumlah dan intensitas tertentu dapat menyebabkan tingkat erosi yang berbeda jika jatuh pada dua jenis tanah yang berbeda. Nilai erodibilitas yang tinggi (nilai K tinggi), dengan curah hujan yang sama akan lebih mudah tererosi daripada tanah dengan tingkat erodbilitas rendah (K rendah).
Erodibilitas menyangkut ketahanan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan, serta kemampuan tanah untuk menyerap air ke tanah, sehingga yang memberi pengaruh adalah karakteristik sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, bahan organik, dan infiltrasi.
a. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandinga berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tanah terdiri dari bahan padat, cair, gas, dan jasad hidup. Bahan padat terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan anorganik terdapat dalam bermacam-macam bentuk serta ukuran. Berdasarkan besar ukurannya dibagi dalam beberapa fraksi ata golongan. Fraksi batu >10mm, kerikil 2-10 mm, pasir 0,05-2 mm, debu 0,02-0,05 mm, dan liat <0,02 mm. Pasir, debu, dan liat merupakan fraksi utama (Kartasapoetra, 1987:10). Perbandingan relatif (dalam persen) antara fraksi pasir, debu, dan liat disebut dengan tekstur tanah.
Tanah yang bertekstur kasar (tanah berpasir) mempunyai kapasitas laju infiltrasi yang tinggi. Sehingga jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah yang bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi tetapi jika terjadi aliran permukaan, amaka butir-butir halus ini akan mudah sekali terangkut. Sedangkan tanah yang mempunyai kadar liat tinggi umumnya lebih tahan terhadap erosi daripada tanah yang berkadar liat rendah (Juarti, 2004:28).
b. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu, liat) menjadi butir sekunder (agreat, cold) dengan ruang pori diantaranya. Berdasarkan bentuk dan besarnya struktur tanah digolongkan atas tipe-tipe sebagai berikut:
1). Tipe lempeng (platy)
Agregat mempunyai ukuran horizontal lebih besar dari ukuran vertikal dan tipe ini dibedakan atas kelas-kelas:
Sangat tipis, kurang dari 1 mm
Tipis, antara 1-2 mm
Sedang, antara 2-5 mm
Tebal, antara 5-10 mm
Sangat tebal, lebih dari 10mm
2). Tipe Tiang
Ukuran agreat vertikal lebih dari horizontal, bentuknya dibedakan atas tipe prismatik yang ujungnya bersegi dan bertipe kolumner yang ujungnya membulat, dan masing-masing dibedakan lagi menurut kelas-kelas:
Sangat halus, panjangnya kurang dari 10 mm
Halus, antara 10-20 mm
Sedang, antara 20-50 mm
Kasar, antara 50-100 mm
Sangat kasar, lebih dari 100 mm
3). Tipe Gumpal (blockly)
Ukuran agreat vertikal lebih dan horizontal sama besar, bentuknya masih dibedakan berdasarkan ujung-ujungnya atas: gumpal bersudut dan gumpal membulat, dan masih dibedakan menurut besarnya, antara lain:
Sangat halus, kurang dari 5 mm
Halus, 5-10 mm
Sedang, 10-20 mm
Kasar, lebih dari 50 mm
4). Tipe Remah (crumb)
Berbentuk butir-butir tanah yang saling mengikat seperti irisan roti dan didibedakan lagi atas kelas-kelas:
Sangat halus, diameter butir kurang dari 1 mm
Halus, diameter butir 1-2 mm
Sedang, diameter butir 2-5 mm
Kasar, diameter butir 5-10 mm
Sangat kasar, diameter butir lebih dari 10 mm
5). Tipe Granuler
Berbentuk butir lepas-lepas, dibedakan atas kelas-kelas seperti pada tipe remah.
6). Tipe Berbutir Tunggal (single grain)
Tidak membentuk agregat tanah.
7). Tipe Pejal (masif)
Strktur tanah bertipe pejal merupakan kesatuan ikatan partikel-partikel tanah yang mampat. Struktur tanah pejal memiliki duas aspek yang dipandang penting dalam kaitannya dengan erosi, yaitu (1) sifat fisika-kimia liat yang mendukung terbentuknya kemantapan agregat yang mantap, dan (2) adanya bahan-bahan pengikat yang terbentuk butir-butir primer menjadi agregat yang mantap (Seta, 1987:5).
Selain itu struktur tanah juga memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yaitu terhadap pertumbuhan akar tanaman. Bila tanah padat, akar sukar menembus tanah tersebut, tetapi bila struktur tanah remah maka akar akan tumbuh dengan baik. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung yaitu terhadap permeabilitas atau kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara dalam tanah (Suripin, 2001).
c. Bahan Organik
Bahan organik merupakan penimbunan sisa tumbuhan dan hewan. Bahan yang telah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan untuk menyerap air hujan, sehingga dapat memantapkan agregat tanah. Bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit sekitar 3-5% dari berat tanah dalam lapisan top soil yang mewakili, pengaruhnya terhadap sifat tanah dan kehidupan tanaman antara lain: sebagai pembentuk butir (granulator) dari butir-butir tanah dan memperbaiki struktur tanah sehingga produktif, sumber pokok unsur-unsur (P, N, K, S) serta unsur mikro, mendorong peningkatan daya penahan tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia bagi kehidupan tanaman dan sumber tenaga bagi kegiatan mikroorganisme (Juarti dan Dwiyono, 1992:12).
Bahan organik juga mempunyai peranan yang lain dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik berupa daun dan ranting yang belum hancur dan menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatanperusak butir-butir hujan yang jatuh. Sehingga semakin tinggi bahan organik dalam tanah, maka butir-butir hujan yang jatuh akan sulit merusak tanah. Selain itu, semakin banyak kandungan bahan organik dalam tanah akan mampu menghambat aliran di atas permukaan (run off) tanah, sehingga run off mengalir dengan lambat. Bahan organik ini banyak mengandung humus dan terletap pada paisan atas tanah. Sehingga, semakin ke bawah, kandungan bahan organik dalam tanah makin berkurang.
d. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air dan udara dalam tanah (Suripin, 2001:48). Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh jumlah pori-pori makro dan ditentukan juga oleh tekstur tanah. Permeabilitas tanah dapat mengilangkan daya air untuk mengerosi tanah.
Ada dua macam permeabilitas, yaitu permeabilitas tanah jenh air dan permeabilitas tanah tidak jenuh air. Permeabilitas tanah jenuh air terjadi jika gerakan dalam pori-pori tanah seluruhnya terisi oleh air. Permeabilitas tanah tidak jenuh air terjadi jika gerakan air dalam pori tanah tidak seluruhnya terisi air, melainkan juga udara.
e. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Panjang lereng berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan. Semakin panjang lereng pada tanah, maka akan semakin panjang besar pula kecepatan aliran di permukaan, sehingga pengikisa-pengikisan tanah yang terjadi semakin besar. Kecepatan aliran permukaan akan menambah daya kikis dan daya angkut material yang tererosi.
Panjang lereng dihitung muai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air aliran permukaan masuk ke dalam saluran-saluran atau dimana kemiringan berkurang sehingga kecepatan aliran air sangat berkurang. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng yang berarti lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi di atasnya menjadi lebih besar dan kemudian semua akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat (Utomo, 1989o).
Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan. Pengaruh kemiringan lereng lebih besar dibandingkan pengaruh panjang lereng karena pergeakan air serta kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut kemringan lereng (Nugroho, 2002:7). Menurut Arsyad (1983), tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi yang lebih besar daripada di bagian atas lereng, karena semakin ke bawah, air yang terkumpul semakin banyak dan kecepatan aliran juuga meningkat sehingga daya erosinya besar. Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tanah yang lerengnya tidak curam, maka laju aliran permukaannya kecil. Dalam keadaan demikian kesempatan air di permukaan untuk berinfiltrasi besar, sehingga run off tidak membahayakan karena daya kikis dan daya angkut berkurang. Sedangkan kecepatan aliran permukaan pada tanah yang berlereng curam besar, sehingga akan memperbesar erosi.
Dalam menentukan nilai LS digunakan persamaan Wescmeier sebagai berikut:
LS=(L/22,1)m.(0,065+0,045S+0,0065S^2)
Dimana:
LS : Panjang dan kemiringan lereng
L : Panjang lereng
S : Kemiringan lereng
m : Eksponen yang nilainya berkisar 0,2 sampai 0,5
m = 0,5 jika kelerengannya >5%
m = 0,4 jika kelerengannya 3% - 5%
m = 0,3 jika kelerengannya 1% - 3%
m = 0,2 jika kelerengannya <1%
Sumber: Seta, 1991:97
e. Pengelolaan Tanaman (C)
Keberadaan tanaman akan mempengaruhi bsesarnya erosi yang terjadi. Namun, pengaruh setiap tanaman berbeda-beda sehingga perlu diadakan pemilihan tanaman yang paling sesuai agar dapat menekan laju erosi.
Peranan tanaman dalam mengurangi erosi melalui intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya yang makin tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan lebih besar sehingga erosivitisanya semakin besar (Nugroho, 2002:7). Sedangkan perakaran tanaman berfungsi untuk memantapkan agreat tanah serta memperbesar porositas tanah di sekitarnya.
Apabila dalam pengelolaan lahan tanaman ini sudah tidak baik artinya pemilihan tanaman kurang tepat, maka sudah dapat dipastikan akan terjadi erosi. Pengelolaan tanaman ini erat kaitannya dengan pengelolaan lahan sehingga antara keduanya harus disesuaikan untuk dapat menekan laju erosi.
f. Pengelolaan Lahan (P)
Manusia sebenranya merupakan penentu terjadinya erosi karena berkaitan dengan pengolaan lahan. Dengan pengelolaan laahan yang tepat, maka tingkat erosi dapat dikendalikan. Pengelolaan lahan dapat dilakukan dengan counturing (penanaman sejajar kontur, countur strip cropping (penanaman dalam jalur kontur), dan penterasan (Juarti, 2004).
Proses terjadinya erosi secara garis besar dipengaruhi oleh dua faktor. Kedua faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi adalah:
1. Erosivitas Hujan (R)
Erosivitas berarti kemampuan hujan untuk menimbulkan erosi dan fungsi dari sifat fisik hujan seperti curah hujan, lama hujan, infiltrasi hujan , ukuran butir hujan dan kecepatan jatuhnya hujan. Walaupun curah hujan mempunyai kemampuan menimbulkan erosi, tetapi tidak setiap kejadian hujan akan menimbulkan erosi.
Hujan akan menimbulkan erosi apabila intensitasnya cukup tinggi dan jumlahnya banyak dalam jangka waktu yang relatif lama. Selain itu ukuran butir hujan sangat berperan dalam menentukan erosi. Energi kinetik air hujan yang merupakan penyebab utama dalam penghancuran agregat-agregat tanah besarnya tergantung pada diameter butir hujan, sudut datang, dan kecepatan jatuhan. Energi kinetik mencapai maksimum pada intensitas 50-100 mm/jam dan >250 mm/jam, sehingga kekuatan untuk merusak tanah juga semakin besar (Nugroho, 2002:6).
2. Erodibilitas dan Sifat Fisik Tanah (K)
Erodibilitas merupakan kemudahan suatu tanah untuk mengalami erosi. Suatu kejadian hujan dengan jumlah dan intensitas tertentu dapat menyebabkan tingkat erosi yang berbeda jika jatuh pada dua jenis tanah yang berbeda. Nilai erodibilitas yang tinggi (nilai K tinggi), dengan curah hujan yang sama akan lebih mudah tererosi daripada tanah dengan tingkat erodbilitas rendah (K rendah).
Erodibilitas menyangkut ketahanan tanah terhadap pelepasan dan pengangkutan, serta kemampuan tanah untuk menyerap air ke tanah, sehingga yang memberi pengaruh adalah karakteristik sifat fisik tanah meliputi tekstur, struktur, bahan organik, dan infiltrasi.
a. Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah perbandinga berbagai golongan besar partikel tanah dalam suatu masa tanah, terutama perbandingan antara fraksi-fraksi pasir, debu, dan liat. Tanah terdiri dari bahan padat, cair, gas, dan jasad hidup. Bahan padat terdiri atas bahan organik dan anorganik. Bahan anorganik terdapat dalam bermacam-macam bentuk serta ukuran. Berdasarkan besar ukurannya dibagi dalam beberapa fraksi ata golongan. Fraksi batu >10mm, kerikil 2-10 mm, pasir 0,05-2 mm, debu 0,02-0,05 mm, dan liat <0,02 mm. Pasir, debu, dan liat merupakan fraksi utama (Kartasapoetra, 1987:10). Perbandingan relatif (dalam persen) antara fraksi pasir, debu, dan liat disebut dengan tekstur tanah.
Tanah yang bertekstur kasar (tanah berpasir) mempunyai kapasitas laju infiltrasi yang tinggi. Sehingga jika tanah tersebut dalam, maka erosi dapat diabaikan. Tanah yang bertekstur pasir halus juga mempunyai kapasitas infiltrasi yang tinggi tetapi jika terjadi aliran permukaan, amaka butir-butir halus ini akan mudah sekali terangkut. Sedangkan tanah yang mempunyai kadar liat tinggi umumnya lebih tahan terhadap erosi daripada tanah yang berkadar liat rendah (Juarti, 2004:28).
b. Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan penyusunan butir-butir primer (pasir, debu, liat) menjadi butir sekunder (agreat, cold) dengan ruang pori diantaranya. Berdasarkan bentuk dan besarnya struktur tanah digolongkan atas tipe-tipe sebagai berikut:
1). Tipe lempeng (platy)
Agregat mempunyai ukuran horizontal lebih besar dari ukuran vertikal dan tipe ini dibedakan atas kelas-kelas:
Sangat tipis, kurang dari 1 mm
Tipis, antara 1-2 mm
Sedang, antara 2-5 mm
Tebal, antara 5-10 mm
Sangat tebal, lebih dari 10mm
2). Tipe Tiang
Ukuran agreat vertikal lebih dari horizontal, bentuknya dibedakan atas tipe prismatik yang ujungnya bersegi dan bertipe kolumner yang ujungnya membulat, dan masing-masing dibedakan lagi menurut kelas-kelas:
Sangat halus, panjangnya kurang dari 10 mm
Halus, antara 10-20 mm
Sedang, antara 20-50 mm
Kasar, antara 50-100 mm
Sangat kasar, lebih dari 100 mm
3). Tipe Gumpal (blockly)
Ukuran agreat vertikal lebih dan horizontal sama besar, bentuknya masih dibedakan berdasarkan ujung-ujungnya atas: gumpal bersudut dan gumpal membulat, dan masih dibedakan menurut besarnya, antara lain:
Sangat halus, kurang dari 5 mm
Halus, 5-10 mm
Sedang, 10-20 mm
Kasar, lebih dari 50 mm
4). Tipe Remah (crumb)
Berbentuk butir-butir tanah yang saling mengikat seperti irisan roti dan didibedakan lagi atas kelas-kelas:
Sangat halus, diameter butir kurang dari 1 mm
Halus, diameter butir 1-2 mm
Sedang, diameter butir 2-5 mm
Kasar, diameter butir 5-10 mm
Sangat kasar, diameter butir lebih dari 10 mm
5). Tipe Granuler
Berbentuk butir lepas-lepas, dibedakan atas kelas-kelas seperti pada tipe remah.
6). Tipe Berbutir Tunggal (single grain)
Tidak membentuk agregat tanah.
7). Tipe Pejal (masif)
Strktur tanah bertipe pejal merupakan kesatuan ikatan partikel-partikel tanah yang mampat. Struktur tanah pejal memiliki duas aspek yang dipandang penting dalam kaitannya dengan erosi, yaitu (1) sifat fisika-kimia liat yang mendukung terbentuknya kemantapan agregat yang mantap, dan (2) adanya bahan-bahan pengikat yang terbentuk butir-butir primer menjadi agregat yang mantap (Seta, 1987:5).
Selain itu struktur tanah juga memegang peranan penting terhadap pertumbuhan tanaman baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung yaitu terhadap pertumbuhan akar tanaman. Bila tanah padat, akar sukar menembus tanah tersebut, tetapi bila struktur tanah remah maka akar akan tumbuh dengan baik. Sedangkan pengaruh yang tidak langsung yaitu terhadap permeabilitas atau kemampuan tanah untuk mengalirkan air dan udara dalam tanah (Suripin, 2001).
c. Bahan Organik
Bahan organik merupakan penimbunan sisa tumbuhan dan hewan. Bahan yang telah mengalami pelapukan mempunyai kemampuan untuk menyerap air hujan, sehingga dapat memantapkan agregat tanah. Bahan organik yang dikandung tanah hanya sedikit sekitar 3-5% dari berat tanah dalam lapisan top soil yang mewakili, pengaruhnya terhadap sifat tanah dan kehidupan tanaman antara lain: sebagai pembentuk butir (granulator) dari butir-butir tanah dan memperbaiki struktur tanah sehingga produktif, sumber pokok unsur-unsur (P, N, K, S) serta unsur mikro, mendorong peningkatan daya penahan tanah dan mempertinggi jumlah air yang tersedia bagi kehidupan tanaman dan sumber tenaga bagi kegiatan mikroorganisme (Juarti dan Dwiyono, 1992:12).
Bahan organik juga mempunyai peranan yang lain dalam pembentukan dan pemantapan agregat tanah. Bahan organik berupa daun dan ranting yang belum hancur dan menutupi permukaan tanah, merupakan pelindung tanah terhadap kekuatanperusak butir-butir hujan yang jatuh. Sehingga semakin tinggi bahan organik dalam tanah, maka butir-butir hujan yang jatuh akan sulit merusak tanah. Selain itu, semakin banyak kandungan bahan organik dalam tanah akan mampu menghambat aliran di atas permukaan (run off) tanah, sehingga run off mengalir dengan lambat. Bahan organik ini banyak mengandung humus dan terletap pada paisan atas tanah. Sehingga, semakin ke bawah, kandungan bahan organik dalam tanah makin berkurang.
d. Permeabilitas
Permeabilitas merupakan kemampuan tanah untuk meloloskan air dan udara dalam tanah (Suripin, 2001:48). Permeabilitas tanah dipengaruhi oleh jumlah pori-pori makro dan ditentukan juga oleh tekstur tanah. Permeabilitas tanah dapat mengilangkan daya air untuk mengerosi tanah.
Ada dua macam permeabilitas, yaitu permeabilitas tanah jenh air dan permeabilitas tanah tidak jenuh air. Permeabilitas tanah jenuh air terjadi jika gerakan dalam pori-pori tanah seluruhnya terisi oleh air. Permeabilitas tanah tidak jenuh air terjadi jika gerakan air dalam pori tanah tidak seluruhnya terisi air, melainkan juga udara.
e. Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)
Panjang lereng berpengaruh pada kecepatan aliran permukaan. Semakin panjang lereng pada tanah, maka akan semakin panjang besar pula kecepatan aliran di permukaan, sehingga pengikisa-pengikisan tanah yang terjadi semakin besar. Kecepatan aliran permukaan akan menambah daya kikis dan daya angkut material yang tererosi.
Panjang lereng dihitung muai dari titik pangkal aliran permukaan sampai suatu titik dimana air aliran permukaan masuk ke dalam saluran-saluran atau dimana kemiringan berkurang sehingga kecepatan aliran air sangat berkurang. Air yang mengalir di permukaan tanah akan terkumpul di ujung lereng yang berarti lebih banyak air yang mengalir dan makin besar kecepatannya di bagian bawah lereng. Semakin panjang lereng, maka volume kelebihan air yang berakumulasi di atasnya menjadi lebih besar dan kemudian semua akan turun dengan volume dan kecepatan yang meningkat (Utomo, 1989o).
Kemiringan merupakan faktor yang sangat perlu diperhatikan. Pengaruh kemiringan lereng lebih besar dibandingkan pengaruh panjang lereng karena pergeakan air serta kemampuannya memecahkan dan membawa partikel tanah akan bertambah dengan bertambahnya sudut kemringan lereng (Nugroho, 2002:7). Menurut Arsyad (1983), tanah di bagian bawah lereng mengalami erosi yang lebih besar daripada di bagian atas lereng, karena semakin ke bawah, air yang terkumpul semakin banyak dan kecepatan aliran juuga meningkat sehingga daya erosinya besar. Berdasarkan kedua pendapat di atas, dapat dikatakan bahwa tanah yang lerengnya tidak curam, maka laju aliran permukaannya kecil. Dalam keadaan demikian kesempatan air di permukaan untuk berinfiltrasi besar, sehingga run off tidak membahayakan karena daya kikis dan daya angkut berkurang. Sedangkan kecepatan aliran permukaan pada tanah yang berlereng curam besar, sehingga akan memperbesar erosi.
Dalam menentukan nilai LS digunakan persamaan Wescmeier sebagai berikut:
LS=(L/22,1)m.(0,065+0,045S+0,0065S^2)
Dimana:
LS : Panjang dan kemiringan lereng
L : Panjang lereng
S : Kemiringan lereng
m : Eksponen yang nilainya berkisar 0,2 sampai 0,5
m = 0,5 jika kelerengannya >5%
m = 0,4 jika kelerengannya 3% - 5%
m = 0,3 jika kelerengannya 1% - 3%
m = 0,2 jika kelerengannya <1%
Sumber: Seta, 1991:97
e. Pengelolaan Tanaman (C)
Keberadaan tanaman akan mempengaruhi bsesarnya erosi yang terjadi. Namun, pengaruh setiap tanaman berbeda-beda sehingga perlu diadakan pemilihan tanaman yang paling sesuai agar dapat menekan laju erosi.
Peranan tanaman dalam mengurangi erosi melalui intersepsi dan absorpsi hujan oleh tajuk tanaman akan mengurangi energi air hujan yang jatuh, sehingga memperkecil erosi. Namun sebaliknya yang makin tinggi tajuk dari permukaan tanah, energi kinetik yang ditimbulkan lebih besar sehingga erosivitisanya semakin besar (Nugroho, 2002:7). Sedangkan perakaran tanaman berfungsi untuk memantapkan agreat tanah serta memperbesar porositas tanah di sekitarnya.
Apabila dalam pengelolaan lahan tanaman ini sudah tidak baik artinya pemilihan tanaman kurang tepat, maka sudah dapat dipastikan akan terjadi erosi. Pengelolaan tanaman ini erat kaitannya dengan pengelolaan lahan sehingga antara keduanya harus disesuaikan untuk dapat menekan laju erosi.
f. Pengelolaan Lahan (P)
Manusia sebenranya merupakan penentu terjadinya erosi karena berkaitan dengan pengolaan lahan. Dengan pengelolaan laahan yang tepat, maka tingkat erosi dapat dikendalikan. Pengelolaan lahan dapat dilakukan dengan counturing (penanaman sejajar kontur, countur strip cropping (penanaman dalam jalur kontur), dan penterasan (Juarti, 2004).
Jumat, 17 Desember 2010
Erosi
Erosi merupakan pengikisan dan pengangkutan bahan dalam bentuk larutan atau suspensi dari tapak semula oleh pelaku berupa air mengalir (aliran limpas), es bergerak atau angin (Notohadiprawiro, 1999).
Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami berupa air atau angin (Hardjoamidjojo, 1993).
Menurut Rahim (2000) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya dispersi dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabila air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.
Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat dapat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991).
Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004).
Erosi secara alamiah dapat dikatakan tidak menimbulkan masalah yang signifikan bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan. Erosi yang terjadi secara alamiah tidak menimbulkan kerugian yang besar, karena besarnya partikel-partikel tanah yang terangkut seimbang dengan besarnya tanah yang terbentuk di tempat yang lebih rendah. Sedangkan erosi yang dipercepat karena tindakan manusia banyak menimbulkan masalah-masalah serius terhadap kehidupan manusia dan keseimbangan lingkungan. Erosi yang dipercepat oleh tindakan manusia dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang membawa kerugian besar, seperti produktifitas tanah yang menjadi berkurang dan ancaman bencana alam yang diakibatkan oleh proses erosi.
Arsyad (1980) memberikan batasan erosi sebagai peristiwa berpindahnya atau terangkutnya tanah atau bagian dari tanah dari suatu tempat ke tempat lain oleh media alami berupa air atau angin (Hardjoamidjojo, 1993).
Menurut Rahim (2000) erosi merupakan suatu proses yang terdiri dari penguraian massa tanah menjadi partikel-partikel tunggal dan pengangkutan partikel-partikel tunggal tersebut oleh tenaga erosi. Tenaga yang menyebabkan terjadinya erosi adalah air, angin dan salju. Erosi didefinisikan sebagai peristiwa hilangnya atau terkikisnya bagian tanah dari suatu tempat yang terangkut ke tempat lain, baik disebabkan oleh pergerakan air, angin atau es. Erosi yang paling besar terjadi di Indonesia adalah erosi air. Erosi disebabkan oleh adanya daya dispersi dan daya transportasi air pada saat turun hujan. Apabila air hujan tidak mampu menghancurkan tanah menjadi butiran-butiran kecil dan otomatis tidak terjadi erosi. Daya dispersi merupakan daya air memisah tanah yang mula-mula dalam bentuk agregat menjadi pecah terdispersi karena adanya tetesan titik-titik air hujan, sehingga menjadi butir-butir yang halus. Daya transportasi merupakan daya angkut bahan yang mengalir, dalam hal ini run off.
Erosi berlangsung secara alamiah (geological erosion) yang kemudian berlangsungnya itu dipercepat oleh beberapa tindakan atau perlakuan manuisa terhadap tanah dan tanaman yang tumbuh di atasnya (accelerated erosion). Pada erosi alamiah tidak menimbulkan malapetaka bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan, karena peristiwa ini banyaknya tanah yang terangkut seimbang dengan pembentukan tanah, sedang pada erosi yang dipercepat dapat di sebabkan karena kegiatan manusia, kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi. Usaha pertanian pada umumnya tidak ada yang hasilnya memperlambat laju erosi alam bahkan sebaliknya mempercepat laju erosi dan sudah dapat dipastikan banyak menimbulkan kerugian kepada manusia seperti longsor, banjir, turunnya produktivitas tanah. Pada peristiwa erosi (yang dipercepat) volume pernghanyutan tanah atau laju erosi lebih besar dibandingkan dengan pembentukan tanah, sehingga penipisan lapisan tanah akan berlangsung terus dan pada akhirnya dapat melenyapkan atau terangkutnya lapisan tersebut (Sutedjo, 1991).
Dua penyebab utama terjadinya erosi adalah erosi karena sebab alamiah dan erosi karena aktivitas manusia. Erosi alamiah dapat terjadi karena proses pembentukan tanah dan proses erosi yang terjadi untuk mempertahankan keseimbangan tanah secara alami. Erosi karena faktor alamiah umumnya masih memberikan media yang memadai untuk berlangsungnya pertumbuhan kebanyakan tanaman. Sedangkan erosi karena kegiatan manusia kebanyakan disebabkan oleh terkelupasnya lapisan tanah bagian atas akibat cara bercocok tanam yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah atau kegiatan pembangunan yang bersifat merusak keadaan fisik tanah (Asdak, 2004).
Erosi secara alamiah dapat dikatakan tidak menimbulkan masalah yang signifikan bagi kehidupan manusia atau keseimbangan lingkungan. Erosi yang terjadi secara alamiah tidak menimbulkan kerugian yang besar, karena besarnya partikel-partikel tanah yang terangkut seimbang dengan besarnya tanah yang terbentuk di tempat yang lebih rendah. Sedangkan erosi yang dipercepat karena tindakan manusia banyak menimbulkan masalah-masalah serius terhadap kehidupan manusia dan keseimbangan lingkungan. Erosi yang dipercepat oleh tindakan manusia dapat menimbulkan kerusakan lingkungan yang membawa kerugian besar, seperti produktifitas tanah yang menjadi berkurang dan ancaman bencana alam yang diakibatkan oleh proses erosi.
Senin, 06 Desember 2010
Proses Terjadinya Erosi
Proses terjadinya erosi tanah melalui tiga tahap, yaitu tahap pelepasan partikel tunggal dari massa tanah (detachment) dan tahap pengangkutan oleh media yang erosive (transportation). Pada kondisi dimana energi yang tersedia tidak lagi cukup untuk mengangkut partikel, maka akan terjadi tahap yang ketiga yaitu pengendapan (sedimentation) (suripin, 2002).
Proses erosi bermula dari penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran partikel-partikel tanah yang menyumbat pori-pori tanah menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah menurun sehingga air mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (run off). Limpasan permukaan mempunyai energi yang mengikis dan mengangkut partikel tanah. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran, maka bahan-bahan hancuran tersebut akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat tanah, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan.
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).
Proses erosi bermula dari penghancuran agregat-agregat tanah sebagai akibat dari pukulan air hujan yang mempunyai energi lebih besar daripada daya tahan tanah. Hancuran partikel-partikel tanah yang menyumbat pori-pori tanah menyebabkan kapasitas infiltrasi tanah menurun sehingga air mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan (run off). Limpasan permukaan mempunyai energi yang mengikis dan mengangkut partikel tanah. Selanjutnya jika tenaga limpasan permukaan sudah tidak mampu lagi mengangkut bahan-bahan hancuran, maka bahan-bahan hancuran tersebut akan diendapkan. Dengan demikian ada tiga proses yang bekerja secara berurutan dalam proses erosi, yaitu diawali dengan penghancuran agregat-agregat tanah, pengangkutan, dan diakhiri dengan pengendapan.
Percikan air hujan merupakan media utama pelepasan partikel tanah. Pada saat butiran air hujan mengenai permukaan tanah yang gundul, partikel tanah dapat terlepas. Pada lahan datar partikel-partikel tanah tersebar lebih-kurang merata ke segala arah, namun untuk lahan miring terjadi dominasi ke arah bawah searah lereng. Partikel-partikel tanah yang terlepas tersebut akan menyumbat pori-pori tanah, sehingga akan menurunkan kapasitas dan laju infiltrasi. Pada kondisi dimana intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi genangan air di permukaan tanah, yang kemudian akan menjadi aliran permukaan. Aliran permukaan ini menyediakan energi untuk mengangkut partikel-partikel yang terlepas, baik oleh percikan air hujan maupun oleh adanya aliran permukaan itu sendiri. Pada saat energi atau aliran permukaan menurun dan tidak mampu lagi mengangkut partikeltanah yang terlepas, maka partikel tanah tersebut akan diendapkan (Suripin,2002).
Kamis, 02 Desember 2010
FENOMENA BANJIR BESERTA KARAKTERISTIKNYA
Banjir merupakan peristiwa terbenamnya daratan (yang biasanya kering) karena volume air yang meningkat dalam kurun waktu tertentu. Pada umumnya banjir disebabkan oleh curah hujan yang tinggi di atas normal, sehingga sistim pengaliran air yang terdiri dari sungai dan anak sungai alamiah serta sistem saluran drainase dan kanal penampung banjir buatan yang ada tidak mampu menampung akumulasi air hujan tersebut sehingga meluap. Kemampuan/daya tampung sistem pengaliran air dimaksud tidak selamanya sama, tetapi berubah akibat adanya sedimentasi, penyempitan sungai akibat fenomena alam dan ulah manusia, tersumbat sampah serta hambatan lainnya. Selain hal tersebut, badai besar yang berkepanjangan, tsunami, dan system cuaca yang tidak menentu juga menyumbangkan peranannya terhadap bencana banjir ini.
Dari aspek geologis, geografis, dan morfologis, Indonesia merupakan salah satu kawasan yang rawan terhadap bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian dalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur. Berdasarkan kondisi morfologis, penyebab banjir adalah karena relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Penebangan hutan secara tidak terkontrol juga menyebabkan peningkatan aliran
Fenomena banjir ini sering sekali terjadi di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, dll. Hal ini dapat terjadi karena di kota-kota besar tersebut system drainasenya sangat buruk dan amat kurang. Di Jakarta misalnya. Daerah yang seharusnya digunakan sebagai lahan resapan malah disulap menjadi gedung-gedung pencakar langit yang tidak memedulikan lingkungan sekitarnya. Dapat kita ketahui bahwa di setiap kota maupun di setiap wilayah, minimal harus terdapat lebih kurang 30% lahan kosong yang digunakan sebagai resapan. Itupun masih belum menjamin bahwa wilayah tersebut akan bebas dari bencana banjir, karena bisa saja di wilayah yang 30% tersebut kapasitas tanah dalam menyerap air sangat buruk, sehingga air terus menggenang di atas permukaan tanah dan terjadilah banjir.
Banjir merupakan bencana yang paling membuat sengsara, karena berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Banjir dapat mengakibatkan berbagai kerusakan materiil, membawa wabah penyakit, dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Naman dibalik semua itu, banjir juga memberikan beberapa dampak positif. Banjir dapat menjaga ekosistem sungai dan mengembalikan kesuburan tanah. Di samping itu banjir juga turut berperan menyediakan cadangan air musiman dan akan tetap menjaga ketersediaan air tanah.
Bencana banjir memang sulit untuk dicegah dan dikendalikan. Namun bukan berarti bencana tersebut tidak dapat dikurangi volumenya. Ada beberapa cara untuk meminimalisir agar tidak terjadi banjir. Diantaranya adalah menyediakan sistem perparitan yang cukup, proyek pendalaman sungai agar air dapat mengalir secara lancar, memelihara hutan agar dapat menampung dan mengendalikan laju arus air, dan yang terakhir memperbaiki sistem drainase.
Dari aspek geologis, geografis, dan morfologis, Indonesia merupakan salah satu kawasan yang rawan terhadap bencana banjir. Sekitar 30% dari 500 sungai yang ada di Indonesia melintasi wilayah penduduk padat. Lebih dari 220 juta penduduk, sebagian dalah miskin dan tinggal di daerah rawan banjir. Pada umumnya bencana banjir tersebut terjadi di wilayah Indonesia bagian barat yang menerima curah hujan lebih tinggi dibandingkan dengan di bagian Timur. Berdasarkan kondisi morfologis, penyebab banjir adalah karena relief bentang alam Indonesia yang sangat bervariasi dan banyaknya sungai yang mengalir diantaranya. Penebangan hutan secara tidak terkontrol juga menyebabkan peningkatan aliran
Fenomena banjir ini sering sekali terjadi di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Banjarmasin, dll. Hal ini dapat terjadi karena di kota-kota besar tersebut system drainasenya sangat buruk dan amat kurang. Di Jakarta misalnya. Daerah yang seharusnya digunakan sebagai lahan resapan malah disulap menjadi gedung-gedung pencakar langit yang tidak memedulikan lingkungan sekitarnya. Dapat kita ketahui bahwa di setiap kota maupun di setiap wilayah, minimal harus terdapat lebih kurang 30% lahan kosong yang digunakan sebagai resapan. Itupun masih belum menjamin bahwa wilayah tersebut akan bebas dari bencana banjir, karena bisa saja di wilayah yang 30% tersebut kapasitas tanah dalam menyerap air sangat buruk, sehingga air terus menggenang di atas permukaan tanah dan terjadilah banjir.
Banjir merupakan bencana yang paling membuat sengsara, karena berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Banjir dapat mengakibatkan berbagai kerusakan materiil, membawa wabah penyakit, dan mengganggu aktivitas masyarakat.
Naman dibalik semua itu, banjir juga memberikan beberapa dampak positif. Banjir dapat menjaga ekosistem sungai dan mengembalikan kesuburan tanah. Di samping itu banjir juga turut berperan menyediakan cadangan air musiman dan akan tetap menjaga ketersediaan air tanah.
Bencana banjir memang sulit untuk dicegah dan dikendalikan. Namun bukan berarti bencana tersebut tidak dapat dikurangi volumenya. Ada beberapa cara untuk meminimalisir agar tidak terjadi banjir. Diantaranya adalah menyediakan sistem perparitan yang cukup, proyek pendalaman sungai agar air dapat mengalir secara lancar, memelihara hutan agar dapat menampung dan mengendalikan laju arus air, dan yang terakhir memperbaiki sistem drainase.
Langganan:
Postingan (Atom)